Gita Bramantara, gadis barbar dan mungkin satu-satunya wanita yang mengusir calon suaminya tepat sejam sebelum pernikahan. Tapi karena tidak mau mempermalukan keluarga, Gita memaksa Alan—asisten pribadinya—untuk menikahinya. Alan yang saat itu juga memergoki pacarnya selingkuh pun terpaksa memenuhi permintaan bosnya yang supergalak itu. Bagaimana kehidupan mereka setelah itu? Apakah hubungan atasan dan bawahan bisa berubah menjadi cinta?
Lihat lebih banyakOke. Tadi Gita memang sudah mengiyakan pertanyaan Alan yang mesum. Itu pun dia perlu waktu lumayan lama untuk mengangguk setuju. Tapi, Gita tidak pernah berpikir kalau dia akan berada di situasi seperti ini.Gita pernah membaca hal-hal romantis dari novel online dan menonton film. Itu pun adegannya kadang disensor atau dipotong. Jadi, Gita sama sekali tidak pernah punya bayangan. Terlebih mereka melakukannya di kamar mandi.Bunyi kecipak air mengiringi setiap gerakan salah tingkah Gita. Dirinya ingin membebaskan diri dari Alan yang memeluknya dari belakang, tapi tidak bisa. Pelukan lelaki itu terasa erat dan ruang gerak Gita dibatasi bathtub sempit penuh busa. Sempit karena ada dua orang di dalamnya."Ahl...." Gita merasa suara yang dikeluarkannya sangat aneh. Inginnya memanggi Alan, tapi justru desahan yang keluar."Seben-tar." Gita memegangi tangan Alan yang nakalnya bukan main itu."Kenapa? Sudah gak kuat atau mau pindah ke ranjang?" Alan membenamkan wajahnya di ceruk leher Gita y
Alan yang hendak duduk lagi di lantai, langsung kembali berdiri. Napasnya tertahan dan bibirnya sedikit terbuka. Dipandanginya wanitanya yang berdiri di ambang pintu. Wajah cemas Gita membuatnya tersenyum."Sudah mau makan malam?" Alan mengedikan dagu pada kenop pintu bagian luar.Gita mengalihkan pandangan pada kenop pintu dan menemukan dua kantongan di sana. Dilihat dari ukurannya, masing-masing kantongan hanya berisi satu porsi makanan. Mata Gita yang sedari tadi berair, jadi makin berair lagi.Alan memesankan makanan hanya untuk Gita seorang. Lelaki itu sepertinya hanya memikirkan Gita dan tidak memikirkan perutnya sendiri."Kamu dari tadi di sini?" tanya Gita dengan suara lirih."Gak juga sih. Tadi aku sempat ke lobi buat ambil pesanan dan buang air kecil juga." Alan menjawab canggung."Eh, kenapa nangis?" Dalam sekejap Alan langsung jadi panik, melihat sang istri sudah menangis."Aku ... aku ... Aku juga gak tahu." Gita melap air matanya yang berjatuhan dengan asal.Gita tidak
"Halo." Eza yang masih tidur menjawab teleponnya dengan malas-malasan."Aduh, Mbak Eza kok masih tidur sih? Bangun Mbak, ini bukan waktunya buat tidur."Eza menjauhkan ponselnya dan melihat nama penelpon dan jam yang tertera di ponselm sebelum mengajukan protes. "Ini baru mau jam tujuh pagi Win dan ini hari sabtu. Belum saatnya aku bangun.""Aduh, mending Mbak bangun sekarang dan lihat berita deh. Mbak jadi headline lagi loh dan haters makin menghujat." Suara Erwin salah satu kru Eza yang melambai, membuat perempuan itu membuka mata dengan lebar.Eza langsung mematikan telepon, tidak peduli pada Erwin yang masih berceloteh. Dengan cepat dia membuka salah satu portal infoteiment dan langsung mengumpat setelah membaca headline.Tanpa pikir panjang, Eza berlari ke kamar mandi sambil menelepon Alan. Dia kembali mengumpat ketika ponsel lelaki itu tidak aktif. Apalagi Gita juga tidak mengangkat teleponnya.“Sialan. Gita pasti sudah baca.” Dengan panik Eza bergegas mandi dan pergi menemui
"Sialan." Alan mengumpat, ketika mengingat cerita Eza yang singkat.Bukannya Eza tidak mau menceritakan semuanya, tapi dia juga hanya tahu sedikit. Dia hanya tahu Zayn selingkuh dan tentang keterlibatannya dalam kasus waktu itu. Hal yang membuat Gita mengajak Eza pindah sekolah.Itu pun Eza baru setuju pindah sekolah, setelah perjanjian mutualisme yang mereka setujui bersama. Eza akan selalu ada jika Gita membutukan dan Gita akan menjamin hidup Eza.Selebihnya, Gita tidak memberitahu lagi. Eza cukup bijaksana dengan tidak bertanya lebih, karena itu bisa saja membuat Gita mengingat hal yang membuatnya trauma. Persetujuan mereka pun tidak ada yang tahu, sampai saat ini hanya Alan yang tahu."Aku akan membunuh lelaki itu kalau ketemu nanti," ucap Alan yang menekan pin pintu apartemen. Eza yang memberinya pin tadi.Apartemen itu hening, karena Gita masih tidur. Dia ingin sekali mengintip ke dalam kamar, tapi takut akan membangunkan Gita dan membuatnya ketakutan lagi.Akhirnya Alan memutus
"Ke mana sih anak itu?" Eza bergumam kesal sembari mencari Gita di tengah kerumunan tamu pesta.Begitu mendengar Gita akan menghadiri pesta ulang tahun perusahaan sampai selesai, Eza yang tiap tahun dapat undangan namun tidak pernah hadir, malah mengikuti jejak sahabatnya. Eza khawatir dengan sang sahabat, apalagi dengan tamu undangan yang sebanyak ini."Ah, sialan. Tahu begini aku tidak akan datang." Eza langsung mengeluh ketika melihat Gita dan Alan berjalan berdampingan, menuju ke araha pintu keluar.Eza baru saja akan menyusul pasangan itu, ketika dia melihat sosok familiar mendekat ke arah pintu. Umpatan refleks keluar dari bibir penuh milik Eza. Niatnya, dia ingin segera mengarah ke pintu keluar, tapi beberapa orang menahannya dan mengajak berfoto bersama.Sayang sekali dia agak terlambat. Ketika Eza berhasil keluar, dia sudah melihat sang sahabat beserta suami, berhadapan dengan lelaki yang tadi dia lihat."Hei, menjauh dari Gita." Eza berteriak dan mendorong lelaki itu dengan
Julie dan Isabella refleks menoleh ke arah Erik dan Anton, kemudian beralih ke Alan. Menatap tiga orang itu bergantian. Alex tidak lagi terkejut dengan fakta itu, karena dia sudah menyelidiki tentang Alan dan menyimpan informasi itu untuk diri sendiri."Mungkin Mas Alex, Mbak Julie dan Gita mungkin belum tahu. Tapi, saya ini bukan ayah kandung Alan. Beliau ini yang ayah kandung Alan." Anton memberikan penjelasan panjang lebar yang makin membingungkan.Bukan bingung karena tidak mengerti, tapi karena hubungan yang disebutkan barusan sangatlah berbelit. Berbelit layaknya benang kust, yang membuat pusing."Pak Erik mungkin sudah tahu, Alan sudah menikah dengan Gita. Putrinya Mas Alex dan Mbak Julie." Anton kembali menjelaskan.Alan tidak mengerti, kenapa juga ayah tirinya harus repot menjelaskan pada orang di depannya itu. Erik selama ini tidak pernah menganggapnya ada, bahkan mungkin baru mengingat dirinya beberapa menit lalu."Oh, benarkah?" tanya Gita pura-pura kaget. "Benar begitu, A
"Al?""Ya, Ta kenapa?" Alan berteriak dari dalam kamar, menjawab Gita yang ada di walk in closet."Boleh tolong bantu tarik resletingnya? Aku gak nyampai." Gita berjalan dari walk in closet sudah dengan dandanan lengkap, minus tas tangan dan baju yang belum sempurna.Hal itu membuat Alan yang baru keluar dari kamar mandi berdecak pelan. Dalam keadaan begitu saja, dia sudah tertegun melihat sang istri yang terlihat makin cantik. Belum lagi ketika Alan dihadapkan dengan punggung putih mulus istrinya."Al?" Gita memanggil suaminya lagi."Hah? Ya?""Aku minta tolong resleting bajuku, Al. Kamu kenapa sih bengong mulu?"Alan berdehem pelan setelah mengatakan permohonan maaf karena suaranya sedikit serak. Dengan hati-hati dia membantu Gita. Sebisa mungkin Alan berusaha tidak menyentuh kulit istrinya, namun gagal.Gita menahan napas ketika kulitnya bersentuhan ringan dengan tangan Alan. Dirinya tidak bisa memungkiri kalau dia juga sebenarnya sudah ingin, tapi acara malam ini membuatnya harus
Isabella berjalan mondar-mandir di depan pintu masuk BG kantor pusat. Sudah seminggu berlalu, ketika dirinya yang sedang bekerja tiba-tiba diseret ke kantor HRD dan dipecat dengan tidak terhormat.Isabella berpikir dirinya selamat dari kasus penculikan Gita, tapi nyatanya tidak seperti itu. Sehari setelah kejadian dan ultimatum Erik, dia malah dipecat. Sekarang? Masuk ke BG saja tidak bisa, bagaimana mau minta tolong pada Alan?Setahu Isabella, Alan dan Gita biasanya turun di lobi. Jadi satu-satunya cara agar bisa bertemu Alan, hanyalah menunggu di depan pintu masuk."Mas Alan." Isabella langsung berteriak senang begitu melihat Alan turun dari mobil. Sayangnya senyuman itu segera hilang begitu dia melihat sang mantan mengulurkan tangan, membantu Gita turun dari mobil dengan penuh perhatian. Dengan sangat kesal dan marah, dia berlari kecil menghampiri pasangan itu dan mendorong Gita. Tidak menyadari kehadiran Isabella, Gita yang tidak siap hampir saja terjatuh. Untung saja Gita belum
Seperti yang dijanjikan Gita, selama dua hari dia beristirahat di rumah. Lebih tepatnya bekerja dari rumah. Sebenarnya tidak terlalu banyak yang dikerjakan, tapi ada beberapa pekerjaan yang sudah hampir deadline.Lalu seperti yang dikatakan perempuan itu sebelumnya, Alan sekarang tidur bersamanya di ranjang. Benar-benar hanya tidur saja, tidak melakukan hal lain. Ingin melakukan hal lain pun tidak bisa karena Gita sedang tanggal merah. Selain itu, Alan juga tidak cukup tega melakukan apa-apa karena takut Gita masih trauma. Nanti saja, setelah sang istri merasa lebih baik.Karenanya hari ini rutinitas pagi dijalani seperti biasa, tapi dengan cara yang berbeda. Alan bangun lebih dulu seperti biasa dan membangunkan Gita, dengan cara diberi kecupan bertubi-tubi di pipi dan bibir. Hal itu membuat Gita sampai langsung tertawa begitu terbangun.Alan masih mandi duluan, tapi ketika keluar kamar mandi pakaian kerja Alan sudah tersedia di atas ranjang. Sementara Gita pergi menyiapkan sarapan p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.