Share

MBV 8

"Lebih baik tidak sekarang." Cristian menarik telapak tangannya dari sisi wajah Annabele, mengurungkan niat yang ingin dilakukan.

Annabele yang sudah memejamkan mata, lantas membuka dan menatap Cristian.

"Kenapa?" tanya Annabele yang sudah penasaran dengan yang sebenarnya terjadi.

"Tidak baik mengingatnya di sini, akan aku ingatkan saat berada di tempat yang lebih baik dan nyaman untukmu," jawab Cristian yang kemudian menepuk pelan pucuk kepala Annabele.

Annabele menggelembungkan kedua pipi karena merasa diberi harapan palsu, padahal sudah sangat senang karena akan mengetahui segalanya.

"Dasar pembohong!" gerutu Annabele.

Cristian gemas melihat Annabele yang mengelembungkan pipi, hingga menangkup kedua sisi wajah gadis itu.

"Aku janji akan memperlihatkannya, sekarang kembalilah ke tempat kerja. Ingat untuk waspada pada Julie," kata Cristian.

"Apa Anda yakin kalau dia berniat jahat padaku?" tanya Annabele memastikan.

"Percayalah, aku tahu segalanya," jawab Cristian yang lagi-lagi mengusap pucuk kepala Annabele. "Oh, berhenti memanggilku dengan sebutan formal, aku merasa itu terdengar kaku, Bel."

Annabele hanya mengangguk, entah bagaimana caranya memanggil nanti yang terpenting mengiakan ucapan atasannya itu dulu.

"Jangan beritahu tentangku pada orang lain, meski itu keluargamu," pinta Cristian ketika mereka berjalan menuju lift.

"Tentu, saya akan menjaga rahasia Anda," timpal Annabele.

Cristian berhenti melangkah dan kembali menatap gadis itu.

"Kamu memanggilku dengan panggilan formal lagi!" protes Cristian.

Annabelle langsung melipat bibir ke dalam ketika mendengar Cristian yang tak terima. Hingga kemudian mengembangkan senyum dan mengulang ucapannya. "Ya, aku akan menjaga rahasiamu, Cris." Annabele sedikit canggung ketika menyebut nama pria itu.

"Bagus, aku suka itu." Lagi-lagi Cristian mengusap pucuk kepala Annabele, membuat wajah gadis itu merona.

Mereka pun turun ke bawah menuju ruangan kerja masing-masing. Cristian berjalan keluar lift dengan perasaan lega, setidaknya Annabele tak menjauhinya masih sama seperti dulu, tidak ada rasa takut dalam diri Annabele.

"Kamu terlihat sangat senang." Seperti biasa Simon selalu datang secara tiba-tiba.

"Hmm ...." Cristian menanggapi ucapan Simon dengan sebuah dehaman.

"Ada apa, hah? Apa aku perlu mempengaruhi pikiranmu agar mau bicara jujur?" Simon tampaknya sangat ingin mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh saudaranya itu.

"Jangan macam-macam atau berpikir menggunakan kekuatanmu kepadaku!" Cristian langsung menoleh dan menatap tajam pada Simon.

"Oh, baiklah. Kalau kamu tak ingin aku melakukan itu, maka katakan padaku ada apa!" pinta Simon yang sudah sangat penasaran.

Cristian mendecih dan menoleh pada Simon hingga kemudian berkata, "Annabele sudah tahu siapa aku, puas!"

"Apa?" Kini Simon yang terkejut.

-

-

Annabele kembali ke ruangannya. Ia terlihat sangat senang setelah bicara dan mengetahui fakta tentang Cristian. Hingga langkahnya terhenti ketika melihat Julie yang sedang menatap komputer. Annabele mendekat perlahan untuk melihat apa yang sedang dilakukan temannya itu, hingga matanya membeliak saat sadar dengan apa yang dilihat dalam layar komputer itu.

Julie sedang melihat siaran berita, tentang penemuan mayat laki-laki mabuk dalam sebuah mobil, polisi menyimpulkan kalau pria itu mati karena dianiaya. Annabele mengingat kalau mobil yang ditemukan itu sama dengan yang hampir menabraknya.

"Mungkinkah?" Annabele menatap punggung Julie. Temannya itu terlihat gelisah, bisa dilihat dari gerakan tubuh Julie yang tidak bisa tenang.

Tak ingin berpikir negatif, Annabele mencoba mengabaikan. Selama dia tak melihat sendiri, maka takkan mempercayai apa pun.

-

-

Sore itu Annabele sedang membereskan meja karena sudah waktunya jam pulang kerja. Hingga telinga mencuri dengar percakapan teman satu divisinya.

"Apa kamu sudah dengar? Katanya Trishie meninggal dengan tak wajar."

"Ah, tentu saja tak wajar. Dia kan lompat dari gedung."

"Bukan itu, ada bekas gigitan di lehernya. Itu yang aku dengar."

Annabele terdiam mendengar perbincangan itu, otaknya tengah berpikir apa mungkin Cristian yang melakukan, tapi mencoba memungkiri meski sudah tahu siapa Cristian sebenarnya.

"An!" Julie menepuk pundak Annabele, membuat gadis itu terkejut.

"Ah, ya."

"Maaf kalau tadi pagi mengabaikanmu, aku merasa sedikit lelah dan banyak masalah," kata Julie dengan seutas senyum di wajah.

"Tidak apa-apa, aku kalau sedang lelah juga seperti itu." Annabele masih mencoba menutupi kecurigaannya meski sudah tahu tentang Julie dari Cristian.

"Oh ya, aku sore ini mau pergi ke suatu tempat, apa kamu mau menemaniku?" tanya Julie dengan tatapan penuh harap.

Annabele terlihat berpikir, hingga mengingat peringatan dari Cristian. Jika menolak maka Julie akan curiga dan juga takkan pernah tahu apakah tuduhan Cristian benar.

"Baiklah, akan aku antar," jawab Annabele mengiakan ajakan Julie.

"Hei, mau ke mana? Aku ikut." Sam tiba-tiba muncul di sana.

"Tidak bisa, ini urusan wanita. Ya 'kan, An!" Julie lansung merangkul lengan Annabele.

Annabele tersenyum canggung dengan menganggukkak kepala, jauh di dalam lubuk hatinya kini percaya dengan ucapan Cristian tentang Julie.

"Baiklah, wanita memang selalu menginginkan waktu untuk mereka. Kalau begitu aku pulang duluan." Sam pamit meningalkan Annabele dan Julie.

Julie mengajak Annabele pergi bersama keluar dari gedung perusahaan, saat di lobi Annabele melihat Cristian terus memperhatikan dan Annabele hanya mengedipkan mata, seakan memberi isyarat pada pria itu.

-

-

'Kenapa teman pertamaku di kota ini, teman yang selalu aku banggakan dan jadikan tempat bersandar, kini malah ingin menusukku dari belakang, atau ini hanyalah sebuah kesalahpahaman dan mungkin aku berharap begitu.'

Annabele menoleh sekilas pada Julie yang sedang mengemudikan mobil. Ia masih bertanya-tanya ke mana Julie akan membawanya pergi, karena temannya itu tidak bicara sama sekali.

"Ini agak jauh dari kota," kata Annabele ketika sadar mereka menuju ke sebuah perbukitan dekat hutan.

"Ya, karena aku mau menunjukkan sesuatu padamu," balas Julie menoleh sekilas ke arah Annabele, sebelum akhirnya fokus menyetir menuju tempat yang dimaksud.

Annabele terperangah ketika sadar di mana mereka sampai, tempat yang membuat dirinya sedikit trauma.

"Anna, ayo keluar!" ajak Julie yang sudah turun terlebih dahulu.

Annabele pun turun dari mobil, menatap Julie yang berdiri di tepian tebing. "Apa sebenarnya yang kamu inginkan?" tanya Annabele tak mengerti.

"Kamu ingat tempat ini, 'kan?" tanya Julie yang masih menatap hamparan kota tempat mereka tinggal dari tempatnya berdiri sekarang.

Annabele masih menatap punggung Julie, hingga akhirnya bisa menebak kenapa Julie bersikap seperti itu padanya.

"Kamu masih mengingat itu? Kamu menyalahkanku?" tanya Annabele.

Julie tersenyum getir mendengar pertanyaan Annabele, hingga menghela napas kasar sebelum akhirnya membalikkan badan dengan senjata api di tangan. Julie mengarahkan senjata itu kepada Annabele, matanya memancarkan sebuah kebencian yang teramat dalam.

"Kamu masih bertanya? Apa kamu lupa, hah? Kenapa dia harus melakukan itu demi dirimu, hah? Apa hebatnya kamu?" Julie mencecar Annabele dengan suara tinggi.

"Aku sudah mencegahnya saat itu," kata Annabele mencoba bersikap tenang dalam menghadapi Julie, terlebih karena temannya itu menodongkan senjata api padanya.

"Omong kosong!" Julie meludah ke samping, seakan sedang menghina Annabele. "Apa kamu pikir dengan bicara seperti itu, aku akan memaafkan, tidak! Aku sangat membencimu, Annabele!" Lagi-lagi Julie memberikan tatapan tajam dengan kilatan penuh amarah.

"Jadi semua yang terjadi padaku benar, kamu yang terus berusaha mencelakaiku?" tanya Annabele yang benar-benar tak terlihat rasa takut sama sekali.

"Ya, ya, ya. Tak perlu aku tutupi lagi, bukankah kamu sebentar lagi akan mati di tanganku," ujar Julie dengan senyum miring di wajah.

"Aku yang menyuruh Trishie mendorongmu dari atap, tapi sepertinya dia tidak melakukannya mengingat kamu masih hidup sampai sekarang, lalu aku meminta orang menabrakmu tapi tidak berhasil juga, padahal aku sudah membayar mahal. Bahkan aku hampir mencampur racun dalam kopimu siang ini, sayangnya Sam datang dan membuatku mengurungkannya." Julie mengabsen tindakan yang sudah dilakukan tanpa rasa bersalah sama sekali, bahkan tampak senyum di wajah.

Semua ucapan Cristian ternyata benar. Annabele merasa syok dan tak menyangka, sebenci itukah Julie padanya hingga tega ingin mengakhiri hidup Annabele.

"Kenapa, Julie? Kenapa kamu bisa setega ini? Sedangkan aku juga tak bersalah." Annabele mencoba memahami tindakan yang dilakukan Julie.

"Kenapa? Kamu memang tak punya hati, bagaimana bisa kamu tanya kenapa? Sedangkan kamu tahu jawabannya! Aku mencintai Bastian, kenapa dia mencintaimu dan mati konyol karenamu, hah!" teriak Julie yang sudah diliputi amarah tak terbendung. "Kenapa dia mencintai gadis yang bahkan tak mencintainya? Kenapa dia harus kehilangan nyawa karenamu?" Julie bicara seraya menepuk dada menggunakan tangan yang memegang senjata, tak mampu menahan gejolak hati yang terasa begitu nyeri.

Kedua pundak Julie bergetar, bahkan buliran kristal bening luruh membuatnya menyeka berulangkali.

Annabele ingin mendekat dan memeluk temannya itu, tapi Julie kembali menodongkan senjata yang dipegang.

"Jangan mendekat! Tetap di sana, aku akan mengakhiri semuanya sekarang! Kamu akan mati ditanganku, di tempat di mana Bastian mati, disitulah kamu juga akan mati, Anna." Julie tersenyum miring, lantas menarik pelatuk.

DORRR!!!

Sebutir peluru melesat cepat ke arah Annabele.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status