Share

My Cold Husband Is A CEO 2
My Cold Husband Is A CEO 2
Author: Shova Nst

Happy Start

Mentari kembali bersinar setelah kemarin menghilang. Cahayanya kian bersinar menerangi semesta. Awal yang baik telah hadir menyelimuti keluarga yang tengah berbahagia kini. Sebuah hadiah dari Tuhan benar-benar membuat keluarga itu bahagia. Tidak lama lagi, sosok kecil akan hadir di tengah-tengah mereka dan menambah kebahagiaan di keluarga itu.

Elgan menatap istrinya yang tengah berbadan dua dengan penuh cinta. Rasa syukur tidak pernah berhenti ia ucapkan di dalam hati setelah mendapat kabar kehamilan Cia. Waktu itu, Elgan tidak membendung air matanya saat kabar kehamilan Cia sampai di telinganya. Ia sangat tidak menyangka kalau Tuhan begitu cepat menginginkannya menjadi seorang ayah. Ia yang sangat berdosa ini telah diberi kepercayaan untuk memiliki buah hati. Elgan bahagia sekaligus terharu ketika kabar bahagia itu menghampirinya. 

"Selamat, Bro." Suara Niko mengalihkan perhatian Elgan dari istrinya yang sedang duduk bersama orangtua, kemudian menatap Niko yang baru saja tiba. Elgan mengamati Niko sebentar, lalu mengulum bibirnya datar. Temannya itu tampak semakin bugar saja saat hubungannya.

Elgan mengulurkan tangannya, menjabat tangan Niko. 

"Makasih, Nik." balasnya tampan ekspresi.

Niko terkekeh pelan. Jarang-jarang ia bisa mendengar perkataan seperti itu dari Elgan. Yah, walaupun pria itu mengucapkan dengan begitu datar seraya menatapnya aneh. Niko sempat bertanya-tanya apa yang salah dengan penampilannya kali ini. Perasaan, ia sudah menggunakan baju dan celana yang pas. Ah, sudah lah. Elgan memang aneh. Ia tidak perlu memikirkan hal itu apalagi sampai menjadi memikirkan apa yang ada di kepala Elgan. Isi kepala pria itu memang sangat sulit ditebak sedari dulu. Lebih baik ia mencairkan suasana agar wajah Elgan tidak terus-menerus seperti Kutub Utara saat melihatnya.

"Sebentar lagi lo bakalan jadi ayah, Gimana perasaan lo?" canda Niko, ikut duduk bergabung bersama Elgan dan kerabat pria itu. Meja bundar di hadapan mereka cukup untuk empat orang dengan beberapa jenis makanan yang telah tersedia di atasnya. Melihat begitu banyak dan menggiurkannya makanan itu, Niko jadi tidak sabar ingin menyicipinya.

"Senang lah. Lo bego atau apa?" sarkas Elgan dengan raut yang beraura tajam. Matanya menusuk Niko seakan ingin mencekik pria itu. Ayolah, saat ini pria itu sedang mengadakan acara syukuran untuk calon anaknya. Tidak bisakah ia melenturkan wajahnya sedikit saja? Hanya untuk hari ini! Hari ini saja! Elgan benar-benar tidak tertolong. 

Niko merengut. Elgan tetaplah Elgan, pria bermulut pedas dan berwajah datar. Tidak ada yang berubah dari pria itu. Elgan tetap pada dirinya sekalipun ia sudah menemukan pawangnya. Ingin rasanya Niko menyumbat mulut pedas Elgan dengan cabai agar pria itu tau bagaimana pedasnya perkataan yang ia ucapkan. Tapi, hal itu tidak mungkin. Niko masih ingin hidup dengan tenang dan mendapatkan gaji yang besar dari bosnya itu. Menyumpal mulut Elgan cabai sama saja dengan menggali kuburannya sendiri. Tidak! Niko tidak mungkin bisa melakukan itu. Ia masih ingin menikah dengan Nadin dulu. Ck! 

"Biasa aja kali. Kan gue cuma mau buat lo seneng dikit. Sensi amat. Cia lagi ngandung malah elu yang sensitif. Senyum dikit kek. Jangan buat orang-orang takut ngeliat wajah lo yang kayak singa itu." Rasakan! Niko memang tidak menyumbat mulut Elgan dengan cabai, tapi ia memberi merica bubuk. Niko sendiri bahkan ingin tertawa keras setelah melihat wajah cengo Elgan mendengar kritikannya. Elgan memang tidak melakukan apa yang ia katakan-memasang senyum dan menghilangkan raut datarnya, tapi... Melihat wajah mengeras Elgan ternyata membuatnya lebih tertarik. Hayo lah, Niko sangat suka menggoda Elgan. Melihat wajah Elgan yang semakin ketat membuatnya ingin terus melanjutkan aksinya. Ck!

"Diam!" 

Niko semakin tertawa dalam hati. Ia tidak boleh kelepasan. Bisa-bisa Elgan semakin marah kalau sampai mendapatinya sedang mentertawakannya. 

"Sttt...." Reza, anak kerja Elgan memperingati Niko agar menghentikan kelakuannya. Reza tidak ingin Niko mengacaukan acara hanya karena kelakuan bocahnya. Melihat Reza dan Amir yang menggeleng pelan kepadanya-mengatakan 'jangan' dengan bahasa tubuh, Niko lantas mengangkat tangannya, menyerah. 

Elgan yang menyaksikan hal itu hanya memutar bola matanya malas. Niko sama sekali tidak berubah. Sahabatnya itu masih saja suka mencari masalah dengannya. Tidak cukupkah masalah yang Niko hadapi bersama Nadin sehingga ia masih ingin menimbulkan masalah dengannya? Ck! Elgan mendengus kesal melihat Niko yang cengengesan melihat ia dan rekan kerja mereka. Melihat pria itu hanya akan membuatnya pusing, lebih baik ia mempertikan Cia yang tampak cantik. Istrinya itu terlihat sangat menggoda dengan perut buncitnya. Hah, melihat itu membuat Elgan ingin acara ini cepat berakhir agar ia bisa mengurung istrinya itu dalam pelukan hangatnya. 

______

Acara syukuran empat bulan kehamilan Cia di mulai beberapa menit yang lalu. Satu persatu agenda acara dilakukan dengan khidmad. Dipandu oleh seorang ustadzah yang diundang khusus oleh oleh kedua orangtua Elgan dan Cia. Tentu saja, hal itu merupakan rekomendasi dari teman-teman arisan mama mereka yang rata-rata berasal dari kalangan atas.

Cia, Elgan beserta keluarga mereka tampak sangat bahagia menantikan kehadiran sosok baru yang akan hadir ditengah-tengah mereka. Keinginan yang mereka nanti-nanti sejak lama akhirnya hadis di perut Cia dan usianya semakin bertambah setiap harinya. 

Elena dan Lira tadinya sempat membicarakan hal tersebut. Mereka bergosip ria membicarakan Elgan dan Cia. Setelah semuanya terbongkar beberapa bulan yang lalu, mereka sangat syok kalau ternyata selama ini hubungan Cia dan Elgan tidak baik-baik saja. Mereka tidak menyangka kalau sepasang suami istri itu sanggup menyembunyikan keretakan rumah tangga mereka dari para orangtua. Syukurnya Niko menceritakan semuanya saat Elgan telah tobat dan menyadari siapa wanita yang ia cintai sebenarnya, sehingga Elena dan Lira tidak sampai sakit jantung dibuatnya. Untunglah ada pengobat hati yang diberikan oleh anak mereka.

Selama acara berlangsung, Elgan tidak sedikitpun menjauh dari istrinya. Tangannya dengan erat menggenggam jemari istrinya yang duduk di sampingnya. Elgan sama sekali tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan wanita di tengah-tengah ruangan itu karena menatap Cia jauh lebih menyenangkan baginya. 

Cia tentu saja menyadari tatapan lekat Elgan yang tertuju padanya. Dan hal itu membuatnya sedikit grogi. Walaupun begitu, ia harus tetap tenang agar Elgan tidak menyadari tubuhnya yang kaku karena tatapan hangat pria itu. Jangan sampai! Cia tidak ingin Elgan merasa menang hanya karena tatapan mautnya. Demi Tuhan, ingin rasanya Cia tenggelam dalam pelukan hangat suaminya itu saat ini. 

"Sayang, haus." Cia berbisik kepada Elgan ditengah-tengah berlangsungnya acara. Menyembunyikan kegrogian ternyata cukup membuat tenggorokannya kering dan ingin dibasahi oleh air. 

Elgan yang sedari tadi menatap Cia langsung merespon perkataan istrinya.

"Sebentar ya, aku ambil dulu," Elgan mengecup kening Cia sebelum beranjak dari tempatnya.

Cia tersenyum manis menatap Elgan, sekaligus lega karena tatapan Elga tidak lagi tertuju kepadanya. Sedetik kemudian, Cia teringat dengan perjalanan cinta mereka. Ia menerawang jauh, mengingat kembali langkah demi langkah hingga ia sampai di titik ini. Kebahagiaannya terasa lengkap sudah. Tuhan telah mengabulkan doa-doanya dengan membuat Elgan membalas cintanya. Tidak lupa juga. Tuhan memberi mereka hadiah dari cinta tersebut. 

Cia kemudian menatap mamanya yang duduk bersama mama mertuanya. Ingin rasanya ia menangis dan berterimakasih kepada kedua wanita itu karena telah menjodohkannya dengan pria yang kini sangat ia cintai kini. Perkataan mamanya dulu memang benar, cinta akan tumbuh karena terbiasa. Kata-kata itu dulu hanya ia anggap sebagai angin lalu, tapi ternyata hal itu memang benar. Ia sudah mengalaminya. Hal itu membuat sesuatu dalam dirinya bersedih. Cia tidak membendung kebahagiaan yang kini menyeruak memenuhi perasaannya.

Tanpa sadar air mata mengalir dari sudut matanya. Semenjak memasuki masa kehamilan, Cia menjadi sangat sensitif. Ia lebih mudah sedih dan marah. Emosinya naik turun. Tidak heran, saat ini ia langsung bersedih setelah mengingat kembali bagaimana perjalanan kelam yang ia lalui.

"Cia, kamu kenapa?!" Elgan kembali. Pemandangan yang dilihatnya kini sungguh membuatnya terkejut juga khawatir. Melihat Cia yang menunduk-menangis sesegukan membuat sisi gelapnya berontak ingin keluar. Ia tidak suka melihat air mata Cia. Jantungnya seperti ditusuk ribuan jatum kala melihat bahu Cia yang bergetar pelan. C'mon! Elgan hanya perlu merengkuh tubuh Cia agar tangis wanita itu meredam.

"Perut kamu sakit? Mulas? Apa yang kamu rasain saat ini." Elgan ikut menunduk demi melihat wajah Cia. Ia menggapai tangan tangan Cia yang menutupi wajahnya.

Orang-orang yang ada di sekitar mereka menatap keduanya penuh tanya. Terutama orangtua mereka yang langsung menghampiri Cia untuk memastikan apa yang terjadi dengan anak dan menantu mereka itu.

"Kita ke dokter sekarang," kata Elgan tegas ketika tidak mendapat jawaban dari Cia. Demi apapun, Elgan sangat khawatir saat ini. Melihat Cia yang menangis tiba-tiba membuatnya berpikiran yang tidak-tidak. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada anak dan istrinya. Elgan berinisiatif ingin menghentikan acara ini dan segera memanggil dokter spesialis kandungan untuk memeriksa kondisi Cia dan anaknya.

"Syam, telpon dokter kandungan. Suruh dia cepat datang!" titah Elgan pada Syam yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Jangan. Aku baik-baik aja." Perkataan Cia sontak menghentikan Syam yang baru saja menempelkan ponselnya di samping telinga. Pria itu lantas segara mengakhiri panggilannya sebelum sang dokter mengangkat telepon darinya dan beranjak-menjauh dari tuan dan nyonyanya. 

Cia mengusap air matanya. Ia sedikit merasa tidak enak karena telah membuat Elgan khawatir. Sekarang ia hanya perlu memperbaiki keadaan dan menghilangkan kecemasan yang tampak jelas di wajah suaminya itu. Hah, kelarutan Cia dalam kesedihan berhasil membuat Elgan kalang kabut. Hah, ternyata keadaan benar-benar telah berubah. Dulu Elgan lah yang bersikeras ingin menjadi penyebab kesedihan Cia.

"Aku hanya terharu karena Tuhan udah kasih kebahagiaan yang sempurna untuk aku," Cia menatap manik mata Elgan. Menyentuh lengan pria itu dengan lembut. Memberi ketenangan agar kecemasan Elgan menghilang. 

Elgan bernafas lega. Melihat Cia yang baik-baik saja membuat jantungnya tadi terpacu dengan cepat kian melambat. sedetik kemudian, ia merengkuh tubuh Cia ke dalam pelukan hangatnya.

Cia terseyum malu. Tentu saja hal itu menjadi tontonan para keluarga dan sahabatnya. Ia lantas membenamkan wajahnya yang merona di balik dada bidang Elgan yang tercetak jelas. Di dalam pelukan itu, Cia tertawa pelan saat Elgan mengusap punggungnya lembut. Karenanya, acara syukuran sang buah hati berlangsung dengan penuh drama. Huh, wangi tubuh Elgan membua Cia enggan melepaskan pelukannya. Ia suka aroma Elgan yang memenangkan. Ia seperti terhipnotis dengan itu. Apalagi saat detak jantung Elgan yang terasa olehnya. Hal itu bagaikan irama yang siap mengantarkannya ke alam mimpi. Cia mulai mengantuk. Usapan lembut di rambut dan punggungnya membuatnya terbuai hingga akhirnya terlelap. Di sisa kesadarannya, Cia berbisik di telinga Elgan dan membalas pelukan suaminya itu.

"El, bawa aku ke kamar kita." Elgan yang mendengar bisikan Cia lantas tersenyum devil. Inikah saatnya?

"Aku ingin tidur." Putus sudah harapan Elgan. Perkataan Cia selanjutnya membuatnya terkekeh pelan. Tidak. Kalau kalian pikir ia akan mereka, maka kalian salah besar. Ia tidak menuruti apapun kemauan istrinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status