Share

Manipulasi

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-03-04 06:00:12

"Gak Mom, pernikahan ini akan tetap berlangsung." Kata-kata Gita terdengar tegas dan mantap.

"Maksudnya? Kau mau tetap menikah dengan Tony?" Julie menanyakan pilihan anaknya yang terdengar sangat tidak masuk akal.

"Tentu saja tidak lah Mom. Aku akan mencari orang lain."

"What? Cari orang lain? Gak salah?" tanya Alex sang ayah dengan heran.

"Yes, Dad. Aku gak mau gara-gara manusia tidak tahu malu itu, keluarga gita jadi bahan gosip."

"Lebih baik jadi bahan gosip Gita. Dad gak mau kamu menikah dengan sembarangan orang dan tidak kamu cintai. Lagipula di mana kamu mau cari pria yang mau tiba-tiba dinikahkan denganmu?"

Tepat setelah Alex selesai mengatakan kalimat itu, Gita melihat Alan berjalan ke arah mereka. Dahi Gita berkerut, melihat Alan yang tidak sebersemangat tadi. Tatapan mata lelaki itu juga terlihat sedikit sendu.

"Sepertinya aku bisa memanfaatkannya deh," batin Gita dengan senyum terukir di wajahnya.

"Tentu saja ada Dad. Dia pria baik, pintar dan tampangnya juga lumayan."

Baik Alex dan Julie mengikuti arah pandangan Gita. Sang ayah mengangkat sebelah alisnya, pilihan Gita tidak terlalu buruk sebenarnya. Julie juga sepertinya sepemahaman dengan suaminya, tapi tetap saja ada yang tidak benar.

"Tapi Nak, pernikahan itu bukan mainan. Ini hanya sekali untuk seumur hidup."

Gita menghela napas memikirkan kata-kata ibunya, sambil melihat ekspresi asisten pribadinya. Lelaki itu masih terlihat melamun, pertanda dia sedang ada masalah.

Waktu Alan keluar tadi, dia masih terlihat seperti biasa. Kemungkinan besar ada masalah saat dia turun tadi. Sang asisten sudah biasa mengurusi kekacauan yang ditimbulkan Gita, jadi tidak mungkin orang-orang Tony yang buat lelaki itu cemberut.

Lalu masalah yang mungkin timbul di hotel itu biasanya berhubungan dengan wanita atau pekerjaan. Alan memang datang untuk bekerja, tapi Gita yakin kalau soal kerjaan, Alan tidak akan sesedih itu. Jadi ini pasti soal wanita. Dia baru dicampakkan atau dia melihat pacarnya selingkuh.

"Orang patah hati mudah dimanfaatkan." Gita kembali bergumam dalam hati.

"Gantikan Tony sebagai pengantin prianya. Bagaimana Alan kau mau kan?" Gita sengaja memberi pertanyaan dengan tiba-tiba.

"Kenapa Bu?" tanya Alan sedikit bingung. Sesungguhnya dia hanya mendengar kalimat terakhir atasannya itu.

"Kau mau kan? Katakan kau mau membantuku." Gita kembali bersuara, mengulang hanya sebagian dari pertanyaannya.

Alan sebenarnya sama sekali tidak mendengar pertanyaan Gita. Alan merasa bingung, tapi tetap mengangguk setuju. "Saya akan membantu Bu Gita sebisa saya."

"Good bersiaplah sekarang Alan." Alex yang berbicara.

"Baik Pak, tapi saya harus bersiap untuk apa?" tanya Alan bingung.

"Tentu saja bersiap mengganti posisi Tony sebagai pengantin pria Nak. Kamu tadi sudah setuju kan?" tanya Julie meyakinkan diri.

"What?" Alan nyaris saja berteriak.

***

"Bu, tolong bilang sama saya kalau yang tadi itu saya salah dengar." Alan langsung mengajukan protes begitu, kedua orang tua atasannya keluar dari kamar.

"Kau sudah dengar tadi Alan. Sekarang pergilah bersiap-siap. Aku tidak mau dengar ada bantahan."

"Tapi Bu, saya gak bisa. Saya juga sudah punya pac..." Alan tidak menyelesaikan perkataannya. Dia tidak punya pacar lagi sekarang.

"Biar kutebak. Kau habis dicampakkan sama pacarmu kan?" Nada suara Gita terdengar mengejek.

"Saya yang mutusin dia Bu." Alan membela diri karena tidak terima dengan ejekan sang atasan.

"Apa dia selingkuh darimu?"

"Darimana Ibu Gita tahu?" tanya Alan dengan dahi berkerut dan ekspresi bingung.

"Bagaimana Bu Gita bisa tahu? Dia memang cukup sensitif sih, tapi kalau gini dia sama saja kayak paranormal." Alan bergidik ngeri dengan argumen yang dilontarkannya dalam hati.

"Artinya aku benar kan? Jadi dengan menerima tawaranku, kau juga mendapat keuntungan." Dahi Alan makin berkerut, menautkan kedua alisnya mendengar kalimat sang atasan.

"Kau bisa jadikan ini sebagai ajang balas dendam, dengan memperlihatkan kau bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari pada mantanmu."

"Saya gak berpikir untuk balas dendam," jawab Alan dengan cepat. Dia memang sakit hati, tapi tidak pernah berpikir untuk balas dendam. Baginya balas dendam itu, hanya untuk orang-orang kejam saja.

Gita memutar matanya dengan malas. Lelaki dihadapannya ini benar-benar lurus. Terlalu lurus malah, bahkan hal sepele seperti ini saja tidak mau dilakukannya. Padahal, menikah itu bukan hal sepele.

"Jadi sekarang kau menolak perintah atasanmu? Setelah tadi mengiyakannya di depan kedua orang tuaku?" Gita bertanya dengan nada mengancam, membuat Alan sedikit merinding.

"Bu-bukan seperti itu sih Bu. Tadi itu saya tidak mendengar pertanyaannya baik-baik, makanya saya menjawab dengan refleks."

"Jadi?" Ekspresi di wajah Gita semakin dingin dan mengintimidasi. Alan sampai mundur selangkah ke belakang.

Walau sudah sering melihat kemarahan Gita, Alan tetap tidak pernah terbiasa. Intimidasi dan aura dingin yang dikeluarkan wanita itu, sangat susah untuk diabaikan. Hal yang membuat Alan menelan ludah untuk mengumpulkan keberanian.

"Seperti yang tadi Bu Julie bilang, menikah itu cuma sekali seumur hidup. Saya juga berprinsip yang sama."

"So?"

"So, saya ingin menikah sekali saja dengan gadis yang saya cintai."

"Jadi maksudmu, aku gak pantas di cintai gitu?" Gita pura-pura marah.

"Bukan gitu Bu."

"Lalu? Apa aku terlalu jelek? Atau mungkin terlalu bar-bar?"

Perempuan yang sudah berdandan cantik itu, kini berjalan maju mendekati Alan, membuat Alan refleks berjalan mundur. Bukannya takut sama perempuan ya, tapi lebih pada terintimidasi saja.

"Bukan gitu Bu."

"Kau tahu, kalau aku sampai gagal nikah apa yang akan terjadi?" Gita terus maju mendesak Alan dengan tatapan dinginnya.

Lelaki itu kini sudah tak bisa kemana-mana lagi, dirinya sudah tersudut di dinding. Gita menempelkan sebelah tangannya di dinding kamar, mengungkung Alan di sana. Sebelah tangannya lagi diletakkan di pinggang. Pose Gita terlihat seperti preman bergaun pengantin yang sedang memeras korbannya.

"Saham perusahaan akan anjlok. Kami sekeluarga akan di bully. Ada juga kemungkinan bangkrut. Menurutmu, kalau itu semua terjadi kau mau kerja apa?"

"Sa-saya bisa cari kerja ditempat lain." Alan berusaha menjawab dengan sura tegas.

"Sebelum terjadi apa-apa dengan perusahaan, akan kupastikan kau tidak bisa mendapat kerja di mana pun. Kau tahu aku bisa melakukannya." Gita memberi ancaman dengan tatapan yang mengerikan.

"Pilihanmu hanya ada dua Alan Pranadipa Adipramana. Menikah denganku atau jadi gembel."

Alan menelan air liurnya dengan susah payah. Jika Gita sudah menyebut namanya dengan lengkap seperti itu, artinya dia benar-benar serius dengan ancamannya. Mau tidak mau Alan harus memilih. Lebih tepatnya Alan tidak punya pilihan lain kan? Mana mungkin Alan mau jadi gembel, sementara keluarganya banyak bergantung padanya.

"Baiklah Bu, saya akan menikahi Bu Gita." Gita tersenyum penuh kemenangan mendengar perstujuan.

"Good boy. Sekarang pergilah untuk bersiap-siap, calon suami. Acaranya tidak bisa ditunda terlalu lama kan?"

Gita memberikan senyum terbaiknya, tapi itu malah membuat bulu kuduk Alan meremang. Terutama dengan panggilan calon suami yang diucapkan Gita dengan percaya diri.

"Aku akan baik-baik saja kan?" Alan bertanya di dalam hati, sambil menatap Gita yang sudah kembali duduk di atas ranjang.

***To be continued***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
betapa lucu nya wajah alan harus bersanding di pelaminan bersama bos nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter 2

    “Siapa yang punya ide bodoh, untuk mengumpulkan anak-anak ini di sini?” Gita hanya bisa menghela napas, ketika mendengar adiknya mengeluh. Bagaimana tidak, sekarang rumah orang tua mereka tiba-tiba saja berubah menjadi taman bermain anak-anak. Bukan hanya ada anak-anak Gita dan saudara perempuannya, tapi ada juga anak-anak Eza di sana. Total, ada sembilan anak kecil yang sedang berteriak dan berlari di ruang tengah rumah besar itu. “Maaf.” Pada akhirnya, Gita yang mengatakan hal itu. “Aku tidak benar-benar berpikir kalau Eza akan benar-benar membawa semua anak-anaknya.” “Hei, kau mengundang semua anakku,” hardik Eza terlihat agak kesal. “Memangnya apa yang akan kau dapatkan, ketika mengadakan pesta ulang tahun untuk anak-anak?” Gita kembali menghela napas karena mendengar pembelaan diri yang sangat benar itu. Tapi dia sama sekali tidak berniat untuk membuat acara besar untuk ulang tahun pertama putra keduanya. Rencananya hanya makan-makan bersama dengan keluarga besar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   Special Chapter

    “Wah, kau benar-benar luar biasa.” Eza baru membuka pintu rumahnya, dan sudah langsung disambut kalimat bernada ejekan dari sang sahabat. Gita Bramantara, baru saja tiba di depan pintu rumahnya. “Berhenti menatapku dengan pandangan mencemooh seperti itu sialan,” desis Eza merasa sangat kesal. “Tunggu saja giliranmu nanti, Ta.” “Maaf, tapi aku tidak ingin punya banyak anak.” Gita mengangkat kedua tangannya. “Lagi pula, akan sulit kalau aku tidak benar-benar berusaha.” Eza menghela napas mendengar apa yang dikatakan sahabatnya barusan. Dia sebenarnya masih ingin memprotes, tapi merasa tidak tega juga. Biar bagaimana, Gita memang agak kesulitan mendapat anak. “Bagaimana keadaan Teddy?” Pada akhirnya, Eza mengalihkan pembicaraan saja. Tentu setelah mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah. “Dari pada menanyakan keadaan anakku yang sedang tertidur pulas, bagaimana kalau aku yang menanyakan keadaanmu saja? Apa kau baik-baik saja?” Eza meringis mendengar pertanyaan sahabatnya itu.

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Titipan

    “Akhirnya kau bangun juga?” Dina mengembuskan napas lega begitu melihat Eza terbangun. Eza mengerjap beberpa kali untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan ilusi. Syukurnya bahkan setelah Eza mengucek matanya, Dina masih terlihat. Ini bukan ilusi, tapi apakah ini mimpi lagi? “Dina? Apa yang kau lakukan di rumahku?” Eza bertanya dengan nada bingung. Eza makin terlihat bingung ketika menyadari Dina berada di kamar tidurnya dan Danny tidak terlihat dimana pun. Bagaimana Dina bisa tahu tentang rumah barunya? “Tenang saja, suamimu ada di lantai bawah. Dia tidak lari kok dan pernikahan kalian kemarin itu nyata.” Dina tersenyum melihat kebingungan di wajah saudara kembarnya itu. Eza yang tadinya masih berbaring, kini sudah duduk di pinggir ranjang dan meminta Dina duduk di sebelahnya. “Kenapa kemarin kau tidak hadir? Aku menunggumu loh.” Eza memprotes Dina yang tidak terlihat dimana-mana saat acaranya kemarin. “Kata siapa? Aku datang kok, kau saja yang tidak melihatku.” “Benar

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Satu Garis

    "Mary? Kok cemberut sih?" Danny sedang mencoba melihat wajah tunangannya itu. Sudah sejak kemarin malam Mary-nya cemberut. Dia selalu memalingkan wajah saat berbicara dengan Dann,dan hal itu membuat Danny jadi frustasi. Bahkan saat sedang berdua di dalam mobil seperti ini pun, Mary tetap memalingkan muka. Membuat Danny meminggirkan mobilnya. Sebenarnya Danny sudah bisa menebak apa yang membuat kekasihnya itu cemberut. Dia pastinya kecewa dengan keputusan semalam. Semua orang memaksanya untuk menikah dalam bulan ini juga. Alasan Attha memang cukup masuk akal dan Xavier juga sudah setuju dengan hal itu. Apalagi Danny yang sudah tidak sabar bisa berduaan saja dengan Mary sesuka hatinya. Tapi sepertinya Mary tidak terlalu setuju dengan hal itu. "Apa segitu tidak cintanya kau padaku sampai tidak mau cepat-cepat menikah denganku?" Danny mengeluh frustasi. Takut jika Mary meninggalkannya. Mendengar pertanyaan tunangannya, Eza refleks berbalik ke arah Danny. Keningnya berkerut, ti

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Persiapan Nikah

    Eza bersenandung riang di depan cermin. Dia sudah mengenakan bajunya dan makeup-nya juga sudah terasa sangat sempurna. Sekarang hanya tinggal menungggu anak-anak siap dan mereka akan berangkat ke acara peluncuran produk baru Mar. “Sudah siap, Za?” Fika muncul dari balik pintu. “Anak-anak sudah siap?” Eza balik bertanya. “Udah.” “Kalo gitu ayo pergi,” seru Eza tidak sabar. Eza tiba sedikit lebih awal dari waktu yang direncanankan. Kru Eza juga sudah lebih dulu sampai untuk menyiapkan beberapa hal. Dan tentu saja mereka semua disambut dengan baik. Apalagi karena Eza sudah dikenal oleh semua karyawan Mar. Pada awalanya semua berjalan norma saja. Tidak ada hal yang aneh dan kata-kata Gita kemarin malam tentang ‘lamaran’ juga tidak mempengaruhi Eza sama sekali. Eza sibuk berkeliling tempat acara untuk melakukan live. Tidak terlalu lama karena dia tidak mau meninggalkan anak-anak terlalu lama. Dia yang belum mau memperlihatkan wajah anak-anaknya di depan kamera, juga mendapat

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Will You Marry Me?

    “Bisa gak sih, jangan menghela napas terus? Bikin sial tahu gak,” Ian berseru kesal. Bagaimana tidak? Entah sudah berapa kali Danny bolak balik seperti setrikaan rusak sambil mendesah atau menghela napas. Itu benar-benar membuat Ian pusing. “Aku gugup.” Danny mengaku pada sahabatnya itu. “Lalu apa dengan kau menjadi gugup seperti ini masalahmu akan selesai?” Ian bertanya dengan gemas. “Tidak akan, Dan. Jadi berhentilah mondar-mandir seperti itu.” Danny akhirnya menuruti kata-kata Ian. Dia duduk di kursi kosong di sebelah Ian, tapi jelas masih merasa gugup. Danny makin gugup ketika pihak dari EO mengatakan acaranya sudah bisa dimulai. Intinya acara berjalan sesuai rencana. Pertama-tama Danny dan Ian menyapa beberapa tamu dan influencer, sebelum masuk ke acara utama. Termasuk Eza yang sedang live. Eza hari ini memilih memakai halter dress berwarna hijau zamrud dengan bahan brokat dan hanya menutupi setengah pahanya. Pilihan pakaian Eza jelas membuatnya terlihat makin cantik dan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Makanan Pembuka

    Danny menatap kotak perhiasan yang baru saja tiba di kantornya sore ini. Akhirnya benda penting yang disiapkannya untuk acara besok tiba juga. Itu membuat Danny makin gugup. Karena harus mengurusi anak-anak dan kerja disaat bersamaan, Danny harus memesan secara online. Selain itu kali ini Danny memesannya sendiri tanpa melibatkan Maureen. Untungnya, barang yang datang sesuai dengan ekspektasi Danny. Begitu shining, shimmering, splendid. Menurutnya, ini cincin yang sangat cocok dengan Mary. Sayang sekali, lamunan Danny terinterupsi dengan ketukan di pintunya. Buru-buru, Danny menyimpan kotak perhiasan itu di kantong jasnya. "Pak, orang dari EO datang untuk membahas acara besok." Maureen tidak masuk ke dalam ruangan dan hanya memberitahu dari depan pintu. "Suruh masuk." Demi untuk melamar Mary-nya, Danny memilih untuk bekerja sama dengan event organizer. Dia tidak mau terlalu mempercayakan ini ke divisi PR, terutama setelah insiden dengan Rosaline. Rosaline belum dipecat,

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Tidak Sesuai Ekspektasi

    “Kau sudah datang?” Danny langsung berdiri begitu melihat Eza masuk ke ruanga VIP yang dipesannya. Dia juga segera menarikkan Eza kursi untuk wanita itu duduki. “Kau sendirian? Anak-anak ke mana?” Eza bertanya dengan ekspresi bingung. “Ah, itu. Maaf aku sedikit berbohong soal itu. Sebenarnya hari ini aku ingin makan malam berdua saja denganmu.” Danny menjawab dengan jujur. “Apa kau marah?” Danny bertanya dengan hati-hati, takut jika kekasihnya itu marah. “Tidak juga sih. Tapi aku hanya khawatir dengan mereka.” Eza menjawab dengan sedikit gugup. “Ah, tenang saja. Aku sudah memulangkan mereka ke rumah. Ayah dan Bunda juga tidak keberatan membantu menjaga mereka untuk sementara waktu.” Eza mengangguk canggung dengan bibir membentuk huruf o yang sempurna. Sungguh rasanya seumur hidup baru kali ini Eza merasa gugup. Tepatnya kali kedua setelah proses melahirkannya dulu. “Tadi aku sudah memesan makanan duluan. Kau tidak masalahkan dengan yang namanya iga penyet?” tanya Danny dengan

  • My Boss, My Wife (Dari Atasan Jadi Istri)   S2-Imajinasi Eza

    "Ada apa dengan telingamu?" Ian langsung bertanya ketika melihat Danny memasuki ruangannya, yang sedang menggendong Lily. "Ini gara-gara karyawan yang kau rekrut." Danny langsung mengeluh pada Ian. "Siapa?" "Manager PR," jawab Danny jujur sembari duduk di sofa ruangan sahabatnya itu. "Rosaline? Kenapa dengan dia? Jangan bilang kau bercinta dengannya di kantor dan kepergok sama Eza?" "Kau pikir aku tukang selingkuh?" sergah Danny kesal. "Dia mencoba menggodaku, tapi ketahuan Mary. Untung saja aku menolak dengan tegas." "Lalu? Apa hubungannya dengan telingamu itu?" tanya Ian makin bingung. "Mary menyalahkanku, dan dia menjewer telingaku, bahkan mencubit lenganku." Danny sedikit menarik lengan kemejanya yang suduh tergulung. Di sana terlihat jelas dua titik biru yang lumayan besar dan pastinya sakit jika disentuh. "Oh, wow!" Ian menatap ngeri pada Danny. Bagaimana mungkin pria lembek sepertu sahabatnya ini jatuh cinta pada wanita sebar-bar itu? "Sudah lupakan saja soal tel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status