Ayo dong dikomen biar bintangnya nyala
Adeline tersenyum miris ketika melihat pantulan dirinya di kaca yang memuat kepala sampai ujung kakinya. Pakaian yang Kendrick berikan sungguh membuat Adeline merasa hina.
Pakaian yang lebih layak dikatakan lingerie itu mencetak belahan gunung kembar Adeline yang bulat. Tidak ada yang menutupi lengan putih mulus Adeline. Pindah ke bawah, paha putih dan kaki jenjangnya terbuka sempurna, bahkan hampir memperlihatkan dalaman Adeline.
"Hina sekali," ejek Adeline sambil tersenyum kecut. Menggeleng, berusaha memohon kepada air matanya untuk tidak keluar saat ini, pasalnya Kendrick sudah berada di halaman mansion. Kendrick tidak boleh melihat Adeline menangis, ia benci jika Kendrick mengiranya adalah wanita lemah.
Kendrick : Bersiaplah malam ini. Pakai pakaian yang kuberikan. Jangan gunakan make up apapun. Jangan keluar dari kamarmu. Dan yang paling penting, kau harus menggodaku.
Pesan Kendrick dari telepon itu semakin terngiang-ngiang di kepala Adeline. Jangan pikir Adeline tidak akan melakukan itu karena kalian salah besar. Adeline akan menuruti semua perkataan Kendrick. Ia terlalu takut untuk dihukum Kendrick.
'Ceklek'
Bunyi pintu yang terbuka itu semakin membuat jantung Adeline berbunyi tak karuan. Bahkan deru nafasnya mendadak tidak stabil ketika matanya bertemu dengan Kendrick yang sudah menutup pintu kamar.
Bola mata mereka saling bertemu, menatap dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
"Ayo," kata Adeline dalam hati. Sebelum membalikkan badan, Adeline menghirup nafasnya terlebih dahulu, berusaha menetralkan bunyi jantungnya.
Kaki yang tidak dibalut apapun itu melangkah, menghalau dinginnya ubin yang disebabkan pendingin ruangan. Bibir pink itu tertarik membentuk sebuah senyuman. Manik Adeline tidak lagi menatap manik biru itu, ia malah menatap kemeja biru navy Kendrick yang mempertunjukkan otot lengan ditambah urat-urat menghiasi tangannya. Adeline terlalu takut untuk menatap manik biru terang itu.
"Aku menunggumu," kata Adeline lembut setelah ia sampai di depan Kendrick.
"Benarkah?" tanya Kendrick dengan smirk nya. Kendrick menarik tubuh Adeline, membuat Adeline sedikit terkejut, dibuktikan dengan bibirnya yang terbuka kecil. "You are beautiful." Suara Kendrick menjadi serak lantaran hasratnya meninggi ketika melihat paha mulus Adeline.
Kendrick berkata jujur. Adeline memang terlihat cantik tanpa make up. Sebenarnya Kendrick tidak membutuhkan wajah cantik, dia hanya butuh tubuh yang sesuai dengan seleranya. Well, itu berarti Kendrick beruntung.
Napas Kendrick tertahan ketika ia menarik pinggang Adeline mendekat, membuat buah dada Adeline bergesekan dengan dada bidangnya. "Kau ingat apa yang kukatakan, hm?" tanya Kendrick sambil membelai pipi Adeline.
Perempuan itu mengangguk. Adeline terlihat tidak tertekan, dia sudah melatihnya selama satu hari ini. Dengan penuh keraguan tangan Adeline terangkat mengelus rahang Kendrick yang dipenuhi bulu-bulu tipis. Darah di dalam tubuh Adeline terasa mendesis ketika manik mereka sempat bertatapan. Tampan. Adeline akui itu. Bibir Kendrick yang merah sedikit gelap berhasil membuat Adeline menelan salivanya dalam.
"Aku sudah tidak tahan," ucap Kendrick yang langsung menyambar bibir pink Adeline.
"Emhhhh."
Ditekannya tengkuk leher Adeline, bermaksud untuk memperdalam ciuman mereka. Manis. Itu yang Adeline dan Kendrick rasakan. Hingga tanpa sadar, Adeline membuka sedikit bibirnya, membuat Kendrick memasukkan lidahnya, menyapu bersih apa yang ada di dalam sana. Kasar. Tapi terasa nikmat.
Sangat aneh. Bisa-bisanya Adeline menikmati cumbuan yang dilakukan Kendrick. Logikanya menolak, namun hatinya menerima.
"Aaaaa ...." Teriakan itu keluar dari bibir indah Adeline saat Kendrick mendorongnya hingga jatuh di kasur. Nafasnya masih terengah-engah akibat kegiatan mereka.
Dengan penuh hasrat, Kendrick membuka kemejanya dengan paksa beserta tali pinggangnya. Tangannya bekerja dengan cepat dengan pandangan yang terus mengarah kepada Adeline.
Adeline tidak memberontak. Tubuhnya mematung kala Kendrick membuka kemeja itu, menyisakan tubuhnya yang keras dan besar dengan kotak-kotak di perut rata.
Kulit Kendrick yang sedikit coklat seperti terbakar oleh sinar matahari itu terlihat sangat menggairahkan dibawa sinar lampu yang sengaja disetel kekuning-kuningan.
Sreeeekkk.
Kendrick mengoyak lingerie itu tepat di tengah, sehingga membuat buah dada Adeline menyembul keluar. Tatapan Kendrick semakin menggelap. Dengan penuh hasrat, ia menimpa Adeline dan menghisap salah satu benda kenyal Adeline yang sangat menggoda itu.
"Akhhhhh." Desahan Adeline yang kuat itu membuat Kendrick semakin semangat. Tangannya yang satu meremas benda kenyal yang menganggur. Memelintir ujungnya. Kasar, tetapi anehnya Adeline menyukainya.
"Emhhhhhh." Tulang punggung Adeline melengkung saat Kendrick memberikan kecupan di perutnya yang rata. Sedikit hisapan membuat Adeline menggigit bibir bawahnya.
"Jangan ditahan. Lepaskan," serak Kendrick saat menyadari Adeline tidak mengeluarkan desahannya lagi.
Adeline mematuhi Kendrick. Dia mendesah kuat saat Kendrick sudah mengelus bagian bawahnya dengan gerakan yang sensual. Jari-jari besar Kendrick menggesek halus di sana, membuat Adeline tanpa sadar menjambak kuat rambut Kendrcik.
"Ya, mendesah lebih kencang lagi," perintah Kendrick dengan suara serak gairahnya.
"Emhhhhhhh." Lagi, Adeline berteriak kencang ketika Kendrick sudah memasukkan satu jarinya ke dalam sana, mengeluar masukkan jarinya. Sakit, tapi nikmat.
"Berapa ronde yang paling lama kau lakukan bersama dengan pria di luaran sana?" tanya Kendrick sambil mengeluar masukkan jarinya di bagian sensitif itu.
Adeline memejamkan matanya penuh kenikmatan. Sebentar lagi ia akan merasakan kenikmatan pertamanya. "T—tidak pernah," jawab Adeline lemah. Suara desahannya mendadak hilang. "K—kenapa berhenti?" Nada kecewa terdengar ketika Kendrick mengeluarkan jarinya, padahal beberapa detik lagi cairan kenikmatan itu pasti sudah keluar. Adeline serasa dijatuhkan dari ketinggian.
"Aku tidak suka orang yang berbohong," jelas Kendrick, "cukup jawab pertanyaanku dengan jujur!"
Adeline menggeleng lemah. "Sungguh. Aku tidak berbohong."
Kendrick membuang nafas mengejek dengan tatapannya masih menggelap, apalagi ketika ia melihat Adeline menggigit bibir bawahnya dengan sensual.
"Kita buktikan saja."
"Ahhhh." Adeline berteriak kencang saat benda keras itu masuk ke dalam intinya dengan sangat kasar tanpa aba-aba sekalipun. Rasa sakit itu membawa air mata turun dari ujung matanya.
"Sakit," rintih Adeline sambil mencengkram keras punggung besar Kendrick.
"Darah?" gumam Kendrick saat memberhentikan goyangannya. Dari bagian sensitif Adeline keluar cairan darah segar, membuat Kendrick membolakan matanya terkejut.
"Sakit," lirih Adeline sambil memejamkan matanya kuat-kuat, berusaha menghalau rasa sakit di bagian bawah sana.
'Cupp'
Dengan sigap Kendrick mencium bibir Adeline, sedikit menghisapnya, bertukar saliva.
"Aku akan melakukannya dengan lembut," kata Kendrick. Tanpa sadar, nada itu berubah menjadi lembut.
Setelah beberapa menit menunggu dengan posisi benda Kendrick berada di dalam, akhirnya rintihan Adeline tidak terdengar lagi, membuat Kendrick melanjutkan goyangannya, kali ini dengan penuh perasaan.
"Tenanglah," kata Kendrick lembut di sela-sela ciuman mereka. "Bagaimana?"
Berbeda dengan tadinya, Kendrick melakukan itu dengan penuh kelembutan. Goyangannya yang sangat lembut anehnya menghantam bagian titik kenikmatan itu dengan tepat.
"Emhhhh— cepatt," kata Adeline sambil meremas rambut hitam Kendrick. Ia sudah melupakan rasa malunya, sekarang, Adeline ingin merasakan rasa nikmat yang telah hilang tadi.
Adeline merasa terpana saat melihat Kendrick memperlakukannya dengan lembut. Bahkan Kendrick menuruti perintahnya untuk mempercepat goyangannya.
"Menjadi boneka. Selamanya," kata Adeline dalam hati sambil mendesah kenikmatan.
***
"Mau kemana kau?"
Tubuh Adeline sontak membeku. Nafasnya terasa tercekat. Rasa takut mulai menyelimuti dirinya ketika mendengar suara tegas itu.
Kendrick. Dia memergoki Adeline yang mau keluar dari pintu Mansion mewah ini.
Menghela nafas kesal, Kendrick berjalan dengan tatapan elangnya. Ditariknya kuat pergelangan tangan Adeline, membuat tubuh mereka berhadap-hadapan.
Rahang Kendrick mengetat kuat. Emosinya sudah di puncak kepalanya, bersiap ingin keluar. Berani sekali Adeline pergi saat ia masih tidur lelap, untung saja Kendrick terbangun dari tidurnya. Bahkan, Kendrick masih memakai celana pendek dengan kaos tanpa lengan saking terburu-burunya.
"Mau kabur, heh?" tanya Kendrick dengan tatapan elangnya. Cekalan di pergelangan tangan Adeline semakin kuat, membuat kulit putih mulus itu memerah. "Kau tidak akan bisa kabur dari sini!"
Dada Adeline naik turun. Deru nafasnya tidak stabil. Manik biru Kendrick membuatnya semakin takut. "A— Aku mau pergi—"
"Berani sekali kau pergi setelah kau merasakan kenikmatan yang kuat semalam!" bentak Kendrick. Suaranya menggema, membuat Adeline memejamkan matanya kuat, tidak berani menatap manik biru yang sudah mulai memerah itu.
"Akhh."
Adeline meringis kesakitan saat Kendrick menarik pergelangannya, membuat tubuh mereka semakin mendekat. Harum tubuh Kendrick membuat tubuh Adeline bergetar ketakutan.
"Kemanapun kau pergi, aku pasti akan selalu menemukanmu!" desis Kendrick. "Mau kuberi satu fakta tentangmu, heh?"
Dagu Adeline diangkat oleh Kendrick. membuat manik mereka bertemu.
"Adeline Fritzi, wanita dua puluh empat tahun yang dulunya adalah anak dari keluarga kaya. Namun sayang, orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, membuat kekayaannya direbut oleh pamannya sendiri. Sekarang Adeline sedang mencari uang untuk melunaskan hutang-hutangnya kepada pamannya."
'Deggg'
Adeline mengatupkan bibirnya rapat. Kendrick mengetahui segalanya dengan sangat jelas. Raut wajah yang penuh takut itu kemudian berubah menjadi sedih. Sedih karena ia diingatkan lagi dengan keluarganya.
"Jadi selama ini biaya membesarkanmu dianggap hutang oleh keluargamu sendiri," ejek Kendrick dengan smirknya, membuat harga diri Adeline semakin jatuh. "Kau tahu, aku bisa saja melunaskan hutang-hutangmu asal kau mematuhi apa yang ada di kontrak itu. Itukan yang kau mau? Pergi jauh dan memutuskan hubungan dengan keluargamu?" tanya Kendrick.
Adeline menggigit bibirnya kuat saat pegangan di pergelangan tangannya semakin kuat, bahkan pelukan yang Kendrick berikan di pinggang Adeline diperkuat, pasti pinggangnya sudah memerah.
"Turuti maka aku akan mengabulkan keinginanmu itu," bisik Kendrick. Dia mendorong tubuh Adeline ke belakang, untung saja Adeline tidak terjatuh. "Aku tahu kau tidak akan bisa menolak tawaranku ini."
"Kau mau apa?" tanya Adeline yang merasa was-was saat Kendrick berjalan mendekat. "K—"
Kalimat Adeline menggantung saat Kendrick mengambil ponsel Adeline dari tangannya. Ia ingin berontak, tapi lagi-lagi mata biru itu membuatnya tidak bisa melakukan apapun.
"Aku tidak akan membiarkanmu berhubungan dengan teman atau keluargamu," jelas Kendrick.
'Tringgg'
Bunyi HP Kendrick terdengar. Dengan sigap Kendrick mengambil ponsel yang sedari tadi dipengangnya.
Raut wajah Kendrick sudah berbanding terbalik dengan apa yang ia tunjukkan ke Adeline setelah membaca kontak yang memanggilnya.
Tidak ada lagi rahang yang mengetat, tatapan elang, atau bahkan smirk mengejek. Semuanya sudah digantikan dengan senyuman yang terbit di wajah tampannya.
"Halo?" sahut Kendrick lembut, membuat Adeline membolakan matanya.
"....."
"Baiklah. Daddy akan pulang cepat. Tunggu Daddy."
Setelah menutup telepon itu, Kendrick berjalan cepat ke arah kamar mereka, meninggalkan Adeline yang bibirnya terbuka lebar, terkejut dengan apa yang Kendrick katakan.
"Kau sudah punya anak?" tanya Adeline kuat. Bahkan bunyi jantungnya mulai berdetak cepat.
Langkah kaki Kendrick berhenti di tangga. Ia enggan membalikkan badannya. "Kau hanya wanita simpanan. Kau tidak berhak mencampuri urusanku. Harusnya kau paham siapa posisimu," ejek Kendrick yang lalu melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Ia berniat ingin mengganti pakaiannya.
Tangan Adeline terangkat, menutup bibirnya yang bergetar hebat. Kendrick memang penuh dengan kejutan. Adeline kira Kendick belum menikah.
"Menjadi wanita simpanan dari seorang pria yang sudah punya anak," gumam Adeline bersamaan dengan cairan asin yang keluar dari bola mata indahnya.
Bukan hanya Adeline yang hancur. Tapi keluarga Kendrick akan hancur karena dirinya.
"Nyonya."Panggilan itu membuat Adeline sontak tersadar. Ia menarik pandangan ke arah Ana, kepala pembantu di mansion mewah ini sekaligus seorang ibu. Sebenarnya Adeline belum terbiasa dengan panggilan itu, bahkan ia sudah mengatakan untuk tidak memanggilnya nyonya, tapi Ana bersikeras.Karena malas berdebat, akhirnya Adeline membiarkan saja."Kenapa, Ana?" tanya Adeline sambil mendongak. Dia sedang berada di taman samping mansion, melakukan kegiatan favoritnya belakangan ini, yaitu melamun. Miris, tapi mau bagaimana lagi."Dokter keluarga Malik sudah ada di dalam, Nyonya.""Maksudnya?" tanya Adeline tak mengerti. Alis rapi itu menya
"Kita mau kemana, Tuan?" Denio mengeluarkan pertanyaannya sesudah Kendrick masuk ke dalam mobil mewah keluaran terbaru tersebut. Dia menatap Kendrick yang sedang memainkan tablet di kursi penumpang melalui kaca spion tengah.Kendrick yang dipanggil mendongakkan wajah. Wajah Kendrick terlihat benar-benar lelah. "Ke mansion ... yang baru," jelas Kendrick yang lalu memejamkan matanya.Ada banyak mansion yang Kendrick miliki, jadi dia memberikan petunjuk lebih spesifik agar Denio mengerti."Baik, Tuan," sahut Denio yang paham yang lalu memberikan petunjuk ke sopir pribadi Kendrick.Kendrick lelah. Satu harian ini dia terus berada di kantor untuk melakukan meeting dengan berbagai kolega bisnis.&nb
Mohon beri komentarnya ya teman teman.Setelah mencoba meyakinkan dirinya, Adeline kemudian berbalik badan. Mata cokelat terangnya langsung bertabrakan pada seorang wanita cantik.Wanita itu menggunakan sebuah dress dibalut oleh jaket tebal dengan aksen bulu di sekitar lehernya. Rambutnya diikat satu, menunjukkan lehernya yang jenjang."Akhirnya aku bertemu denganmu!" pekiknya sambil menunjukkan senyum lebar, mata wanita itu sampai tak terlihat lagi.Bahkan untuk membalas wanita itu dengan sebuah senyuman sangat sulit untuk dilakukan Adeline. Pikirannya masih menebak siapa wanita yang ada di hadapannya ... sepertinya dia pernah bertemu dengan wanita itu."
Pagi-pagi sekali Adeline sudah berada di balkon dengan segelas air hangat yang berada di tangannya. Saat dia ingin menatap ke bawah, ternyata matanya menemukan sesuatu. Di bawah sana, ada mobil mewah milik Kendrick. Tidak menunggu waktu lama, Kendrick segera keluar dari mobil tersebut.Sambil mengangguk mantap, akhirnya Adeline masuk ke dalam kamarnya. Bersiap sebentar lalu turun ke bawah untuk menyambut kedatangan Kendrick.Adeline boneka Kendrick. Dia harus menuruti semua yang Kendrick katakan. Dia tidak boleh membuat Kendrick marah.Langkah kaki Adeline melambat ketika melihat pria berbadan besar dengan jas yang membalut tubuh, masuk ke dalam mansion. Manik biru itu menyapu semua kondisi mansion, lalu akhirnya jatuh ke manik cokelat Adeline.
Adeline melangkahkan kakinya menuju area taman belakang.Tidak ada yang dia bisa dia lakukan di dalam mansion. Maka dari itu Adeline memutuskan untuk mengunjungi taman belakang sembari menjernihkan matanya karena sudah bosan melihat sosok Kendrick yang ada di dalam mansion.Kaki yang dibalut oleh Hermes oran sandal itu berhenti kala matanya mendapatkan seorang pria besar yang menggunakan setelan jas sedang menatapnya dengan tatapan datar tapi terlihat mengerikan.Adeline kenal orang itu. Dia Denio, sekretaris pribadi Kendrick.Adeline menggerakkan kepalanya, berusaha merilekskan ototnya yang tegang. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Adeline mencoba mencairkan suasana.Denio mene
"Hari ini kau berangkat ke kantor, 'kan?" Adeline yang duduk di kursi menghadap kaca bertanya sembari mengeringkan rambutnya dengan bantuan hair dryer. Sebenarnya dia malas keramas pagi-pagi, tapi mengingat rambutnya yang sudah bercampur dengan keringat hasil kegiatan mereka semalam, membuat Adeline terpaksa melakukannya.Kendrick menarik pandangannya yang sedari tadi memandang luar melalui kaca jendela besar. Dirinya sempat tertegun ketika melihat punggung seksi Adeline dari belakang. Padahal Adeline menggunakan sweater tapi tetap membuat Kendrick bisa membayangkan betapa mulusnya punggung Adeline."Ya," jawab Kendrick. Ia mengangkat cangkir berisi kopi, membawanya masuk, membasahi kerongkongannya.Adeline bernafas lega, setidaknya dia tidak akan sport jantung selama beberapa
"Kendrick!""Kau berani meninggikan suaramu, heh?" tanya Kendrick dari seberang.Adeline meringis, merutuki dirinya. Bukan tanpa sebab, dia sudah kepalang kesal dan berakhir meninggikan suaranya. Setelah cukup mengontrol emosinya, barulah Adeline membuka suara."M-maaf," beo Adeline yang sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, berjaga-jaga jika teriakan Kendrick terdengar nantinya."Kalau tidak penting aku matikan—""T-tunggu," potong Adeline cepat.Bagaimana bisa Adeline menelepon pria kejam jika tidak ada kepentingan? Ada-ada saja!Dia menelan salivanya, membasahi kerongkongannya yang kering. "Kau menyuruh bodyguard untuk mengawa
Adeline mengernyitkan alisnya ketika banyak suara masuk ke indra pendengarannya. Ia menoleh ke depan, mengamati beberapa pelayan yang ada di sana. Karena merasa penasaran, Adeline bergegas menuju ke arah depan."Ada apa ini?" tanya Adeline. Deg. Tatapannya langsung jatuh kepada seorang wanita yang rambutnya terurai.Wanita itu menarik bibirnya, membentuk senyuman sinis yang dilemparkan kepada banyak pasang mata. "Tanya saja sama dia, apakah dia mengenalku atau tidak!" anjur wanita itu sembari menunjuk Adeline.Adeline menghela nafasnya. "Aku mengenalnya. Kalian boleh pergi sekarang.""Tapi, Nyonya, nanti kalau Tuan Kendrick—""Aku ak