Bambang baru saja turun dari mobil ketika Felicia keluar dan berlari menyambutnya. Tampak gadis itu begitu panik, membuat Bambang mengerutkan keningnya dan bertanya-tanya apa yang membuat Felicia tampak begitu panik menyambut kedatangan dirinya dan Indah.
"Opa! Untung Opa datang!" nampak gadis itu langsung meraih tangan Bambang, menarik tangan itu masuk ke dalam, membuat Indah tersenyum menatap keakraban mereka.
"Ada apa, Sayang? Semua baik-baik saja, kan?" Bambang mengikuti tarikan tangan Felicia, membuat gadis itu menoleh dan menghentikan langkahnya.
Bambang reflek jongkok melihat raut wajah itu, dengan serius Felicia menceritakan apa yang terjadi.
"Sejak Felis pulang sekolah, mama nggak mau keluar kamar, Opa. Nangis di dalam kamar kata Mbak Rini. Bahkan Gilbert aja seharian ini yang asuh Mbak Rini, padahal mama nggak ke mana-mana." terang Felicia dengan mata membulat.
Bambang terkejut, ada apa dengan anaknya itu? Pe
"Bantuin apaan?"Selly menyeka air matanya, menatap sang papa dengan tatapan memelas. "Ya bantuin gimana caranya biar tetap bisa internship, Pa."Bambang sontak menepuk jidatnya dengan gemas. Ditatapnya Selly dengan seksama. "Kamu mau papamu ini menentang pusat? Kalau semisal bisa dan kamu diharuskan internship di daerah agak terpencil, terus nasib kamu gimana? Kamu mau buat papa-mama dan suamimu tiap hari kepikiran?"Anggara menjentikkan jarinya, sangat setuju dengan apa yang barusan Bambang katakan pada anak perempuannya ini. Sungguh Bambang adalah papa mertua idaman sepanjang masa!"Setuju Pa, bisa stress Anggara di sini mikir nasib anak sama isteri Anggara, Pa."Bambang menatap Selly yang masih sesegukan itu, "Nah suami mu nggak setuju. Nggak ada restu dari suami mu dan kamu mau nekat?"Selly sontak lemas, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kembali menangis meratapi nasib. Semua ini salahnya! Kenapa dulu tidak ia tahan barang se
"Selepas dia ke Jerman, masih sering gangguin elu?"Anggara mengerutkan keningnya, tentu Anggara paham siapa 'dia' yang Kevin maksud. Sudah pasti Nadya tentunya. Ah... dia belum bercerita pada Kevin bukan bahwa adiknya memberikan sebuah perpisahan terindah untuk wanita itu?"Sama sekali nggak, bahkan Selly nyusul dia di bandara pas mau take off." Anggara menyandarkan tubuhnya di kursi, dia lihat betul dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Selly memeluk Nadya bandara kala itu. Bagaimana Nadya menangis sesegukan dalam pelukan Selly."Eh, Selly nyusulin Nadya ke bandara?" Kevin nampak terkejut, sudah Anggara duga."Iya... kasih salam perpisahan karena beberapa hari sebelum dia pergi ke Jerman, dia cari gara-gara, Vin." ingatan Anggara kembali pada saat itu, dimana Nadya memberinya penawaran gila yang sangat tidak masuk akal.Meminta Anggara meniduri dirinya? Hah! Memangnya Anggara laki-laki macam apa? Dia bukan tipe laki-laki
"Kamu ngapain, Ang?" Indah muncul dengan Gilbert dalam gendongan, sementara Felicia melangkah di sisinya."Buatin kesukaan Selly, Ma. Biasanya kalau hamil dia cenderung lebih suka ngemil buah." Anggara tersenyum, tangannya masih sibuk memotong-motong buah-buahan segar yang ia pesan via salah satu e-commerce yang menyediakan bahan makanan segar."Kenapa nggak minta tolong Bi Ijah aja?" senyum Indah merekah, manis sekali bukan menantunya ini?"Nggak spesial ah, Ma. Lagipula kan cuma tinggal potong sama buat sausnya aja."Indah kembali nyetel senyum, tidak lagi mendebat dan mendudukan Gilbert di baby chair miliknya. Felicia pun duduk di kursi meja makan, menatap sang ayah yang tengah sibuk membuat salad buah untuk mamanya."Pa... kali ini nanti adiknya cewek, kan?" tanya Felicia serius.Anggara yang hendak memotong kiwi itu sontak menghentikan aktivitasnya, menatap sang anak gadis dengan senyum merekah."Ya
Anggara baru saja selesai menerima konsultasi pasien ketika ponselnya berdering. Senyumnya merekah ketika mendapati nomor sang isteri terpampang di layar."Halo Kesayangan, sudah bangun?" sapa Anggara dengan begitu manis.Perawat yang mengasistensi dirinya pagi ini nampak mengurungkan niatnya memanggil pasien selanjutnya, membiarkan dokter itu berbincang sejenak dengan sang isteri."Tentu, terima kasih banyak salad buahnya, Sayang! Kata Bi Ijah tadi kamu buat sendiri ya?"Senyum Anggara makin lebar, membayangkan wajah sang isteri yang cantik dan menggemaskan itu."Tentu lah, buat kamu apa sih yang enggak, Sayang?"Asisten Anggara tampak memerah wajahnya. Kenapa jadi dia yang memerah sih mendengar dokter bedah itu tengah menelepon isterinya? Ya ampun... sosok killer dan angker itu rupa juga bisa begitu manis dsn romantis dengan isterinya. Bisa bucin juga laki-laki itu ternyata.Sungguh beruntung wanita yang dipe
“Cerah amat sih wajah mu, Ang?” sapa Yudi ketika Anggara muncul dan masuk ke dalam ruang ganti OK.Ada beberapa residen bedah dan anestesi yang ada di sana, salah satunya adalah residen yang sangat tidak disukai oleh Anggara. Siapa lagi kalau bukan Adit!“Iya nih, habis dapat rejeki lagi,” Anggara menjabat tangan Yudi dan berbasa-basi menjabat tangan residen yang ada di sana termasuk si Adit.“Dapat undian satu milyar?” tanya Yudi heran, tumben secerah ini wajah dokter bedah satu itu, ada apa gerangan?Anggara tersenyum, melepas snelli-nya lalu memasukkan jas putihnya itu ke dalam salah satu loker yang masih kosong. Ia menatap Yudi dengan seksama, lantas menggelengkan kepalanya.“Kalau cuma satu milyar aku nggak bakalan sebahagia ini, Bro.”Mata Yudi sontak terbelalak, “Berapa duit yang kau dapat, Ang? Satu trilliun?”Tawa Anggara sontak pecah, menepuk gemas pundak Yudi yang
“Kok belum masuk panggul ya, Sel?” tampak dokter Anton menatap seksama layar monitor di hadapannya itu, sementara tangan dokter kandungan yang wajahnya mirip salah satu idol Korea itu sibuk menekan-nekan probe di atas perut Selly.Tampak wajah Anggara menegang, ia ikut mengamati dengan seksama layar monitor itu. Posisi bayinya sih sudah siap lahir, hanya saja benar kata dokter kandungan yang menangani isterinya sejak dulu hamil Gilbert, kepalanya belum mau masuk panggul.“Fix besok saya jadwalkan SC lebih cepat, riwayat jarak kelahiran yang dekat, adanya lilitan di kaki yang menyebabkan kepalanya belum mau masuk. Sangat riskan untuk dicoba pervaginam.”Selly menghela nafas panjang. Apa boleh buat? Ia sendiri takut dan tidak pernah terbesit sedikitpun dalam pikiran Selly untuk mencoba melahirkan secara pervaginam! Koas sepuluh minggu di bagian obsgyn membuat Selly paham dan tahu betul apa yang akan terjadi jika dia memaksakan diri mencoba
Selly tengah mengoleskan petrolium jelly ke perutnya, sebuah ritual yang mulai rajin ia lakukan ketika menyadari bahwa dia kembali hamil. Dia tidak mau perutnya muncul banyak streechmark seperti ketika hamil Gilbert dulu, oleh karena itu sejak dini Selly meminimalkan munculnya gurat di kulit karena peregangan kulit yang terjadi.Meskipun tidak terlihat oleh orang-orang, namun bekas streechmark itu sangat menganggu dan membuat Selly minder setengah mati di hadapan sang suami. Oleh karena itu, ia jaga betul kulitnya, ia tidak mau hal itu kembali terjadi. Kalau perlu ia akan berkonsultasi dengan sejawat di bagian kulit kelamin guna memperbaiki kulit yang sudah terlanjur bergurat itu.Selly menutup jar petrolium jelly miliknya ketika kemudian pintu kamar itu terbuka, nampak Anggara tersenyum menatap betapa sexy sang isteri dengan perut membukitnya itu.“Kenapa?” tanya Selly yang sedikit curiga melihat senyum ganjil itu.“Nggak, memang nggak
“Aku tinggal dulu, nanti aku langsung balik, kalau ada apa-apa kabari aku ya?” Selly tersenyum, bibir itu mengecup keningnya dengan begitu lembut. Ia sudah berada di klinik bersalin milik dokter Anton, sesuai jadwal, pukul tujuh malam nanti Selly akan kembali menjalani operasi caesarea yang kedua. “Ma, titip isteri Anggara ya,” pamit Anggara pada Indah yang sudah stand by untuk menemani putri kesayangannya melahirkan. “Jangan khawatir, fokus kerja dulu saja, Ang. Selly aman. Nanti ada mama dan papamu juga datang kemari.” Indah tersenyum, ia begitu antusias dengan kelahiran anak ke dua Selly. Bukan apa-apa, sampai hari H tidak ada yang diberi tahu apa jenis kelamin anak kedua Selly dan Anggara ini. Jadilah Indah begitu penasaran dan ingin tahu cucunya kali ini perempuan atau laki-laki. “Kalau gitu Anggara pamit dulu, Ma.” Anggara menoleh, menatap sang isteri dan tersenyum begitu manis. Ia melambaikan tangan dan melangkah menuju pintu. Tampak Se