Happy reading ;)
-------------
Vin terperangah saat rengkuhan itu terlepas begitu saja, tak mungkin jika pria itu tak sengaja menabrak Tara. Setelah membantu Tara berdiri, langkah itu teramat lebar dan sarkas hingga Vin meraih baju pria yang telah menabrak wanitanya hingga terangkat.
"Astaga!" pekik Tara, ia terkejut saat pria asing itu telah melayang di udara oleh cengkraman amarah kekasihnya. Bahkan ia sempat tak percaya jika Vin terlampau kuat.
Tubuh kekar dan tinggi menjulang memang tak mungkin jika hanya memiliki sedikit tenaga, namun jika mampu mengangkat tubuh pria asing itu, apakah tak keterlaluan?
Vin menyeret tubuh itu hingga membentur dinding Arc The Triomphe, ia tak peduli dengan berpuluh puluh pasang mata tertuju padanya. "Siapa yang menyuruhmu?!" desis Vin tepat didepan wajah pria asing tersebut.
Raut ketakutan tampak kentara di wajahnya yang terlampau lebih kecil dari Vin. Tara tak sampai hati melihat getaran di iris walnut pr
Hi hi i'm back, maaf sudah menunggu terlalu lama ;)Happy reading, have you fun enjoy it ;)--------------------Kekesalan Tara masih tercetak jelas di wajah mungilnya sedang Vin tak henti hentinya menggoda dengan jokes ringan, sayangnya Tara sama sekali tak menggubris Vin walau pria itu berusaha lucu dalam sifat dinginnya.Jelas kesal! jika ia pergi ke Paris untuk perkembangan bisnis dan kerja sama antar perusahaan, mengapa repot repot mengatur jadwalku dan memaksaku mengikutinya? Menyebalkan!"Aku akan suruh Fyodor menemani jalan jalanmu jika kau mau." Vin kembali merangkul Tara yang telah dilepas beberapa kali olehnya."Apa?! Kau kira siapa priaku? Fyodor?!" pekik wanita itu dengan nada kesal, kedua tangan mungilnya senantiasa terlipat di dada. Langkah cepat itu terhenti kemudian berbalik menatap Vin nyalang penuh permusuhan."C'mon Tara maafkan aku. Lalu, apa yang harus ku lakukan?" Vin teramat bodoh jika menyangkut wanita di depa
Happy reading ;)---------------Tara memutuskan akan kembali ke hotel saat mentari mulai meredup berganti senja. Ia tak menyangka bahwa waktu yang ia lewati bersama Matt tak begitu terasa. Tara melirik jam tangan di pergelangan tangannya, senyum itu kian merekah mengingat waktu yang ia habiskan selama 3 jam di museum orsay. Itu berarti Vin telah menyelesaikan meeting dan akan segera kembali ke hotel."Mengapa kau tersenyum seperti itu?" tanya Matt mendapati jejak tawa yang tertinggal di sana."Tidak, aku hanya sedang bahagia." Wanita itu merogoh ponsel saat getarannya kembali bergetar untuk ketiga kali, dan ketiga kali pula ia mematikan panggilan tersebut.Matt yang melirik sekilas hanya menggeleng konyol. Bagaimana bisa seorang mafia seperti Vin begitu tak berharga di depan wanitanya. Oh God! Harusnya pria itu turun jabatan saja jadi Hitman, misalnya."Kau mengerjai kekasihmu?" tanya Matt yang mulai berjalan beriring dengan wanita itu.
Happy reading ;)-------------------"Kau tak apa?" Matt meraih tissue dan segera memberikannya pada Tara, wanita itu bergegas membersihkan noda di bajunya."Maafkan aku, aku tak sengaja." Wanita bersurai golden blonde tersebut meminta maaf sedikit menunduk."Kau bukankah wanita yang ada di museum Orsay?" selidik Tara, walnut legam Tara segera beralih pada noda yang masih tercetak jelas di sana."Ah, mungkin kau salah orang.""Tidak, penglihatan ku masih normal dan sangat sangat jelas." Kening Tara mengerut kesal. Sementara wanita itu hanya mengangkat alis acuh dan berlari memandang Matt."Bukankah kau asisten Mr Vin?" tanyanya mengalihkan pembicaraan."Ya, bagaimana kau tahu?" Matt meraih beberapa kantong makanan yang di bawa oleh Tara. Getaran ponsel kembali membuat Matt mendesah namun mau tak mau ia mengangkat teleponnya saat panggilan tersebut berasal dari Vin."Ya, aku sudah di bawah akan segera kesana," ujar Matt.
Happy reading ;)----------------Vin memilih keluar dari kamar dan menemui Grace yang tengah duduk manis dengan coffe berada dalam genggamannya. Wanita itu menaruh gelas tersebut saat walnutnya bertubrukan dengan Vin.Ia berdiri dan berjalan hendak memeluk Vin, namun pria itu meraih bahu Grace untuk menghentikan tindakannya. Vin mencengkram kuat hingga wanita itu meringis menahan sakit."Jaga sikapmu, jika kau tak ingin bajumu remuk dalam genggamanku," desis Vin penuh ancaman."Hubungan kita hanya sebatas teman masa kecil," sambungnya kemudian. Matt hanya tersenyum simpul melihat adegan itu dari arah dapur. Ia tengah menyiapkan beberapa makanan yang Tara belikan.Grace menelan saliva kelat bersama pandangan yang kosong dan terkejut. Benarkah pria ini tak merasakan sesuatu yang menggebu padanya? Atau benarkah Vin telah jatuh cinta pada wanita itu?"A-aku.. .""Aku tak akan memberikan kesempatan sedikitpun pada orang yang hanya
Happy reading ;)------------------Mentari kembali mengisi hari, namun walnut legam Tara tak mendapati keberadaan Vin di sampingnya seperti semalam. Ia bergerak perlahan seraya mengusap kelopak yang senantiasa terpejam enggan menyapa hari. Kemana Vin?Ia terduduk dengan bersandar pada head bed. Seketika fikirannya melayang pada malam panjang bersama Vin, pria itu dengan terbuka menjelaskan hubungannya dengan Grace di masa kecil.Vin memang sangat tertutup pada orang lain, namun Tara tak tahu apa yang menyebabkan Vin seperti itu dan Grace hanyalah seorang teman yang dapat sedikit masuk dalam hidupnya. Maka dari itu, Vin menganggap wanita itu teman yang ia miliki.Berbeda dengan Grace sendiri, wanita itu tampak mengharap suatu hubungan yang lebih jauh dari sekedar teman atau sahabat. Tetapi, apa mungkin Vin tak memiliki perasaan sedikitpun pada Grace?Tara menghembuskan nafas berat. Ia menarik ingatan pada beberapa kejadian yang sedikit mengg
Happy reading ;)------------------Vin tersenyum simpul hingga cerutu yang berada dalam himpitan jari telah melebur percuma bersama api. "Tergantung sebusuk apa yang ia lakukan, maka aku akan membalas lebih dari itu."Manik cokelat itu tajam bak elang yang akan memangsa dan menghabiskan seluruh rantai makanan dengan semestinya. Tara termenung dan memasuki walnut rapuh namun entah mengapa kini terasa dingin menusuk hingga ke dasar.Sebenarnya siapa dia? Ia bahkan belum mendapat kepastian tentang apa yang ia curigai pada kekasihnya sendiri. Namun melihat sorot mata tajam seperti iblis, haruskah ia menduga bahwa kekasihnya sendiri adalah seorang mafia? Atau ia termasuk ke dalam tim kejahatan internasional yang terorganisir?"Oh begitu, ku rasa aku butuh udara segar untuk menjernihkan pikiran ku." Tara segera beranjak dan berlalu meninggalkan ruangan tersebut.Kepalan tangan wanita itu kian mengetat seiring aliran adrenalin yang terus ter
Happy reading ;)-----------------le Jules Vernes, 08.00 a.m.Lima hari berlalu, Tara memutuskan untuk benar benar berhenti berspekulasi tentang prianya. Ia yakin apapun yang dilakukan Vin padanya hanya semata mata untuk melindungi dirinya.Pria yang begitu menawan dan telah benar benar hidup dalam jiwanya membuat tak ada alasan untuk membenci atau bahkan menjauhi. Justru, ia ingin terus memendam dan mengisi hati oleh keseluruhan prianya."Semua orang tau aku tampan, berhentilah memandangku seperti itu." Vin meraih wine dan menyesap perlahan."Astaga mengapa mulutmu seperti wanita?" Tara menusuk chicken panggang yang telah dingin."Karena kau yang membuatku seperti ini," kekeh Vin dan kembali memotong sandwich tuna."Gaya makanmu memang seperti itu?" Tara mendelik sebelum kembali melahap potongan daging."Tak ada yang salah," jawabnya santai."Berikan padaku." Wanita itu meraih piring milik sang kekasih, ia mengu
Happy reading ;)--------------"Aku tak suka mengulang pertanyaan, siapa yang menyuruhmu menabrak Tara dan memasang alat pelacak pada tubuhnya?" Matt menatap tajam dengan mengeluarkan deagle dan menempatkannya di depan mata.Pria itu bergetar bersama rasa takut yang mulai menguasai diri. Ia tak tahu bahwa yang ia lakukan akan berakibat fatal seperti ini, bahkan ia tak tahu jika wanita itu adalah kekasih dari seorang Mafia.Matt menarik pelatuk bersiap menembak. "S-simone," ujar pria itu dengan walnut merah dan berkaca."Simone? Siapa dia?""A-aku tidak tahu, y-yang jelas dia membayarku untuk menempelkan penyadap itu." Matt menghela nafas panjang dan memindahkan posisi muzzle di area pelipis."Maafkan aku, ampuni aku. Biarkan aku hidup!" Pria itu memohon dengan tangis yang mulai meledak.Sementara Matt, ia mendesah kasar menurunkan deagle dan melemparnya pada Fyodor. Ia memasukkan kedua tangan ke dalam saku dan berjalan menjauh