'Jika memang aku harus mati karena sebuah kesalahan yang tak pernah aku sengaja, apakah aku rela? Apa aku rela menanggung beban kesalahan yang sama sekali tak pernah aku lakukan.'
Annabele melihat dengan jelas peluru itu melesat ke arahnya, hingga terpaan angin itu menerpa wajah. Ia melihat Cristian yang sudah di hadapannya, satu tangan pria itu merangkul pinggang dan membuatnya terhindar dari peluru.
"Ap-apa?" Julie begitu terkejut ketika melihat Cristian yang ada di sana, bahkan bisa membuat Annabele terhindar dari peluru.
Cristian langsung menoleh ke arah Julie, menatap tajam dengan bola mata merahnya. Takkan membiarkan gadis itu melukai Annabele meski hanya seujung kuku.
"Cris." Annabele bisa melihat amarah di tatapan Cristian.
"Persetan dengan kalian!" Julie yang sudah diliputi amarah, benci, dan dendam, kembali mengarahkan mata pistol ke arah Cristian dan Annabele
Annabele hendak mengabaikan tentang taruhan yang dilakukan oleh Bastian dan Max, dia tetap tidak akan menerima hasil taruhan itu meski mendapatkan pemenang. Namun, Annabele tiba-tiba merasa gelisah, entah kenapa dirinya sangat cemas dan tak bisa tenang. Ia pun pergi ke bukit di mana Bastian dan Max melakukan balap mobil, tempat dengan banyak tikungan tajam dan jurang di sisi kanan dan kiri.Saat sampai di tempat itu, Julie ternyata ada di sana, temannya itu terlihat cemas dan khawatir. Hingga ketika dua mobil sudah tampak memasuki garis finish, Annabele melihat mobil Bastian yang memimpin balapan, saat itu Annabele tiba-tiba merasa lega karena setidaknya Bastian yang akan menang, hingga siapa sangka jika Max menabrak bagian belakang mobil Bastian, tepat saat mereka melaju di tikungan tajam, membuat mobil Bastian oleng dan berputar beberapa kali karena kerasnya benturan dan cepatnya laju mobil itu, sebelum akhirnya menabrak pembatas jalan dan mobil itu terjun beb
"Cris." Annabele terkejut sampai memegangi dada, ketika melihat Cristian berdiri di dekat jendela dengan kedua tangan bersidekap.'Ba-bagaimana--" Annabele malah terlihat kebingungan, hingga menunjuk ke pintu dan jendela, seakan sedang mempertanyakan dari mana Cristian masuk."Kamu lupa siapa aku? Aku bisa masuk lewat mana saja," ujar Cristian yang berjalan ke arah ranjang Annabele dan duduk di sana.Annabele memutar bola mata, lalu meniup poni yang jatuh ke dahi ketika ingat siapa pria yang ada di kamarnya.Annabele meletakkan tas di kursi yang terdapat di kamar, kemudian duduk di samping Cristian.Cristian mengamati foto Annabele dan keluarga yang terpajang di atas nakas, membuat sudut bibirnya tertarik ke atas."Kamu masuk lewat jendela?" tanya Annabele memastikan, melihat kalau daun jendela terbuka."Ya, apa kamu mau aku lewat pintu d
"Kamu tidak tahu siapa aku, pergi dari sini atau kamu akan mati!" Cristian berusaha mengusir Annabele, tak ingin melukai gadis itu.Annabele memeluk kedua kaki yang sudah ditekuk, lantas meletakkan dagu di atas kedua lutut."Aku tidak takut mati, karena pada akhirnya juga akan mati," ucap Annabele dengan tatapan sendu.Bagi dia yang kala itu baru berumur 13 tahun, sangat mengherankan karena kematian memang tak menakutkan baginya. Pertengkaran kedua orangtua dan rasa sakit yang dideritanya selama bertahun-tahun ini, serta tak memiliki teman untuk bermain, membuat Annabele putus asa.Cristian membeliak mendengar ucapan Annabele, bagaimana bisa gadis itu bicara tentang kematian semudah itu. Ia menelan saliva saat semakin mencium bau manis darah gadis itu, masih berusaha menekan rasa haus agar tak menyakiti gadis kecil itu."Pergilah dari sini, aku benar-benar tidak bisa menahannya.
'Aku menyukai dekapannya meski tak terasa hangat, mungkin aku yang akan memberikan sebuah kehangatan untuknya.'Malam sudah semakin larut, Cristian masih berada di kamar Annabele. Ia duduk bersandar headbord, sedangkan Annabele duduk bersandar pada bahunya dengan jemari saling bertautan."Jika sepuluh tahun lalu aku memanggilmu dengan sebutan 'paman', apa aku sekarang juga harus memanggilmu seperti itu?" tanya Annabele yang tentu saja mengandung sebuah candaan. Ia menengadahkan wajah untuk bisa menatap ekspresi wajah Cristian."Jika kamu mau, aku tidak masalah," timpal Cristian untuk menanggapi candaan Annabele.Annabele tertawa kecil mendengar ucapan Cristian, hingga kemudian menatap ke arah genggaman jemari mereka."Kamu seorang vampir, tentu saja wajahmu tak berubah meski sudah bertahun-tahun lamanya, karena aku dengar kalau mahluk seperti kalian ini abadi. Katakan padaku, ber
'Saat aku cemas jika akan kesepian, ternyata ada dia yang kini menemani. Kini aku merasa seperti putri yang dijaga oleh seorang pangeran.'Udara dingin mulai menerpa, terdengar suara ranting tertiup angin dan mengetuk jendela. Annabele memeluk selimut yang menutup tubuh, hingga tersadar akan sesuatu. Ia membuka mata, melihat sisi ranjangnya yang kosong, Cristian sudah tidak ada di sana.Annabele mencoba membuka kelopak mata agar bisa terbuka sempurna, hingga memilih bangun dan duduk."Kapan dia pergi?" tanyanya dalam hati.Annabele mengedarkan pandanga, tapi tak melihat apa yang ingin dilihat, hingga memilih menengok jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul enam pagi. Annabele mengulas senyum, lantas turun dari ranjang untuk mandi dan mempersiapkan diri pergi ke perusahaan.--Annabele berangkat ke kantor menggunakan bus seperti biasa, hanya saja pagi ini dirinya terlih
Annabele sudah bersiap pulang. Ia merapikan barang yang ada di meja sebelum pergi."An, apa mau pulang bersama?" tanya Sam yang sudah berdiri di samping Annabele."Owh, sepertinya aku akan pulang sendiri, ada beberapa hal yang ingin aku lakukan," jawab Annabele dengan tangan yang masih sibuk merapikan berkas di meja.Sam menatap Annabele, hingga memilih bersandar di tepian meja."Kamu, benar-benar berpacaran dengan CEO kita?" tanya Sam yang teringat dengan pengakuan Cristian saat di kantin.Annabele terlihat kikuk karena pertanyaan Sam, bahkan sampai menyelipkan berulangkali helaian rambut ke belakang telinga."Ya, benar." Annabele mencoba jujur, lagipula berbohong pun takkan bermanfaat baginya.Sam terkesiap dengan jawaban Annabele, lantas meraih telapak tangan gadis itu dan menggenggamnya erat."Apa kamu tidak bisa
"Alex! Astaga kamu membuatku terkejut!" Annabele yang begitu terkejut langsung mengusap dada."Itu siapa?" tanya Alex yang ternyata melihat Annabele keluar dari mobil."Nggak perlu tahu," jawab Annabele yang mencoba mengabaikan rasa penasaran sang adik."Apa dia pacarmu? Tampaknya dia kaya?" tanya Alex yang ternyata tidak mau menyingkirkan rasa penasaran."Anak kecil nggak boleh bahas soal pacar," sangkal Annabele menjawab pertanyaan Alex.Tentu saja Alex mencebik kesal, hingga kemudian menyeringai ketika melihat Annabele yang sudah berjalan duluan ke rumah."Ma, kakak sudah punya pacar!" teriak Alex yang berlari dan menyerobot masuk ke rumah."Alex!" Tentu saja Annabele begitu terkejut ketika Alex berteriak. Ia pun mengejar sang adik yang berlari masuk ke dalam mencari Samantha.Samantha yang tengah menyiapkan
Samantha merasa tubuhnya lunglai, berjalan dengan gontai setelah bicara dengan dokter yang menangani kondisi Annabele. Ia menghentikan langkah, kemudian mengingat perkataan dokter."Kemungkinan ada beberapa saraf yang tidak bisa bekerja dengan optimal pasca operasi, itu juga bisa disebabkan oleh tumor yang tadinya sudah menggerogoti sistem otaknya. Namun, meski demikian, kita patut bersyukur karena dia selamat bahkan tak mengalami komplikasi lain selain kehilangan ingatannya."Seketika Samantha tersenyum, benar kata dokter itu jika dirinya harus bersyukur."Benar, dengan begini aku akan lebih mudah membawa Annabele. Menjadikannya putri, dan menjauhkan dari orangtua yang tidak bertanggung jawab."Samantha akhirnya menemukan kebahagiaannya, menganggap hilangnya ingatan Annabele adalah mukjizat, dengan begini Annabele tak perlu tahu bagaimana menderitanya gadis itu sebelumnya. Ia sudah sampai di ruang i