Share

Partner In Crime

Alan berdiri dengan gugup di depan altar. Setelah diskusi singkat keluarga besar Bramantara, pernikahan tetap dilanjutkan dengan Alan sebagai pengantin pria. 

Semua perlengkapan Alan disiapkan dengan terburu-buru. Pihak WO harus pergi mengambil jas baru yang cocok untuk Alan, begitu pula dengan celana dan sepatu. Semua pakaian Tony tidak ada yang cocok untuk Alan yang sedikit lebih ramping, tapi juga lebih tinggi. 

Satu hal yang harus disyukuri Alan, lebih dari setengah tamu sudah pergi. Mereka memutuskan pulang karena melihat beberapa tamu 'diusir' pulang. Semua yang pulang menerka-nerka kalau pernikahan ini dibatalkan sepihak, atau ada pengantin yang melarikan diri. Hanya tersisa keluarga, sahabat dekat dan beberapa petinggi perusahaan. 

Alan menjadi makin tegang ketika Gita memasuki ballroom digandeng oleh Alex. Gita terlihat amat cantik dengan gaun mermaid yang berekor cukup panjang, yang melekat sempurna di tubuh ramping dan proporsional itu. Kesan seksi juga tercipta dengan model gaun yang memperlihatkan punggung putih Gita. Alias backless. 

Alan terpana melihat atasannya yang bagai bidadari jatuh dari langit. Dia luput memperhatikan betapa cantiknya perempuan itu tadi karena kesibukannya mengurus Tony. Lagi pula, Gita yang bar-bar sedikit banyak mengalihkan perhatian Alan. 

Ketegangan yang meliputi Alan makin meningkat tatkala ia diminta untuk mencium istrinya. Begitu mendengar perintah itu Alan mengumpat di dalam hati. Pelototan Gita mau tak mau membuat Alan harus menjalankan perintah itu, tapi dia memilih jalan paling aman. 

Alih-alih menyasar bibir, sang mempelai pria memilih mengecup kening perempuan yang sudah resmi menjadi istrinya dengan singkat. Itupun bibir Alan hanya menyapu pelan kening Gita, hampir tak menyentuh kulit. 

"Apakah kita masih harus berada di sini? Bukannya kita sudah menyalami semua tamu?" Alan mulai mengeluh lelah. 

"Diamlah sebentar siAlan. Jangan malu-maluin."

"And who is this?" Seorang wanita seksi dengan rambut dicat pirang datang menghampiri. Wanita ini melihat Alan dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Lakimu kok ganti sih Ta? Mendingan yang ini sih menurutku. Yang kemarin itu lebih hot sih sebenarnya. He is totally hot but a disaster." 

 

Perempuan yang langsung sok akrab ini bahkan tidak takut dengan Gita yang terlihat sudah siap makan orang. Bukannya mundur wanita itu malah mengambil ponsel dan langsung memotret pasangan pengantin itu. 

"Don't you dare." Belum juga apa-apa Gita sudah memberikan peringatan entah untuk apa.

"Ck, peka amat sih jadi orang. Gak akan ku share kok." Perempuan ini akhirnya mengulurkan tangan memberi selamat. "Happy wedding. Semoga pilihan kali ini, terpaksa atau gak adalah pilihan terbaik buatmu."

"Thanks Za." Gita menyambut uluran tangan perempuan itu berikut pelukan dan cium pipi kiri dan kanan. Alan hanya menatap aneh pada wanita yang sedari tadi menyita perhatian Gita. 

"Kenalin Maria Faeyza Atthallah, sahabatnya Gita. The one and only. Biasanya Gita manggil aku Eza." Kini giliran Alan yang menerima uluran tangan itu, minus pelukan dan cium pipi. 

"Alan dan makasih sudah datang," Alan menjawab dengan profesionalismenya. 

"He is good," bisik Eza pada Gita. 

"Jangan pulang dulu, aku mau minta tolong sebentar ya." Eza tidak menjawab dan hanya mengedipkan sebelah mata pada Gita. 

"Kak, Eza mau sampai kapan sih disitu?" Suara yang Gita kenal sebagai milik sepupunya terdengar. 

"Eh, bocil sejak kapan keluarga ikut kasih salam sih?" Eza melayangkan protes. 

"Bukan aku kali Kak, tapi temanku. Kebetulan dia mewakili keluarganya yang gak bisa datang." Si sepupu menunjuk pria bule disebelahnya.

"Ow, he is hot. What's your name? Wanna sleep with me?" Pertanyaan vulgar Eza membuat si bule menaikkan sebelah alisnya dan membuat orang lain kaget. 

"Em, I'am Daniel and no I don't think to sleep with you." Lelaki itu menjawab dengan yakin membuat sang sepupu tertawa. 

Gita segera mengusir sahabatnya itu dan menyambut sahabat sepupunya. Si sepupu yang bernama Eli ini, menjelaskan temannya itu menggantikan orang tuanya datang ke acara ini. Daniel tinggal karena ada dua orang sahabat yang menahannya. 

Setelah akhirnya resepsi selesai, Gita dan Alan akhirnya bisa istirahat. Bagi Alan dia tidak hanya lelah fisik, tapi juga pikiran. Sementara sang istri terlihat lebih santai. 

Alan mau tidak mau harus menempati kamar honeymoon suite bersama dengan Gita. Awalnya dia enggan sekamar dengan atasan sekaligus istrinya, tapi tatapan dingin Gita dan Alex membuatnya mengalah. 

"Astaga, aku tidak memberitahu ayah dan ibuku." 

Tiba-tiba saja, Alan yang sedang menunggu giliran mandi berdiri dari sofa yang didudukinya. Alan menggaruk kepalanya yang memang sedikit gatal dengan bingung. Bingung memikirkan apa yang harus dikatakan pada orang tuanya. 

"Ngapain kau bolak-balik seperti setrikaan rusak?" Gita langsung menegur Alan yang mondar-mandir tidak jelas. 

"Saya belum ngomong soal ini ke orang tua saya." Lelaki itu mendekati Gita yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk. 

"Itu kan sudah dibicarakan tadi, kita akan te tempat orang tuamu besok pagi."

"Benarkah?" Alan masih linglung. 

Sejak tadi bertemu Isabella, sampai detik ini Alan memang terlihat sedikit linglung. Gita yang selalu peka dengan sekitarnya, jadi bisa memanfaatkan hal itu dengan sangat baik.

"Dari pada kau bengong di situ mending pergi mandi sana, aku mau mengurusi hal lain."

Bertepatan dengan kata-kata Gita, ponselnya berdering singkat sebanyak dua kali. Ditinggalkannya Alan yang masih bingung dan pergi melihat ponselnya. Setelah itu, Gita langsung pergi ke depan pintu untuk menyambut Eza. 

"Biasanya pengantin baru having sex di jam segini, tapi malah aku diundang jadi tamu. Waras kan Ta?" Eza langsung menyambut dengan pertanyaan.

"Bisa gak sih mulutmu di taruh filter? Masuk."

"Lakimu mana?" Eza melenggang masuk dengan koper make up kecilnya. 

"Lagi mandi. Why? Mau kau gigit?"

"Euwh, big no deh Ta. Gini-gini aku masih setia kawan. But are you serious about your hair? Udah susah dipanjangin abis resepsi mau dipotong?"

"Just do it."

Eza tidak bicara lagi dan segera mengeluarkan peralatannya. Dia membentangkan cape di tubuh Gita dan memulai pekerjaannya dengan sisir dan gunting.

"So, what happen with that Tony guy."

"Cheating. Lagian tujuan dia buat nikah itu cuma demi duit." Gita menjawab dengan santai.

"So? Apa artinya ada kerjaan untukku?" tanya Eza dengan senyum mengembang. Tangan lentik berkuteks merah itu menari indah di atas kepala Gita. 

"Yeah, but not now. Tunggu beberapa minggu lagi deh, takutnya dia bakal curigain aku." Gita tersenyum tipis mendengar sahabatnya.

"Mau diapain? Mau dibikin bangkrut atau itunya mau dipatahin? Mau dijadiin dendeng juga bisa sih Ta."

"Atur aja deh Za semaumu, tapi ingat jangan sampai jadi kriminal. Aku gak mau tolongin kalo sampai masuk kantor polisi."

"Tenang saja Sayang, kayak gak tahu Maria  Faeyza Atthallah aja." Eza malah membanggakan diri.

"Ya, aku tahu kau memang psycho. Gak cocok tahu dengan namamu yang penuh kebaikan itu." Eza tertawa mendengar ejekan Gita yang sudah sering di dengarnya. 

"By the way. Ini rambutnya mau dipotong sampai mana sih Ta?

***To be continued***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status