Share

MBV 2

Ketiga pria yang berdiri di belakang Annabele, tampak memperhatikan punggung gadis itu, membuat Annabele sampai mengusap tengkuk karena merasa merinding.

"Bukankah dia manis."

"Hmm ... Cris, bagaimana menurutmu?" 

Dua pria berbisik pada satu pria yang berdiri di tengah, sedangkan pria yang ada di tengah hanya diam seraya menatap tajam ke punggung Annabele.

Annabele tengah berpikir, kenapa merasa wajah pria yang berada dalam satu lift dengannya itu begitu tak asing, dan dirinya baru menyadari kalau pria itu ada dalam mimpinya.

"Kenapa kebetulan? Aku pikir itu hanya imajinasi," gumam Annebele dalam hati.

Annebele melihat bayangan dari pantulan pintu lift yang berwarna silver, di mana sedikit menampakan bayangan yang berdiri di sana, sekilas dia merasa pria di belakangnya memperhatikan, membuat Annabele semakin merasa canggung.

"Kenapa liftnya berjalan begitu lambat?" tanya Annabele dalam hati.

Pintu lift terbuka di lantai 8, tempat divisi Annabele berada. Gadis itu langsung keluar dari lift meninggakan 3 pria tadi. Namun, saat bergegas setelah keluar dari lift, entah kenapa Annabele berpikir untuk menoleh, hingga dirinya sekilas melihat wajah yang benar-benar ada dalam mimpinya. 

"Dia."

Baik pria yang ada di dalam lift maupun Annabele, melihat satu sama lain sebelum pintu lift tertutup sempurna.

-

-

Annabele berjalan terburu untuk melakukan absen menggunakan finger print, sebelum pergi ke meja tempatnya bekerja.

Julie melihat Annabele datang, langsung menghampiri temannya itu untuk menanyakan ke mana Annabele semalam.

"Selamat, tidak terlambat." Annabele menghela napas lega ketika sudah duduk di belakang meja, bahkan mengusap pelan dada.

"Anna!" panggil Julie.

Annabele yang baru saja duduk, terlihat begitu terkejut dan hampir berjingkat karena suara panggilan Julie.

"Kamu mengagetkanku." Annabele lagi-lagi menghela napas kasar.

"An, semalam kamu ke mana? Katanya nyari udara segar, tapi kenapa tidak balik ke pesta?" tanya Julie yang merasa kehilangan temannya itu semalam.

"Aku--" Annabele terlihat berpikir, haruskah bercerita kepada temannya tentang mimpi aneh itu, tapi ragu karena itu sangat tak masuk akal.

"Oh, semalam kepalaku pusing, karena itu aku memilih pulang dan istirahat lebih cepat," jawab Annabele pada akhirnya.

"Aku sangat mencemaskanmu, kamu tiba-tiba menghilang dan ponselmu tidak bisa dihubungi," ujar Julie lagi.

"Aku baik-baik saja." Annabele tersenyum tipis untuk melegakkan hati Julie.

Julie hanya mengangguk kecil, hingga kemudian menyadari sesuatu. Ia menengok ke telinga Annabele.

"An, kenapa antingmu cuma sebelah?" tanya Julie.

Annabele cukup terkejut mendengar pertanyaan Julie, hingga langsung menyentuh telinga kiri dan tak mendapati antingnya.

"Hah, ke mana antingku yang sebelah?" Annabele tampak panik.

"Kamu nggak merasakan kalau hilang?" tanya Julie.

Annabele menggeleng dengan wajah panik, anting itu adalah pemberian seseorang yang entah kenapa membuat gadis itu terus ingin memakainya. Annabele sudah memakainya lebih dari sepuluh tahun.

"Bagaimana ini? Kenapa hilang?" tanya Annabele dengan mimik wajah yang menunjukkan kesedihan.

"Coba nanti cari di rumah, siapa tahu terjatuh di kamar." Julie mencoba melegakkan hati Annabele agar tidak terlalu cemas.

Annabele mengangguk pelan, berharap kalau yang dikatakan oleh Julie benar, antingnya jatuh di rumah.

-

-

Di ruang CEO. Pria yang tadi bersama Annabele di lift, ternyata adalah CEO baru di perusahaan Annabele bekerja. Cristian Ambrosius, pria dengan mata berwarna coklat keemasan, memiliki rahang kuat dengan garis wajah begitu tegas.

Cristian duduk di kursi kebanggaannya, satu telapak tangan mengepal karena menggenggam sesuatu.

"Aku menemukanmu," gumamnya dengan senyum kecil di wajah.

"Apa aku baru melihat sebuah senyuman?" Pria lain yang tadi bersama Cristian, tampak berjalan menuju meja Cristian.

Pria itu adalah Simon, saudara Cristian dan juga seorang manager umum di perusahaan itu.

"Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu dulu sebelum masuk, hah?" tanya Cristian yang memasukkan sesuatu dari kepalan tangan ke saku jas.

Simon duduk di kursi yang ada berada di depan meja Cristian, menatap ekspresi saudara yang tak seperti biasanya.

"Gadis itu, apa itu dia?" tanya Simon.

Cristian yang tadinya ingin mengabaikan kedatangan Simon, akhirnya menatap pada saudaranya itu.

"Ya, jadi jangan ganggu dia!" jawab Cristian dengan penekanan di setiap kata.

Simon tersenyum kecil saat menatap Cristian, hingga kemudian berkata, "Tapi dia sangat menarik dan mencolok, apa aku boleh--" Simon menghentikan ucapannya ketika melihat Cristian menatap tajam dengan bola mata yang berubah berwarna gold.

"Oh, baiklah. Aku hanya bercanda," ujar Simon, lebih baik tak menggoda dari pada pria itu murka.

"Kembali ke pekerjaanmu!" perintah Cristian.

-

-

Annabele dan Julie sudah berada di meja makan kantin. Annabele masih memikirkan antingnya yang hilang.

"An, ayo dimakan!" ajak Julie karena Annabele hanya mengaduk-aduk makanannya sejak tadi.

"Bagaimana kalau antingku yang sebelah benar-benar hilang?" tanya Annabele yang masih memikirkan benda itu.

"'Kan belum dicari di rumah," kata Julie.

Annabele tak menjawab, masih mengaduk-aduk makanannya karena frustasi.

"Hei, kenapa?" Teman kerja pria Annabele dan Julie ikut duduk, bahkan langsung duduk di sebelah Annabele.

"Dia kehilangan antingnya, Sam." Julie melihat ke arah Samuel—teman kerja, hingga kemudian pada Annabele.

"Anting?" Samuel langsung menyentuh dagu Annabele dan menggerakan kepala gadis itu ke kanan dan kiri. "Mau beli yang baru? Akan aku belikan kalau mau," tawar Samuel.

"Hah! Tidak, tidak! Aku hanya sayang saja dengan anting itu," tolak Annabele yang tak menyangka jika teman kerjanya itu malah menawari anting baru.

Annabele kembali menatap makanan yang ada di meja sebelum akhirnya menyantap. Mencoba menghindari tatapan Samuel yang baginya terlalu intiim.

Tanpa diketahui ketiganya, sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka.

"Apa kamu kalah cepat, hah?"

-

-

Semua karyawan tengah sibuk menyantap makan siang mereka, ketika tiga pria yang manjadi petinggi di perusahaan, tampak berjalan di kantin itu.

"Tunggu, apa CEO kita dan para petingginya akan makan di kantin?" 

"Sepertinya benar, wah pemandangan langka."

Annabele dan Julie yang sedang makan, langsung terlihat bingung ketika mendengar karyawan lain saling bisik, hingga mereka ikut menatap ke arah para karyawan melihat, termasuk Sam juga.

Annabele seolah semakin tak percaya ketika melihat Cristian, pria yang dianggap ada dalam mimpinya, kini benar-benar ada di depan mata.

Cristian, Simon, dan Alfred, duduk di meja yang berada di sudut ruangan, berjarak 3 meja dengan tempat Annabele dan yang lain duduk. Namun, posisi duduk Cristian saling hadap dengan Annabele, membuat keduanya bisa saling tatap.

"Oh ya, kamu semalam nggak lihat CEO kita, 'kan! Nah tuh orangnya," ucap Julie setengah berbisik.

'Tunggu! Apa?" Annabele cukup terkejut dengan yang diucapkan Julie.

Pria yang berada dalam mimpinya, atau itulah yang diyakini Annabele, ternyata adalah atasannya.

"Semalam setelah kamu pergi pak Cristian datang tapi setelahnya pergi lagi. Akhirnya hanya ada pak Simon, dia manager umum di perusahaan. Sedangkan sebelahnya yang memiliki rambut sedikit ikal adalah pak Alfred, dia direktur utama perusahaan." Julie menerangkan siapa saja pria-pria yang sekarang sedang dipandang oleh kaum hawa di kantin.

Annabele tidak berkata apa-apa, hanya melirik sekilas karena merasa aneh, sebelum akhirnya memilih menyantap makan siangnya lagi.

Sementara itu, Cristian tampak memperhatikan meja Annabele, melihat bagaimana gadis itu sedang makan, bahkan melihatnya sesekali tertawa.

"Kenapa tidak satu meja dengannya?" tanya Simon.

"Apa kamu pikir gadis itu tidak akan terkejut kalau kita langsung duduk di sana?" Alfred menjawab pertanyaan Simon mewakili Cristian.

"Kalau dia hanya diam, pastinya pria yang ada di sebelah gadis itu, akan merebut darinya," ucap Simon memberi komentar.

Cristian tidak berkomentar dengan perdebatan Simon dan Alfred. Ia masih terus menatap Annabele dan masih memperhatikan gerak-gerik gadis itu.

Annabele sendiri masih bercanda sambil makan, sesekali tertawa kecil ketika menanggapi Julie ataupun Sam bicara. Hingga nalurinya menuntun untuk melihat ke arah pria yang duduk berjarak beberapa meja dengannya, Annabele sadar kalau Cristian sedang melihat ke arahnya.

***

Annabele terlihat membawa setumpuk berkas, baru aja mengambilnya dari ruang arsip. Ia berusaha memencet tombol di dinding lift, tapi tidak sampai karena terlalu repot dengan berkas yang dibawanya.

Hingga tangan terulur dan menekan tombol itu untuknya, Annabele merasakan kalau ada seseorang yang berdiri tepat di belakang, dan aroma parfum itu tak asing untuk Annabele.

Annabele secara impulsif menoleh, ketika pintu lift terbuka. Ia melihat Cristian berdiri tepat di hadapannya, bahkan seperti tidak ada jarak di antara mereka. Annabele melihat wajah itu, sejenak termangu ketika sekali lagi melihat wajah sama yang mengganggu pikirannya.

"Pintunya sudah terbuka," ucap Cristian yang kemudian memilih masuk duluan.

Annabele tak mengerti kenapa jantungnya tiba-tiba berdegup dengan cepat, terutama ketika mendengar suara Cristian.

"Ini bukan khayalan, 'kan." Annabele bergumam dalam hati.

Annabele masuk ke lift, tapi berdiri tepat di depan pintu lift sedangkan Cristian ada di belakangnya. Cristian menekan angka 8 agar Annabele tak perlu menekan sendiri karena kerepotan.

"Terima kasih," ucap Annabele.

"Sama-sama, Bele."

Annabele terkejut ketika mendengar Cristian memanggil namanya, apalagi yang disebutkan nama belakang.

"Anda tahu nama saya?" tanya Annabele seraya menoleh, tapi sayangnya gerakan cepatnya itu membuat berkas di tangan jatuh berserakah.

"Aduh!" Annabele langsung berjongkok untuk memunguti berkas itu.

Cristian menatap Annabele yang bereaksi berlebih ketika dirinya memanggil dengan sebutan 'Bele', hingga kemudian ikut berjongkok untuk membantu gadis itu memungut kertas di lantai.

"Bagaimana Anda tahu nama saya?' tanya Annabele dengan tangan masih mengumpulkan kertas yang jatuh, tapi tatapannya tak teralihkan dari wajah Cristian.

Cristian mengulurkan berkas ke arah Annabele, matanya menyorot dengan sedikit pantulan cahaya yang terpancar. Annabele mengambil kertas yang diulurkan Cristian, manik matanya menatap pada mata pria itu, seakan terhipnotis dengan warna mata yang tak biasa dijumpai.

"Id card," jawab Cristian singkat.

Annabele langsung menengok pada Id card yang tergantung di leher. "Ah, benar juga," batin gadis itu.

Annabele langsung berdiri ketika sudah selesai, dan diikuti oleh Cristian. Annabele berdeham, kemudian memilih berdiri menghadap pintu lift dan menunggu terbuka saat di lantai 8.

Begitu pintu terbuka, Annabele langsung keluar dari lift, tapi sebelum pergi dirinya sempat menoleh ke arah Cristian, gadis itu mengulas senyum dengan sedikit menganggukkan kepala sebagai tanda terima kasih karena sudah dibantu. Sesaat sebelum pintu lift kembali tertutup, baik Cristian maupun Annabele masih saling tatap, seakan enggan berpaling melihat ke arah lain.

"Kenapa aku merasa sangat dekat dengannya? Kenapa dia seperti sebuah medan magnet yang terus menarikku?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
enakin sih dibacanya, narasinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status