Share

CHAPTER 4

Author: MarniHL
last update Last Updated: 2025-01-11 18:07:13

"Gak habis pikir gue sama Bagas. Bisa-bisanya dia ninggalin kita gitu aja," omel Ela.

"Dia gak betah. Soalnya dia kan gak suka golf," ujar Juan.

"Ya gue paham kalau dia gak suka, tapi yang gue gak paham kenapa dia pergi gitu aja? Padahal kan ada Arin, istrinya dia."

"Udah, gak usah dipikirin. Gue gak papa kok," ucap Arin sembari tersenyum.

Justru Arin malah merasa lebih tenang karena Bagas sudah pergi. Bukan tanpa alasan, melainkan karena Arin masih kesal dengan Bagas. Bukan masih, lebih tepatnya selalu.

"Nanti gue coba ngomong sama dia biar gak kayak gitu lagi."

"Emang lo harus ngomong sama dia. Bilangin ke temen lo yang sok dingin itu. Sama istri sendiri cueknya kebangetan."

Arin tertawa kecil. Rasanya lucu ketika mengingat kembali ucapan Ela sebelum bertemu dengan Bagas. Jika dibandingkan dengan sekarang sungguh jauh berbeda reaksi Ela. Malah sekarang Ela yang lebih marah dibanding dirinya.

"Kok lo malah ketawa sih?"

"Gue cuma lucu aja sama lo. Perasaan waktu kita belum ketemu Bagas lo muji dia. Sekarang lo malah hujat dia."

"Orang bisa berubah-ubah kan."

***

Arin sampai di rumah sudah gelap. Ketika dia masuk Arin dibuat terkejut karena Bagas yang sedang duduk di ruang tamu sembari memainkan ponselnya dengan keadaan gelap karena lampu tidak dinyalakan. Arin segera menekan saklar lampu untuk menyalakannya.

"Kenapa lampunya gak dinyalain?" tanya Arin dengan ekspresi datar.

"Gak papa. Biar hemat listrik."

Arin tidak habis pikir dengan jawaban konyol yang diberikan Bagas. "Kalau ada maling masuk gimana? Punya otak kok gak dipake."

"Tapi maling gak masuk."

Lagi-lagi kesabaran Arin harus diuji oleh setiap kata yang keluar dari mulut Bagas. "Lama-lama gue lem juga mulutnya," gumam Arin kesal.

"Ya udah, kalau mau malingnya masuk tungguin aja. Biar kemalingan beneran."

***

"Di mana, ya?" gumam Bagas ketika mencari kaos kakinya, tapi tidak dapat menemukannya.

Awalnya Arin tidak peduli dan lebih memilih sibuk merapikan rumah sebentar sebelum akhirnya berangkat ke restauran, tapi karena Bagas yang terus mondar-mandir di hadapannya membuat Arin jadi kesal sendiri.

"Cari apa?" Akhirnya Arin memutuskan untuk bertanya karena sudah tidak tahan.

Bagas menoleh sejenak pada Arin. "Kaos kaki."

"Kaos kaki bukannya di lemari? Kan ada banyak."

"Iya, tapi kaos kaki yang saya biasa pakai gak ada di lemari."

"Emang harus banget pakai kaos kaki itu? Gak bisa pakai yang lain?"

Bagas yang masih terus mencari langsung menggeleng.

"Kaos kakinya warna apa?"

"Hitam sama ada putih dikit."

Arin pun akhirnya ikut mencari. Tak butuh waktu lama bagi Arin untuk menemukannya. "Yang ini bukan?"

"Iya." Bagas seketika tersenyum lega lalu mengambilnya dari Arin. "Makasih."

Untuk pertama kalinya Arin melihat Bagas yang tersenyum lebar hanya karena menemukan kaos kakinya. Padahal cuma kaos kaki. Apa mungkin kaos kaki itu pemberian dari seseorang? Sampai-sampai Bagas menolak untuk memakai kaos kaki lain dan rela membuang waktu untuk mencarinya. Arin segera menggeleng. Untuk apa juga dia penasaran dengan hal yang tidak penting? Buang-buang waktu saja.

***

"Pak, maaf, itu bukannya istri bapak, ya?" ucap salah seorang karyawan Bagas ketika melihat Arin yang sedang mengobrol dengan seorang pria.

Kebetulan Bagas mengajak beberapa karyawannya makan malam bersama di restauran yang cukup dekat dari kantor, setelah melakukan rapat yang cukup lama. Walaupun dingin, Bagas merupakan atasan yang cukup peduli dengan karyawannya. 

Bagas menoleh mendapati Arin sedang mengobrol sembari tertawa. Bagas tidak mengenali pria tersebut. Bahkan ini kali pertama Bagas melihatnya. Tak lama kemudian pria tersebut pergi.

Baru saja Arin hendak pergi, langkahnya terhenti ketika Bagas memanggilnya. 

Arin cukup terkejut karena Bagas tidak sendiri, melainkan bersama para pegawainya. 

Arin pun kemudian tersenyum. "Malam semuanya." Arin menyapa.

"Malam bu."

"Kamu ngapain di sini? Kok gak bilang kalau lagi di dekat kantor?" Bagas bertanya.

"Em, itu tadi abis ketemu temen. Aku balik duluan, ya."

"Bu Arin ikut makan sama kita aja." Salah seorang karyawan Bagas menyahut.

"Makasih sebelumnya, tapi saya harus pulang."

"Udah, kamu ikut aja. Nanti kita pulang bareng. Saya gak mau kamu pulang sendiri," ucap Bagas.

***

"Soal yang tadi ..."

Belum sempat Bagas selesai bicara, Arin sudah buru-buru menyela. "Iya, saya tahu. Seperti biasa, anda bersikap romantis dan perhatian di depan pegawai-pegawai anda biar dikira kita pasangan paling romantis, kan? Tenang aja, gak usah khawatir. Saya gak akan kebawa perasaan kok. Kan udah biasa. Lagian juga saya gak bakal suka sama anda."

"Bukan itu. Cowok yang tadi siapa?"

"Kan udah dibilangin temen. Gak percaya? Atau mau ditelfonin?"

Bagas menggeleng. "Lain kali kalau ketemu cowok jangan di area kantor saya." 

Arin melongo tidak percaya. Maksudnya apa ucapan Bagas tadi? Apa Bagas berpikir kalau dia sedang mendekati cowok lain dan tidak mau citranya di depan para pegawainya menjadi jelek karena dirinya pergi dengan cowok lain? Kalau dugaan Arin benar, maka itu sungguh tidak masuk akal.

"Bentar, anda masih gak percaya sama saya? Kan saya sudah bilang cowok tadi itu teman saya. Kita juga ketemu karena ada alasan. Kalau anda tidak percaya saya bisa minta dia untuk ketemu langsung dan jelaskan ke anda kalau perlu ajak semua karyawan-karyawan anda biar jelas semuanya." Setelah berucap demikian, Arin langsung pergi ke kamarnya lalu menutup pintu cukup keras.

****************************

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Cold Husband   CHAPTER 138

    "Sendiri aja, Rin? Gak sama Bagas?" tanya Rika ketika Arin sampai di rumah."Iya ma, dari resto langsung ke sini jadinya gak bareng Bagas.""Tapi Bagas ke sini, kan?""Bang Bagas datang kok, ma. Tadi bang Bagas bilang lagi di jalan. Paling bentar lagi nyampe."Mereka menunggu Bagas hampir dua jam, namun Bagas tak kunjung datang. Arin menatap kedua orang tuanya yang masih setia menunggu Bagas. Padahal Arin sudah menyuruh mereka untuk tidak menunggu Bagas, tapi papanya menolak karena katanya ingin menunggu menantunya. Arin benar-benar tidak habis pikir dengan papanya. Bisa-bisanya Bagas lebih disayangi dibanding dirinya."Pa, udahlah. Gak usah ditungguin lagi Bagas nya. Udah jam segini gak mungkin dia datang," ujar Arin.Hery menggeleng. "Kan papa udah bilang papa mau nungguin Bagas." Hery beralih menatap Aaron. "Ron, udah coba telfon Bagas?""Udah pa, tapi gak diangkat.""Tuh, dia aja gak jawab kok. Buang-buang waktu nungguin dia. Papa kan juga harus istirahat.""Kamu tuh sebenarnya ke

  • My Cold Husband   CHAPTER 137

    "Kamu mau ke mana?"Bagas menoleh pada Arin kemudian tersenyum. "Mau ke kantor.""Hari ini jangan masuk kantor dulu.""Aku tahu kamu khawatir sama aku, tapi aku gak bisa nunda kerjaan aku. Hari ini aku ada schedule ketemu klien.""Emang gak bisa reschedule?""Gak bisa. Kalau aku minta reschedule yang ada klien aku kecewa terus gak mau kerja bareng lagi. Aku gak mau sampe kehilangan klien.""Ya udah, terserah." Arin memilih menikmati sarapannya. Dia tidak akan melarang Bagas untuk kedua kalinya karena percuma lelaki itu pasti menolak. "Sarapan buat aku ada gak?" tanya Bagas menatap Arin.Karena tidak mendapat jawaban dari Arin, Bagas tahu kalau istrinya itu jelas masih marah padanya. Kemarin Arin membuatkannya bubur hanya karena dia sakit."Aku berangkat dulu. Aku gak bakal pulang telat kok. Oh iya, nanti kamu bisa temenin aku cari kado buat papa gak?""Gak bisa.""Ya udah, gak papa. Nanti aku minta tolong sama Aaron aja." Bagas pun pergi.***"Sorry, ya, Ron, udah ngerepotin."Aaron

  • My Cold Husband   CHAPTER 136

    "Kak, lo sama bang Bagas lagi berantem, ya?" tanya Aaron."Gak.""Gak salah lagi, kan?""Gak usah sotoy deh.""Lo kan tahu lo gak bisa bohongin gue.""Iya, gue sama Bagas emang lagi berantem. Terus kenapa? Gak ada urusannya sama lo, kan?" ketus Arin."Well, gue emang gak ada urusan sih, tapi gue kasihan ngeliat bang Bagas, kak. Dia keliatan galau banget. Gue tanya kenapa, tapi dia gak mau cerita. Mungkin karena dia gak mau gue tahu lo berdua lagi berantem. Apa gak mau diobrolin baik-baik?""Lo gak usah sibuk mikirin rumah tangga gue. Fokus aja cari kerja.""Gue lagi sementara apply kok. Lagian, gue juga gak mau ikut campur, cuma ngasih saran aja. Lusa kan papa ulang tahun. Gak mungkin kan lo sama bang Bagas datang, tapi masih berantem. Jangan lupa mama gampang curiga kalau ada sesuatu yang gak beres."Arin menatap Aaron curiga. "Lo disuruh Bagas ngomong gini, ya?""Ya enggaklah, bang Bagas aja gak mau cerita masa gue disuruh. Gak mungkinlah. Jadi istri jangan suka curigaan sama suami

  • My Cold Husband   CHAPTER 135

    "Kamu kenapa, Rin? Kok daritadi aku liat muka kamu kayak gak semangat gitu? Resto baik-baik aja, kan?" tanya Brian sembari memberikan air mineral pada Arin.Arin menerimanya tak lupa mengucapkan terima kasih, lalu meneguknya hingga setengah."Resto baik-baik aja kok. Cuma lagi ada masalah pribadi aja.""Masih berantem sama pak Bagas, ya?"Arin tidak menjawab."Sorry, kalau aku banyak nanya."Arin tersenyum. "Gak papa kok. Ya gitu lah, akhir-akhir ini emang kita lagi sering cek-cok, tapi gak yang parah kok."Brian manggut-manggut. "Wajar sih kalau ada berantemnya. Gak mungkin juga dalam rumah tangga gak ada perbedaan pendapat. Sebelumnya sorry, kalau kesannya aku sok nasehatin, tapi jangan sampe biarin masalah kalian berlarut-larut. Gak baik juga. Apalagi sampe ada orang ketiga dihubungan kalian.""Orang ketiga?""Em, balik yuk. Kamu belum buatin sarapan buat Bagas, kan? Aku juga harus buatin sarapan buat adik aku.""Oke."***"Habis jogging lagi sama Brian? Kayaknya akhir-akhir ini se

  • My Cold Husband    CHAPTER 134

    Arin memijat keningnya. "Gue bener-bener gak ngerti lagi sama Bagas. Bisa-bisanya dia cemburu gue sama Brian. Padahal dia tahu gue sama Brian cuma sebatas teman kerja, gak lebih. Gak kayak dia yang nipu gue dan diam-diam temuin mantannya itu," kesalnya.Ela mengusap punggung Arin. "Kok dia bisa tiba-tiba cemburu lo sama Brian?""Dia dikirimin foto sama seseorang yang diam-diam fotoin gue sama Brian lagi ngobrol. Dan dia malah percaya gitu aja. Gimana gue gak kesel coba.""Gue mikirnya orang yang ngirim foto itu sengaja mau buat lo sama Bagas berantem.""Siapa?""Gita lah. Mau siapa lagi. Dia kan ngebet banget pengin balik sama Bagas. Dia itu orangnya ambis, jadi pasti bakal ngelakuin apapun buat dapatin apa yang dia mau.""Tapi kan gak ada bukti kalau Gita yang ngirim foto itu.""Duh, Rin, gue itu tahu Gita gimana. Jadi gak mungkin pelakunya orang lain. Lagian, ngapain juga orang lain fotoin lo sama Brian terus kirim ke Bagas? Kayak gak ada kerjaan aja. Tapi ya, Rin, lo gak boleh terp

  • My Cold Husband   CHAPTER 133

    "Hai." Bagas tersenyum menyapa Arin yang baru bangun tidur.Arin hanya diam."Sarapan yuk. Aku udah buatin nasi goreng buat kamu. Mungkin masakan aku gak seenak masakan kamu, tapi aku harap kamu mau nyoba. Tapi, kalau setelah kamu nyoba dan rasanya bener-bener gak enak gak usah dilanjutin makannya. Kamu mau coba aja aku udah senang banget kok."Masih sama. Arin tidak merespons. Dia malah mendekati area wastafel."Kamu mau ngapain?" tanya Bagas bingung.Arin memegang wajan yang tadi sempat dipakai Bagas untuk memasak. Ternyata wajan tersebut belum dicuci. Dan keadaan dapur cukup berantakan.Bagas menggaruk tengkuknya. "Aku lupa nyuci, tapi habis ini aku cuci kok dan rapihin semuanya. Kamu makan aja dulu.""Gak laper," jawab Arin singkat."Sayang, please, makan dikit aja. Aku gak maksa kamu buat habisin." Bagas masih mencoba merayu Arin berharap sang istri mau menuruti permintaannya. Tapi, sayangnya rayuan Bagas tidak mempan. Arin memilih untuk mencuci wajan. Bagas terlihat kecewa, namu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status