Share

Morning Sick

Kamar bernuansa putih itu masih tampak remang-remang dan hanya diterangi oleh lampu tidur yang ada di atas nakas. Kedua insan yang tidur saling berpelukan itu tampak begitu nyenyak. Maybe, mimpi indah sedang menghampiri mereka. Untuk beberapa bulan belakangan ini, melihat kedua orang itu tidur sambil berpelukan buka lah lagi hal yang aneh. Tentu saja karena mereka telah mengetahui perasaan masing-masing dan telah menemukan orang yang tepat. Pasti akan ada yang kurang kalau mereka tidak seperti itu. Yups... Elgan dan Cia masih seperti pengantin baru. Pengantin baru yang terlambat. Oh my God!

Di dalam pelukan Elgan yang sangat nyaman, Cia mulai gelisah saat merasa sesuatu yang aneh sedang terjadi dengan perutnya. Belum lagi mual yang ia rasakan saat ini semakin membuat Cia tidak nyaman untuk melanjutkan tidurnya. Mengalami hal seperti itu bukan lah yang pertama kalinya untuk Cia, sehingga ia konek dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Cia menjauhkan tangan Elgan dari atas butuhnya, kemudian memeluk perutnya yang semakin bergejolak. Ia merasa sesuatu akan keluar dari mulutnya. Dengan begitu, ia berjalan cepat ke kamar mandi dengan penerangan yang minim.

Huekkk...

Hueekk...

Cia memuntahkan cairan bening di wastafel. Rasanya begitu pahit dan sangat tidak enak saat cairan bening itu melewati mulutnya. Oh God! Ternyata beginilah yang dirasakan oleh setiap Ibu. Cia mengusap cairan bening yang membasahi matanya tanpa sadar. C'mon, ia tidak boleh secengeng ini. Ia harus kuat demi anaknya. Sebisa mungkin Cia menguatkan dirinya saat rasa pusing memperlengkap penderitaannya. Oh, no! Ini bukanlah sebuah penderitaan. Rasanya kurang cocok kalau Cia menganggap morning sick ini sebagai penderitaan. Bukan! Cia sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Ini merupakan kenikmatan yang mengiringi masa-masa kehamilannya. Dan tentu saja, ia tidak masalah dengan itu selagi calon anaknya baik-baik saja.

Di ruangan yang masih remang-remang itu, Elgan menyapu tempat disampaikannya dengan tangan saat merasakan kehilangan sosok istrinya dari dekapannya. Matanya yang terpejam perlahan terbuka untuk memastikan kekosongan yang ia rasakan. Elgan mengernyit heran saat keberadaan Cia tidak ada di sana. Ia lantas menghidupkan lampu kamar. Mata tajamnya yang masih belum terbuka sepenuhnya menyusuri ruangan tersebut. 

Kemana Cia? Elgan membatin. 

Huekkk...

Huekkk...

Keheranan yang memenuhi perasaan Elgan terjawab sudah saat ia mendengar seseorang yang sedang muntah dari kamar mandi. Ia lantas dengan cepat turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi menghampiri Cia. Tubuh Cia yang membungkuk di depan wastafel menjadi objek pertama yang seketika membuatnya ia takut.

"Sayang," Elgan menyentuh tengkuk Cia, memijitnya pelan dengan perasaan cemas membuncah.

Cia mendongak, menatap raut khawatir Elgan dari pantulan cermin. Matanya yang sayu membalas tatapan Elgan sesaat sebelum kembali memuntahkan cairan bening yang pahit juga asam itu.

"Sayang, please jangan buat aku khawatir." Elgan terus memijat tengkuk Cia pelan dengan raut khawatir yang tercetak jelas. Melihat Cia yang seperti ini sungguh membuatnya tidak tega. 

"Hari ini kita ke rumah sakit. Tidak ada penolakan," tegas Elgan sambil menahan rambut Cia ketika istrinya itu kembali menunduk dan muntah.

Cia yang tidak sanggup berkata-kata hanya mengangguk dan menatap Elgan dari pantulan cermin. Ia dapat melihat kekhawatiran diraut wajah suaminya itu. Bersamaan dengan itu, rasa pusing juga ikut menyerangnya membuat Cia harus berpegangan pada lengan Elgan agar tidak tumbang. Sebenarnya, Cia cukup heran mengenai morning sicknessnya yang juga belum berakhir, padahal ia sudah melewati masa trimester pertama. Cia berkumur-kumur membasuh mulutnya saat mual yang ia rasakan sudah mulai berkurang. Dengan siaga, Elgan langsung mengambilkan tisu untuk Cia dan membersihkan area sekitar mulut istrinya.

Cia memeluk pinggang Elgan seraya memicingkan matanya ketika pria itu mengelap bibirnya. Matanya kembali berair. Mendapatkan perhatian dari Elgan membuat Cia kembali berkaca-kaca. Bukan tangis sedih yang sedang ia rasakan. No! Tapi, tangis haru yang membuat hatinya sedang dan merasa disayang. 

Dengan sekali sentakan, Elgan menggendong Cia ala bridal style untuk kembali ke tempat tidur. Cia yang masih merasa pusing seketika memicingkan matanya saat menatap langit-langit kamar yang ia di lihat dari dalam gendongan Elgan. Elgan menunduk. Melihat wajah bibir pucat Cia membuatnya tidak tenang. Ia harus segera membawa istrinya ke rumah sakit terdekat. Elgan membaringkan tubuh lemah Cia dengan penuh kehati-hatian. 

"Siap kan mobil. Kita akan ke rumah sakit!" Perintah Elgan kepada Syam melalui ponselnya. 

Elgan duduk di sisi ranjang setelah menyimpan kembali ponselnya. Tangannya terulur mengusap wajah Cia yang pucat. Ia sangat tidak tega melihat Cia tampak begitu kesakitan merasakan morning sicknya. Elgan mengusap mata pelan mata Cia yang terpecam. Tidak lupa, ia juga meninggalkan kecupan singkat si sana. 

Tok tok tok

"Tuan, saya mau mengantarkan sarapan untuk nyonya," suara Santi terdengar dari balik pintu. Mengalihkan perhatian Elgan dan membuat Cia kembali membuka matanya.

"Masuk," suruh Elgan datar. Raut wajahnya setika menjadi datar seiring dengan terbukanya pintu kamar mereka. 

Elgan kembali menatap Cia dan membelai wajah wanita itu dengan lembut. Sedangkan, Cia menatap Santi yang kini berjalan mendekati mereka. Ia membalas senyuman Santi dengan lemah ketika wanita itu melemparkan seutas senyum kepadanya. Dalam hati Cia bertanya-tanya dengan apa yang dilakukan oleh Santi saat ini. Tidak biasanya wanita itu mengantarkan sarapan dengan begitu cepat. Huh! Kalau sudah begini. Hal itu, pasti campur tangan Elgan. Well, kalau begitu Cia tidak perlu bertanya lagi. Sudah pasti itu ulah suaminya.

"Ini sarapannya, Nyonya." Santi meletakkan sepiring menu sarapan beserta minumannya di atas nakas. Wanita itu menatap Cia sekilas kemudian menunduk takut saat matanya bertemu dengan mata Elgan yang tajam.

"Thanks ya Santi," ucap Cia pelan.

"Keluar." Baru saja Santi hendak menjawab ucapan majikan perempuannya itu, suara Elgan sudah menginstruksinya dengan tegas. Hal itu semakin membuat Santi menunduk dalam dan langsung berpamitan kepada sepasang suami istri itu.

"Saya permisi, Nyonya, Tuan." Santi langsung mundur dari tempatnya, lalu berbalik dan pergi dari hadapan majikannya tersebut. Setelah keluar dari ruangan itu, Santi lantas mengusap dadanya dan menarik nafas dalam. Sungguh atmosfer yang ia rasakan sangat berbeda ketika berada di ruangan yang sama dengan Elgan. Pria kejam itu membuatnya merasa ketakutan walau tanpa melakukan apapun. Ayolah... Tidak bisakah pria itu memperlakukannya dengan baik juga?.

Di dalam kamar, Cia langsung mencubit pinggang Elgan setelah kepergian Santi. Ia kesal sendiri karena suaminya itu telah membuat Santi tidak nyaman dan menjadi ketakutan. Elgan yang menerima cubitan dari Cia tanya tampak slow. Cubitan Cia tidak memberikan reaksi apapun kepadanya. C'mon, Elgan bukan tandingan yang seimbang untuk Cia yang masih sangat lemah. Hal itu membuat Elgan sedikit geli ketika melihat bibir Cia yang manyun. Istrinya itu pasti kesal kepadanya. Ck! 

"Aku gak mau makan, gak selera," celetuk Cia ketika Elgan mengusap pinggangnya. Ayolah... ia juga tau kalau Elgan hanya berpura-pura kesakitan. 

"Kamu harus makan. Setelah itu, baru kita pergi ke rumah sakit. Aku gak mungkin bawa kamu ke sana dengan perut kosong," tegas Elgan. Kemudian, mengambil nampan berisi menu makan pagi Cia kali ini. 

"Gak mau," Cia memalingkan wajahnya saat Elgan menatapnya menuntut.

"Aku gak mau makan itu," tambahnya masih dengan menolak untuk menatap Elgan.

Elgan menghela nafas pelan. Ya Tuhan, kenapa istrinya ini keras kepala sekali sih? Elgan hanya khawatir dan tidak ingin perut Cia kosong. What's wrong? 

"Makan," suruh Elgan, tanpa ekspresi.  Wajahnya kembali datar saat Cia menolak perintahnya. 

Cia menutup mulutnya rapat-rapat dan mendorong tangan Elgan yang hendak menyuapinya.

"Aku gak mau makan itu. Aku mau Sate," lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca. 

Oh God! Ada apa lagi dengan istrinya ini? Elgan bahkan tidak membentaknya, tapi Cia sudah tampak ingin menangis. Elgan hanya ingin yang terbaik untuk istrinya. Membiarkan perut Cia terus-terusan kosong bukanlah hal yang tepat. Elgan tidak ingin sesuatu yang buruk semakin memperumit keadaan. Elgan tidak akan memberikan kelonggaran untuk Cia menyangkut kesehatan istrinya itu. Ayolah... Elgan hanya ingin Cia makan. Tidak banyak.

Elgan menghela nafas. Ia tidak boleh marah. Rautnya juga tidak boleh sedatar itu melihat Cia. Istrinya itu sedang dalam masa sensitif saat ini. 

"Iya, Sayang. Nanti kita beli sate, tapi kamu makan dulu ya. Aku pasti belikan kamu Sate kalau sudah makan. Tiga suap aja," ujar Elgan rendah. Jangan sampai ia salah dalam berucap, bisa-bisa Cia tersinggung atau salah mengartikan perkataannya. 

Cia merengut seraya mendesah pelan. Elgan masih tetap sama. Aura Elgan benar-benar membuatnya tidak dapat menolak perintah pria itu. Ya Tuhan, di sini dia lho yang sedang sakit, kenapa malah Elgan yang harus dituruti? Ck! Suaminya itu benar-benar sangat menyebalkan sekaligus menyeramkan. Tidak sadarkah pria itu kalau ia masih merasa pusing dan mual? Menyebalkan. Well, jika sudah begini. Cia tidak berani melawan lagi. Tatapan Elgan yang datar membuat nyalinya menciut. C'mon. Elgan pasti telah menjadi suami durhaka karena memaksanya makan.

Tanpa berkata apapun, Cia membuka mulutnya. Elgan yang melihat itu mengulum bibirnya dan segera menyuapi Cia. Kalau begini kan Elgan jadi senang. Jika dari awal Cia langsung menuruti perintahnya, Elgan juga tidak akan sempat membuat wanita itu takut. Suapan demi suapan Elgan berikan kepada Cia hingga menyisakan setengah porsi. 

Elga tersenyum puas. Ia lantas mengusap puncak kepala Cia dengan lembut seraya tersenyum tersenyum tipis. Beginilah yang ia mau. Cia yang penurut dan tenang. Setelah membantu Cia minum dan meletakkan kembali nampan di atas nakas, Elgan kemudian membantu Cia untuk bersiap-siap ke rumah sakit. Elgan menyisir rambut wanita itu hingga rapi dan mengucirnya. Tidak lupa, Elga juga memakaikan kardigan lengan panjang dan sendal untuk istrinya itu. 

Elgan menggandeng tangan Cia menuruni satu persatu anak tangga dengan sangat hati-hati. Tidak boleh ada kesalahan, karena akibatnya akan sangat fatal. Di depan sana, Elgan dan Cia melihat Syam yang sudah menunggu mereka di balik stir kemudi. Elgan membukakan pintu untuk Cia dan membantu wanita itu menaiki mobil. 

"Jalan," suruh Elgan setelah memastikan posisi Cia sudah aman dan nyaman. 

Mobil mewah yang kuncinya selalu bersama Syam itu pun pergi meninggalkan pekarangan rumah. Menembus padatnya ibu kota di pagi hari yang cerah ini. 

Dari dalam dapur, seorang wanita menatap kepergian Elgan dan Cia dalam diam. Matanya menatap nyalang mobil yang semakin menjauh itu.

"Bersenang-senang lah kalian selagi bisa," gumamnya tanpa ekspresi.  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status