Share

Manipulasi

"Gak Mom, pernikahan ini akan tetap berlangsung." Kata-kata Gita terdengar tegas dan mantap.

"Maksudnya? Kau mau tetap menikah dengan Tony?" Julie menanyakan pilihan anaknya yang terdengar sangat tidak masuk akal.

"Tentu saja tidak lah Mom. Aku akan mencari orang lain."

"What? Cari orang lain? Gak salah?" tanya Alex sang ayah dengan heran.

"Yes, Dad. Aku gak mau gara-gara manusia tidak tahu malu itu, keluarga gita jadi bahan gosip."

"Lebih baik jadi bahan gosip Gita. Dad gak mau kamu menikah dengan sembarangan orang dan tidak kamu cintai. Lagipula di mana kamu mau cari pria yang mau tiba-tiba dinikahkan denganmu?"

Tepat setelah Alex selesai mengatakan kalimat itu, Gita melihat Alan berjalan ke arah mereka. Dahi Gita berkerut, melihat Alan yang tidak sebersemangat tadi. Tatapan mata lelaki itu juga terlihat sedikit sendu.

"Sepertinya aku bisa memanfaatkannya deh," batin Gita dengan senyum terukir di wajahnya.

"Tentu saja ada Dad. Dia pria baik, pintar dan tampangnya juga lumayan."

Baik Alex dan Julie mengikuti arah pandangan Gita. Sang ayah mengangkat sebelah alisnya, pilihan Gita tidak terlalu buruk sebenarnya. Julie juga sepertinya sepemahaman dengan suaminya, tapi tetap saja ada yang tidak benar.

"Tapi Nak, pernikahan itu bukan mainan. Ini hanya sekali untuk seumur hidup."

Gita menghela napas memikirkan kata-kata ibunya, sambil melihat ekspresi asisten pribadinya. Lelaki itu masih terlihat melamun, pertanda dia sedang ada masalah.

Waktu Alan keluar tadi, dia masih terlihat seperti biasa. Kemungkinan besar ada masalah saat dia turun tadi. Sang asisten sudah biasa mengurusi kekacauan yang ditimbulkan Gita, jadi tidak mungkin orang-orang Tony yang buat lelaki itu cemberut.

Lalu masalah yang mungkin timbul di hotel itu biasanya berhubungan dengan wanita atau pekerjaan. Alan memang datang untuk bekerja, tapi Gita yakin kalau soal kerjaan, Alan tidak akan sesedih itu. Jadi ini pasti soal wanita. Dia baru dicampakkan atau dia melihat pacarnya selingkuh.

"Orang patah hati mudah dimanfaatkan." Gita kembali bergumam dalam hati.

"Gantikan Tony sebagai pengantin prianya. Bagaimana Alan kau mau kan?" Gita sengaja memberi pertanyaan dengan tiba-tiba.

"Kenapa Bu?" tanya Alan sedikit bingung. Sesungguhnya dia hanya mendengar kalimat terakhir atasannya itu.

"Kau mau kan? Katakan kau mau membantuku." Gita kembali bersuara, mengulang hanya sebagian dari pertanyaannya.

Alan sebenarnya sama sekali tidak mendengar pertanyaan Gita. Alan merasa bingung, tapi tetap mengangguk setuju. "Saya akan membantu Bu Gita sebisa saya."

"Good bersiaplah sekarang Alan." Alex yang berbicara.

"Baik Pak, tapi saya harus bersiap untuk apa?" tanya Alan bingung.

"Tentu saja bersiap mengganti posisi Tony sebagai pengantin pria Nak. Kamu tadi sudah setuju kan?" tanya Julie meyakinkan diri.

"What?" Alan nyaris saja berteriak.

***

"Bu, tolong bilang sama saya kalau yang tadi itu saya salah dengar." Alan langsung mengajukan protes begitu, kedua orang tua atasannya keluar dari kamar.

"Kau sudah dengar tadi Alan. Sekarang pergilah bersiap-siap. Aku tidak mau dengar ada bantahan."

"Tapi Bu, saya gak bisa. Saya juga sudah punya pac..." Alan tidak menyelesaikan perkataannya. Dia tidak punya pacar lagi sekarang.

"Biar kutebak. Kau habis dicampakkan sama pacarmu kan?" Nada suara Gita terdengar mengejek.

"Saya yang mutusin dia Bu." Alan membela diri karena tidak terima dengan ejekan sang atasan.

"Apa dia selingkuh darimu?"

"Darimana Ibu Gita tahu?" tanya Alan dengan dahi berkerut dan ekspresi bingung.

"Bagaimana Bu Gita bisa tahu? Dia memang cukup sensitif sih, tapi kalau gini dia sama saja kayak paranormal." Alan bergidik ngeri dengan argumen yang dilontarkannya dalam hati.

"Artinya aku benar kan? Jadi dengan menerima tawaranku, kau juga mendapat keuntungan." Dahi Alan makin berkerut, menautkan kedua alisnya mendengar kalimat sang atasan.

"Kau bisa jadikan ini sebagai ajang balas dendam, dengan memperlihatkan kau bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari pada mantanmu."

"Saya gak berpikir untuk balas dendam," jawab Alan dengan cepat. Dia memang sakit hati, tapi tidak pernah berpikir untuk balas dendam. Baginya balas dendam itu, hanya untuk orang-orang kejam saja.

Gita memutar matanya dengan malas. Lelaki dihadapannya ini benar-benar lurus. Terlalu lurus malah, bahkan hal sepele seperti ini saja tidak mau dilakukannya. Padahal, menikah itu bukan hal sepele.

"Jadi sekarang kau menolak perintah atasanmu? Setelah tadi mengiyakannya di depan kedua orang tuaku?" Gita bertanya dengan nada mengancam, membuat Alan sedikit merinding.

"Bu-bukan seperti itu sih Bu. Tadi itu saya tidak mendengar pertanyaannya baik-baik, makanya saya menjawab dengan refleks."

"Jadi?" Ekspresi di wajah Gita semakin dingin dan mengintimidasi. Alan sampai mundur selangkah ke belakang.

Walau sudah sering melihat kemarahan Gita, Alan tetap tidak pernah terbiasa. Intimidasi dan aura dingin yang dikeluarkan wanita itu, sangat susah untuk diabaikan. Hal yang membuat Alan menelan ludah untuk mengumpulkan keberanian.

"Seperti yang tadi Bu Julie bilang, menikah itu cuma sekali seumur hidup. Saya juga berprinsip yang sama."

"So?"

"So, saya ingin menikah sekali saja dengan gadis yang saya cintai."

"Jadi maksudmu, aku gak pantas di cintai gitu?" Gita pura-pura marah.

"Bukan gitu Bu."

"Lalu? Apa aku terlalu jelek? Atau mungkin terlalu bar-bar?"

Perempuan yang sudah berdandan cantik itu, kini berjalan maju mendekati Alan, membuat Alan refleks berjalan mundur. Bukannya takut sama perempuan ya, tapi lebih pada terintimidasi saja.

"Bukan gitu Bu."

"Kau tahu, kalau aku sampai gagal nikah apa yang akan terjadi?" Gita terus maju mendesak Alan dengan tatapan dinginnya.

Lelaki itu kini sudah tak bisa kemana-mana lagi, dirinya sudah tersudut di dinding. Gita menempelkan sebelah tangannya di dinding kamar, mengungkung Alan di sana. Sebelah tangannya lagi diletakkan di pinggang. Pose Gita terlihat seperti preman bergaun pengantin yang sedang memeras korbannya.

"Saham perusahaan akan anjlok. Kami sekeluarga akan di bully. Ada juga kemungkinan bangkrut. Menurutmu, kalau itu semua terjadi kau mau kerja apa?"

"Sa-saya bisa cari kerja ditempat lain." Alan berusaha menjawab dengan sura tegas.

"Sebelum terjadi apa-apa dengan perusahaan, akan kupastikan kau tidak bisa mendapat kerja di mana pun. Kau tahu aku bisa melakukannya." Gita memberi ancaman dengan tatapan yang mengerikan.

"Pilihanmu hanya ada dua Alan Pranadipa Adipramana. Menikah denganku atau jadi gembel."

Alan menelan air liurnya dengan susah payah. Jika Gita sudah menyebut namanya dengan lengkap seperti itu, artinya dia benar-benar serius dengan ancamannya. Mau tidak mau Alan harus memilih. Lebih tepatnya Alan tidak punya pilihan lain kan? Mana mungkin Alan mau jadi gembel, sementara keluarganya banyak bergantung padanya.

"Baiklah Bu, saya akan menikahi Bu Gita." Gita tersenyum penuh kemenangan mendengar perstujuan.

"Good boy. Sekarang pergilah untuk bersiap-siap, calon suami. Acaranya tidak bisa ditunda terlalu lama kan?"

Gita memberikan senyum terbaiknya, tapi itu malah membuat bulu kuduk Alan meremang. Terutama dengan panggilan calon suami yang diucapkan Gita dengan percaya diri.

"Aku akan baik-baik saja kan?" Alan bertanya di dalam hati, sambil menatap Gita yang sudah kembali duduk di atas ranjang.

***To be continued***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status