Mobil-mobil keluaran terbaru yang tadi parkir di pelataran rumah pasutri itu kini sudah menghilang. Menyisakan empat mobil yang merupakan milik keluarga itu. Para tamu dan kerabat telah pulang saat acara selesai. Yah, walaupun acara syukuran tersebut mengalami banyak drama karena si tokoh utama lebih memilih tidur di kamarnya. Acara tersebut sempat tertunda dan diselingi dengan beberapa hiburan sembari menunggu Cia bangun. Mereka juga tidak berani membantah karena itu juga kemauan Elgan. Pria itu tidak ingin istrinya kelelahan dan harus menahan kantuk hanya karena acara itu. Elgan tidak ingin memaksakan istrinya. Menemani Cia tidur di kamar mereka memang menjadi pilihan yang tepat bagi Elgan. Tentu saja ia tidak membiarkan istrinya itu tidur sendirian. Memeluk dan memanjakan Cia sudah menjadi hobby barunya. Cia yang saat itu sudah sangat mengantuk hanya bisa pasrah saat Elgan menggendongnya ala bridal style menuju kamar mereka yang berada di lantai atas. Ia pun tidak berkata-kata saat Elgan menciumi wajahnya saat pria itu telah membaringkannya di atas ranjang. Ck! Belum lagi pelukan Elgan di pinggangnya yang membuatnya semakin nyaman dan terbuai untuk segera pergi menuju alam mimpi. Syukurnya. Acara tersebut tetap berlangsung dengan lancar saat ia bangun beberapa menit setelahnya.
Ketika para sahabat dan kerabat mereka sudah pulang. Elgan, Cia dan orangtua mereka berkumpul di ruang keluarga yang merupakan bagian favorit dari semua sudut rumah itu. Hiasan dinding juga beberapa guci keramik berukuran besar dengan harga jual selangit mengihiasi ruangan itu sehingga tampak lebih megah. Tidak lupa juga, sofa besar yang ada di tengah-tengah ruangan sebagai penarik utama ruangan itu.
"Sayang kamu tinggal di rumah mama, yuk? Kamu pasti bosen disini sendirian kalo Elgan pergi kerja," ajak Lira yang duduk di samping Bima. Senyum di bibirnya tidak lepas saat menatap menantu kesayangannya.
"Gak. Cia gak boleh kemana-mana."
Sanggah Elgan dengan suara datarnya. Enak saja mamanya itu ingin mengajak Cia pergi. Kalau Cia tinggal di rumah mamanya, jadi ia harus tidur sendirian begitu? Hah! Enak saja! Tidak! Elgan tidak akan mau. Yang ada ia bukan tidur nantinya, namun gelisah karena tidak ada sosok yang bisa ia peluk.
Lira merengut.
"Mama bicara sama Cia bukan kamu." Sentaknya, membuat Elgan tidak bida berkata-kata untuk beberapa saat.
Elgan tidak salah dengarkan? Lira memang mengutarakan keinginannya dengan Cia, istrinya. Tapi, di sini ia merupakan suami Cia. Elgan pantas memutuskan apapun mengenai istrinya.
"Elgan gak perduli. Cia gak akan kemana-mana."
Xavier, Bima dan dan Elena mengulum senyum melihat perseteruan Ibu dan anak itu. Mereka tau maksud baik Lira. Wanita itu tidak ingin menantunya kesepian dan bosan di rumah sendirian. Selain itu, ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada menantunya. Tapi Elgan tidak mengerti hal itu, ia tidak akan mengizinkan Cia pergi menginap di rumah siapapun.
"Mama cuma khawatir sama Cia, El. Kamu ngertiin mama dikit dong. Kamu gak takut istrimu kenapa-kenapa sewaktu kamu kamu kerja? Bukannya mama menginginkan sesuatu yang buruk terjadi. Tapi, kita lebih baik mencegah sebelum semuanya terjadi."
Khawatir katanya? Ayo lah... Elgan lebih tau mau yang baik untuk istrinya. Lagipula, apa yang ada di pikiran Lira sudah lebih dulu ia pikirkan. Elgan tidak mungkin meninggalkan istrinya tanpa pengamanan yang ketat. Dari jauh-jauh hari Elgan bahkan sudah mempersiapkan semuanya. Jangan tanya lagi soal itu! Karena rumah mereka sudah jauh lebih aman dari tempat manapun. Elgan sudah menurunkan para anak buahnya untuk menjaga setiap sudut rumah. Well, acara tadi juga begitu. Mungkin, tanpa keamanan ketat yang telah ia perintahkan kepada anak-anak buahnya, acara mereka tadi sudah diganggu oleh tikus-tikus yang tidak bertanggungjawab.
"Cia lebih aman di sini, Ma. Elgan gak terima bantahan lagi," ujar Elgan datar. Mata tajamnya melihat Lira yang memutar bola matanya malas. Mamanya itu masih saja menentangnya. Tidak bisakah hanya berkata iya agar perdebatan mereka selesai. Elgan sudah malas dalam situasi ini. Ia ingin cepat-cepat berduan dengan Cia. Ck!
"Cia, kamu mau kan tinggal di rumah mama sampai melahirkan nanti?" Jika meladeni Elgan tidak ada habisnya, maka Lira lebih baik cari jalan lain agar ia bisa membawa menantunya.
Cia tersenyum menatap mama mertuanya.
"Cia ngikut kata Elgan aja, Ma."
Elgan tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya. Cia sungguh mengerti dirinya dan ia suka itu. Sedangkan Lira. Ia langsung memasang raut sedih menatap Cia yang menjadi merasa bersalah.
"Lira, sepertinya untuk saat ini Cia tidak perlu tinggal bersamamu ataupun aku. Elgan pasti bisa menjaga dan melindunginya." Elena menanggapi. Setelah dipikir-pikir. Apa yang dikatakan Elgan ada benarnya juga. Rumah merupakan tempat terbaik untuk setiap orang. Dan soal keamanan. Mereka tidak perlu meragukan hal itu lagi. Elgan pasti melindungi istrinya bagaimanapun caranya.
Lira cemberut. Tidak ada satupun yang mendukungnya. Huh! Saat melihat Bima yang diam saja tanpa mengeluarkan argumen semakin membuatnya kesal. Tidak bisakah suaminya itu juga ikut nimbrung agar Elgan luluh dan mengizinkan Cia tinggal bersama mereka? Kalau sudah begini apa lagi yang bisa ia lakukan. Keputusan Elgan sudah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Dasar anak durhaka!
"Ya sudah," sahut Lira pelan. Well, ia akan mengalah dengan putranya itu. Lihat saja! Setelah Cia melahirkan. Ia tidak akan lagi mengalah. Lira akan membawa menantu dan cucunya menginap di rumahnya. Kalau bisa sampai berminggu-minggu. Ah, tidak! Itu terlalu singkat. Berbulan-bulan merupakan pilihan yang paling tepat.
_________
21:10 WB
Elgan dan Cia mengantarkan mama dan mertua mereka pulang hingga depan pintu utama. Cia melambaikan tangannya melihat mobil yang dikendarai keluarganya pergi meninggalkan pekarangan rumah. Di sampingnya, Elgan berdiri sambil merengkuh pinggangnya posesif.
Elgan sangat berhati-hati dalam menjaga Cia. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada istri dan anaknya. Mau dalam kondisi berdiri dan duduk sekalipun, Elgan akan tetap menempelkan tangannya di pinggang Cia. Suami idaman!
"Ayo, masuk." Elgan menuntut Cia dengan pelan dan hati-hati. Setiap langkah yang di lalui istrinya tidak boleh lepas dari pandangannya. Saat mereka melewati undakan, Elgan menambah pengamanannya dengan menegang erat lengan Cia. Ayo lah, itu hanya undakan. Bukan perosotan!
"Besok kita tidur di bawah aja, aku gak mau kamu capek bolak-balik naik turun tangga," ujar Elgan setelah mendudukkan Cia di ranjang mereka. Ia kemudian mengangkat kedua kaki Cia dan meletakkan di posisi yang nyaman untuk istrinya itu dan menuntut Cia untuk berbarinCi
Cia mengangguk. Tidak ketinggalan dengan senyum manisnya.
"Sekarang kamu tidur." Elgan masih pada kegiatannya, memperbaiki letak bantal dan memposisikan tubuh istrinya agar tidur dengan nyaman.
Cia tidak melepaskan pandangannya dari Elgan yang kini sangat perhatian kepadanya. Ia bertanya-tanya kemana perginyanya sikap acuh tak acuh pria itu. Tapi ia sangat suka dengan Elgan yang sekarang. Perhatikan dan penuh kasih sayang.
Elgan menyelimuti tubuhnya dan Cia. Ia memiringkan tubuhnya agar bisa memeluk dan melihat wajah wanitanya. Tangannya terulur mengusap rambut Cia yang lembut. Ia akan mengantarkan istrinya ke alam mimpi dengan penuh cinta.
Elgan menatap wajah Cia yang tampak tenang, istrinya itu baru saja tidur beberapa menit yang lalu. Melihat hal itu, Elgan kembali teringat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu ketika ia menyaksikan Cia yang tidak sadar diri di kamar mandi.
Saat itu, Elgan sangat mengutuk dirinya yang tidak bisa menjaga Cia. Ia menyalahkan dirinya atas kejadian itu. Kepalanya masih mengingat dengan jelas bagaimana mengerikannya kondisi Cia waktu itu. Huh! Membayangkannya lagi hanya membuat Elgan merasa sakit dan semakin menyalahkan dirinya.
Elgan sangat bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk menjadi seorang ayah. Tentu saja perkataan dokter waktu itu, yang mengatakan Cia sedang hamil membuatnya syok sekaligus senang.
Awalnya, ia bahkan tidak pernah berpikir Tuhan akan secepat ini memberinya kepercayaan. Ia tidak begitu yakin dan menyangka Tuhan mempercayai dengan begitu cepat. Elgan berjanji pada dirinya, ia akan selalu ada untuk Cia sampai kapanpun, ia akan menemani istrinya dalam kondisi apapun.
Elgan mengalihkan pandangannya dari wajah damai Cia. Ia kemudian mengangkat baju Cia yang menutupi perut wanita itu. Elgan mengusap perut istrinya yang mulai membuncit. Rasanya sungguh luar biasa ketika ia menyentuh kulit itu. Ada gejolak aneh di dalam dirinya.
"Papa sudah tidak sabar menunggu kehadiran mu, Nak." bisik Elgan pelan dan lembut. Takut membuat Cia terbangun karena suaranya.
Setelah puas mengajak buah hatinya berbicara, Elgan kembali memperbaiki baju Cia, menutup perut istrinya, lalu mengusap lembut pipi wanita itu. Satu kecupan hangat ia tinggalkan di bibir ranum Cia.
"Terimakasih sudah bertahan sejauh ini. Aku mencintaimu istriku," Kemudian Elgan merengkuh tubuh Cia, membawa istrinya ke dalam pelukan hangatnya.
______
Rumah besar yang tampak begitu megah terasa begitu senyap. Sama seperti biasanya. Lampu-lampu ruangan masih menyala padahal matahari sudah mulai menampakkan dirinya. Cia bangun lebih cepat pagi ini di bandingkan Elgan, mungkin karena semalam ia tidur terlalu cepat hingga Elgan kembali dari kantor pun ia tidak sadar.
Pagi ini, ia sangat ingin membuatkan sarapan untuk suaminya. Ia sudah siap dengan celemek yang melekat di tubuhnya. Perutnya yang buncit tampak jelas di balik kain itu. Dengan rambut yang diikat asal, Cia tidak sabar bermain dengan alat-alat dapur untuk sudah jarang ia pegang. Hah! Semua itu tentu karena Elgan. Pria itu membatasi aktivitasnya di rumah ini.
"Nyonya, biar kami saja yang mengerjakannya. Tuan bisa marah kalau melihat nyonya mengerjakan pekerjaan kami,"
Dua orang pelayan yang ditugaskan oleh Elgan untuk mengurus bagian dapur menatap Cia dengan takut dan khawatir. Salah satu dari mereka menegur Cia untuk tidak melanjutkan pekerjaannya. Mereka melakukan itu juga untuk kebaikan bersama. Mereka tidak ingin dimarahi oleh Elgan jika pria itu mendapati Cia sedang memasak. Begitu pula dengan Cia, mereka tidak ingin majikan mereka itu dimarahi oleh suaminya.
"Santi, Ratih, kalian tenang saja, Elgan masih tidur. Aku akan selesai sebelum Elgan bangun, jadi dia mungkin tidak akan melihat ku." Cia menatap kedua pelayan di rumahnya sambil tersenyum lembut untuk menghilangkan kekhawatiran mereka. Namun, bukannya berhasil, Cia malah membuat mereka menjadi lebih takut. Ayo lah, Santi dan Ratih hanya ingin posisi mereka tetap aman. Melihat Cia yang bekerja di dapur juga membuat mereka tidak tega.
"Tapi nyonya, kami khawatir dengan kesehatan Anda," Santi menyahut.
"Terimakasih telah menghawatirkan ku. Tapi ini pekerjaan ringan, aku akan baik-baik saja. Lagipula, pagi ini rasanya aku sangat ingin membuat sarapan untuk Elgan. Apa ini yang namanya mengidam?" Lagi-lagi Cia meyakinkan kedua orang itu.
"Sudah-sudah, kalian kerjakan saja apa yang ingin kalian lakukan. Aku akan mulia membuat sarapan sekarang." Tanpa menunggu jawaban dari pelayan, Cia mulia mengeluarkan bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk membuat sayur bening bayam.
Setelah mengeluarkan semua bahan dari kulkas, Cia kemudian memotong bayam, cabai, bawang dan bahan-bahan lainnya. Cia menghidupkan kompor gas tanam dan meletakkan wajan di atasnya. Senandung kecil terdengar pelan dari bibirnya yang ranum. Akhirnya, setelah sekian lama ia bisa kembali bernostalgia dengan dapur kesayangannya itu. Mood Cia sangat naik hari ini. Ia akan membuatkan masakan yang enak untuk suaminya tercinta. Lihat saja nanti, Elgan pasti akan memuji masakannya. Memikirkan hal itu membuat wajah Cia memanas.
"Sudah-sudah. Nanti saja memikirkan Elgan," seloroh Cia pada dirinya.
Ia sudah selesai memotong bahan-bahan yang diperlukan. Sekarang masuk ke tahap selanjutnya. Cia baru saja memasukkan air ke dalam wajan, tiba-tiba seseorang mematikan kompor dengan cepat, membuatnya terkejut setengah mati.
"Siapa yang mengizinkanmu memasak?" suara rendah yang terdengar tajam itu terasa dekat di telinga Cia. Ia sampai bergedik karenanya.
Lima tahun kemudianMasih sama seperti beberapa tahun sebelumnya, rumah mewah yang dihuni oleh Elgan bersama istri dan anaknya tetap dijaga ketat oleh beberapa bodyguard di beberapa bagian. Semua hal itu dilakukan Elgan demi keselamatan dan keamanan keluarga kecilnya. Sejauh ini memang tidak pernah lagi terjadi hal-hal mengerikan yang dulu pernah menimpa mereka, namun bukan berarti Elgan akan mencabut semua keamanan itu. Tidak! Ia tetap tidak ingin mengambil resiko yang berbahaya hanya karena situasi saat ini terlihat aman. Elgan tidak bisa menjamin kalau orang-orang di luar sana tidak ada yang membencinya. Elgan masih takut dan trauma untuk mempercayai orang lain dengan mudah. Setelah Mr. Bill mengkhianatinya, tidak ada satupun orang lain yang menjadi teman dekatnya. Tentu saja Niko dan Nadi berbeda. Elgan bisa menjamin kesetiaan sepasang suami istri itu kepada keluarganya.Siang ini, Elgan sedang tidak berada di rumah. Ia masih memiliki beberapa t
Setiap wanita pasti menginginkan pernikahan yang sangat berkesan di hidupnya karena hanya dilakukan sekali seumur hidup. Menikah dengan orang yang dicintai merupakan suatu anugerah dari Tuhan karena telah mengizinkan kita menikah dengan orang tersebut. Sebagian orang mungkin menghadapi pilihan yang pahit saat pihak keluarga lebih memilih menikahkan putra atau putri mereka dengan gadis dan lelaki pilihan mereka sendiri. Untungnya, keluarga Nadin dan Niko bukan orang-orang yang seperti itu. Mereka diizinkan untuk memilih pendamping hidup masing-masing dan tidak memaksakan kehendak.Mungkin hal itu jugalah yang menjadi perbedaan antara keluarga besar Elgan dan Niko. Namun, bukan itu yang terpenting karena masing-masing dari mereka akhirnya telah menemukan kebahagiaan. Dan semua itu tidak didapat dengan begitu mudah. Pengorbanan yang tidak sedikit telah mereka lakukan demi sampai pada titik yang bernama bahagia.Acara pernikahan tidak berlangsung di Jakarta pus
Dua tahun kemudianDi kamar tidur seorang anak kecil yang kemarin baru saja merayakan ulangtahunnya yang ke dua tahun, King berupaya untuk turun dari tempat tidur setelah menyalakan lampu nakas.Rambutnya yang kusut serta mata sayu yang masih setengah terbuka itu membuat King tampak begitu menggemaskan.Berhasil. King berhasil mendarat dengan sempurna di atas lantai. Senyum tipis terukir di bibirnya yang berwarna pink alami. Berjalan pelan menuju pintu, King berjinjit agar tangannya bisa mencapai gagang pintu dan membukanya. Lagi-lagi ia menarik kedua sudut bibirnya saat berhasil melakukan hal tersebut.King berlari kecil menuju kamar yang ada di sebelah kamarnya. Sesampainya di depan pintu itu, ia kembali berjinjit dan membuka pintu selebar-lebarnya. Di sana, ia langsung mendapati kedua orang tuanya yang masih bergelut di balik selimut tebal yang sangat cocok untuk menghangatkan tubuh di kala musim dingin seperti ini.Setelah menutup p
Kehilangan. Tidak seorangpun menginginkan perpisahan. Kehilangan seseorang meninggal luka mendalam di hati orang-orang yang ditinggalkan.Di depan makan sang putri, Cia terisak pelan seraya mengusap gundukan tanah yang masih basah. Bahunya bergetar hebat, menyeimbangi isak tangisnya yang tak kunjung berhenti.Elgan yang berjongkok di samping sang istri tidak berhenti mengusap pundak Cia. Untuk yang kedua kalinya ia menangis di depan makam sang putri yang telah mendahului mereka. Mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya, Elgan kembali memenangkan Cia."El, aku belum pernah melihatnya, kenapa putriku tega meninggalkan aku?" gumam Cia di sela-sela tangisannya."Apa dia membenciku, El? Apa dia merasa aku bukan Ibu yang baik makanya dia pergi? El, aku ingin ikut dengannya. Aku mau menjemputnya...," ratap Cia, histeris.Elgan yang mendengar hal itu langsung menarik Cia ke dalam pelukannya, menjadikan dadanya sebagai tempat pelam
Hari ini jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Semua hal berat yang dilalui kian menguap dan menghilang saat sang pujaan hati kembali ke pelukan. Mimpi buruk itu telah berlalu. Siapapun tidak ingin kembali masuk dan melihat mimpi yang mengerikan itu. Jika boleh, sang raja hanya ingin hidup seperti ini, bersama ratu menghabiskan sisa-sisa hidupnya.Berlebihan bukan? Namun, begitulah yang Elgan inginkan. Ia tidak butuh apapun selain Cia. Ia tidak butuh orang lain selain istrinya. Sudah lebih dari lima belas menit lamanya Elgan memeluk pinggang istrinya itu, membuat sang empu geleng-geleng melihat mode posesif suaminya yang aktif."El, kamu gak capek meluk aku terus?" Di atas ranjang yang hanya muat untuk satu orang, Elgan duduk bergabung bersama Cia di tempat itu.Elgan menggeleng pelan di dalam ceruk leher istrinya. Posisi ini masih terasa nyaman dan ia belum ingin melepaskan pelukannya dari tubuh Cia. Berminggu-minggu berjauhan dan t
Cia berdiri seorang diri di tengah-tengah padang rumput yang hijau. Ia menatap sekelilingnya dengan penuh tanda tanya. Tempat itu terasa asing baginya. Cia kembali melangkah, mencari tempat beristirahat dan juga pertolongan. Rasanya sudah cukup lama ia berjalan, namun hingga saat ini ia tidak melihat satu orangpun di tempat itu.Di depan sana, Cia melihat pohon rimbun yang mungkin akan bisa menjadi tempatnya beristirahat. Ia lantas mendekati pohon itu dan duduk di bawahnya. Cia masih tidak mengerti tempat apa yang kini ia masuki. Rasanya begitu asing dan aneh. Hanya ada dirinya di tempat yang luas itu, sehingga ia tidak bisa bertanya kepada siapapun jalan menuju pulang.Cia bersandar di batang pohon dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat. Belum lagi angin sepoi-sepoi yang berhembus menerpa kulitnya, memberinya kenyamanan dan ketenangan."Mama, Mama.""Mama.""Mama."Cia terkejut dan langsung membuka ma