Bella benar-benar gugup. Ia telat, sangat telat malah. Ini sudah hampir jam setengah sepuluh siang, dan ia baru sampai di kantor Brandon. Ahh semoga saja Brandon tidak marah dengannya karena keterlambatannya.
Tadi, selain macet, ternyata yang membuat Bella terlambat adalah Ban motor Dimas yang tiba-tiba bocor. Dan itu membuat Bella terlambat sampai jam setengah sepuluh sekarang ini. Bella tak memikirkan dirinya, mungkin Brandon nanti hanya akan marah dengannya, tapi bagaimana dengan Dimas? Bisa saja Dimas akan di marahin habis-habisan oleh Bos nya karena terlambat. Dan itu membuat Bella tidak tenang.
Bella merapikan pakaianya saat sebelum membuka pintu ruangan Brandon. Ia menghela napas panjang lalu mulai mengetuk pintu di hadapannya tersebut.
Setelah mengetuk, Bella akhirnya masuk dan langsung meminta maaf atas keterlambatannya pada Brandon.
“Maaf Pak, saya-” Bella menghentikan kalimatnya ketika mendapati sosok itu duduk santai di sofa di dalam ruangan Brandon. Dia Aaron Revaldi, sosok yang selalu di sebutnya sebagai Iblis yang selalu mengganggunya.
“Halo Bella.” sapa Aaron sambil melompat berdiri dan berjalan menuju ke arahnya.
“Kamu, kamu ngapain di sini?” tanya Bella tak suka.
“Kenapa terlambat, Bell? Bukannya Kak Brandon tadi malam sudah menelepon kamu?” kali ini Brandon yang berbicara sambil berdiri menuju ke arah Bella.
“Uumm itu Kak, macet, dan ban motornya tadi Bocor.” jawab Bella sedikit tidak enak dengan Brandon. Meski mereka sudah seperti keluarga, tapi tetap saja, Brandon adalah atasannya.
“Nggak apa-apa, rapatnya juga bukan rapat penting, hanya memperkenalkan anggota baru dalam perusahaan ini.”
Bella mengerutkan keningnya. “Anggota baru? Bukannya kak Brandon bilang kalau rapat dengan klien dari luar?”
“Tidak, saya hanya ingin embuat kamu tidak telat saja.” ucap Brandon sambil menyunggingkan senyumannya.
“Dan anggota bari itu-”
“Yes Bell, its Me.” sahut Aaron dengan senyuman miringnya.
Bella tercengang, Jadi ia akan sekantor dengan iblis yang satu ini?
“Dan Bell, karena Aaron baru, maka kamu yang akan membantunya dalam melakukan pekerjaannya.”
Bella terkejut dan membulatkan matanya pada Brandon. “Maksud Kak Brandon apa?”
Aaron benar-benar tak kuasa menahan tawanya saat melihat ekspresi dari Bella, Di dekatkannya bibirnya pada telinga bella, lalu ia mulai berbisik di sana.
“Aku adalah Boss barumu, Bell.”
Bisikan Aaron benar-benar membuat Bella merinding, wajahnya memucat. Boss baru? Yang benar saja, Aaron pasti akan menjailinya habis-habisan setelah ini.
***
“Oke, itu taruh disana, Ahhh tidak, di sana saja, Emm, kayaknya masih nggak pantas, coba pindahkan di sana.”
Bella benar-benar ingin meledak ketika Aaron dengan menyebalkannya menyuruhnya berkali-kali memindahkan sebuah vas bunga kecil dalam ruangannya.
“Sebenarnya ini mau di taruh di mana sih?” tanya Bella dengan kekesalan yang sudah nyaris meledak.
Dengan senyuman tanpa rasa bersalahnya Aaron menjawab. “Aku juga nggak tau pantasnya di taruh dimana vas itu.”
“Taruh saja di sini, memang biasanya seperti ini, kan?” Bella menaruh vas tersebut di ujung meja kerja Aaron dengan kesal.
“Ahh ya, benar sekali, kenapa nggak kepikiran di taruh disitu ya?” kata Aaron dengan memasang muka tanpa salah.
“Astaga, sejak awal juga sudah ada di situ, kamu aja yang mau ngerjain aku.” gerutu bella pelan.
“Oke, sepertinya semua sudah rapi,” Aaron lalu menatap jam di tangannya. “Sudah jam dua, kita makan siang bareng, oke?” ajak Aaron.
“Jam makan siang sudah selesai.” jawab Bella ketus.
“Tapi jam makan siang kita tadi kita habiskan untuk membereskan ruanganku, jadi sebagai gantinya kita bisa makan siang sekarang.”
“Sorry, aku nggak ada waktu.” Bella bersiap pergi, tapi kemudian Aaron meraih pergelangan tangannya.
“Ayolah Bell, kamu nggak ingat kalau sekarang aku atasanmu, jadi kamu nggak boleh menolak ajakanku.”
Bella memutar bola matanya, jika tahu bekerja dengan Brandon akan berakhir seperti ini, maka ia memilih untuk menjadi pengangguran seumur hidup dan hidup dengan menghabiskan uang sang Papa. Akhirnya mau tak mau Bella menuruti kemauan Aaron.
***
Mereka memilih makan siang di sebuah restoran kecil di dekat kantor mereka. Aaron tak berhenti menatap wanita di hadapannya, wanita dengan tampang yang sekan tak pernah tersenyum tersebut.
“Berhenti melakukan itu, kamu terlihat Bodoh, tahu nggak?” kata Bella risih karena sejak tadi Aaron menatapnya dengan senyuman-senyuman anehnya.
“Kamu baru tahu kalau aku memang bodoh? Bukannya sejak dulu kamu memang selalu bilang aku bodoh?”
Bella hanya diam, tak menghiraukan pertanyaan menyindir dari Aaron. Yaa tentu saja, Dulu Dirinya yang selalu menjadi juara umum di sekolahannya, sedangkan Aaron terkenal sebagai anak yang paling bandel di sekolahannya. Tapi keadaan sekarang sungguh berbanding terbalik. Si anak bandel yang di sebutnya bodoh ini nyatanya lulus di salah satu Universitas ternama, Harvard University, sedangkan dirinya, astaga, hanya lulusan Universitas dalam negeri dan sekarang menjadi bawahan si anak bandel ini pula.
Bella melihat di sekitarnya, dan mendapati beberapa gadis centil yang berusaha menarik perhatian Aaron.
“Isshhh, menggelikan sekali.” cibir Bella pada gadis-gadis tersebut.
Aaron mengangkat sebelah alisnya, ia melihat apa yang sedang menjadi perhatian Bella, dan mendapati beberapa gadis bahkan melambai mesra ke arahnya. Aaron dengan santai membalas lambaian tangan tersebut.
“Kalau kamu suka, mendingan sana samperin, mungkin mereka sudah gatal ingin kenalan denganmu.” Lagi-lagi Bella berkata dengan sinis.
“Cemburu, Bella?” Aaron bertanya dengan nada menggoda.
“Sorry, nggak level cemburu sama mereka, lagian siapa kamu?”
Aaron tertawa lebar. Astaga, wanita di hadapannya ini benar-benar lucu, sikap Bella yang cuek dan cenderung dingin ini benar-benar membuat Aaron seakan tak bisa menahan diri.
“Akui saja kalau kamu cemburu, karena aku juga merasakan hal yang sama tadi pagi.” ucap Aaron penuh penekanan.
“Hal yang sama? Apa maksudmu?”
Aaron menyondongkan dirinya maju mendekat ke arah Bella dan bertanya “Siapa yang ngantar kamu tadi pagi?” Pertanyaan Aaron berubah menjadi serius, tak ada nada gurau mengejek seperti biasanya.
“Kenapa? Bukan urusanmu juga.”
“Jelas itu urusanku.”
“Aaron, kamu hanya Bossku, jadi kamu nggak perlu ngurusin urusan di luar kerja.”
Aaron menampilkan Smirk Evil khas miliknya. “Kita lihat saja nanti, apa aku berhak atau tidak mengurus usrusan pribadimu.” jawab Aaron penuh dengan kemisteriusan.
“Apa Maksudmu?” Bella tak mengerti dengan ucapan misterius yang terucap dari bibir Aaron.
Sedangkan Aaron hanya tersenyum miring. ‘Belum saatnya kamu tau Bell, aku pastikan semua akan berbeda setelah kamu tahu apa maksudku.’ gumam Aaron dalam hati.
-TBC-
Aaron kembali ke kantor dengan senyuman lebarnya, sedangkan Bella dengan kekesalan yang sudah naik di kepalanya. Dengan tengilnya, Aaron menyuruhnya ini dan itu padahal mereka baru saja sampai di kantor. Belum lagi sikap Aaron yang seakan tak serius bekerja.“Nih, kopinya.” kata Bella dengan ketus.“Thanks Bell, ngomong-ngomong, malam ini kamu ada waktu nggak?”“Nggak.”“Oke, nggak apa-apa kok, aku juga nggak pengen ngajak kamu janjian, hahhaha” ucap Aaron dengan tawa lebarnya yang langsung membuat Bella mendengus kesal.Bella lalu menuju ke meja kerjanya. Ya, dengan permintaan sialannya Aaron, Bella yang saat ini menjadi sekertaris pribadi Aaron akhirnya di buatkan meja kerja sendiri di ruangan Aaron.Bella benar-benar tak habis pikir. Seniat ini kah seorang Aaron mengerjainya?“Bella.” panggil Aaron dengan nada menggoda.“Kamu mau apa lagi sih?”
Bella menghempaskan tubuhnya di ranjang besar di dalam kamarnya. Ahh sangat nyaman, pulang pada waktu hujan tadi benar-benar membuatnya kesal, akhirnya setelah puas menunggu hujan reda hingga jam 6 sore, ia menyerah, dan berakhir menelepon supir rumahnya untuk minta di jemput.Dan disinilah sekarang dirinya, telentang di ranjang besar Queen Sizenya. Bella merasa ada yang sedang membuka pintu kamarnya, akhirnya ia bangun dan mendapati sang Mama sudah berada di sana dengan nampan yang penuh dengan cemilan dan susu cokelat panas.“Capek sayang?” Sang mama menaruh nampan di meja kecil sebelah ranjang Bella, lalu duduk di pinggiran ranjang tepat di sebelah Bella.Bella mengangguk. “Duhh, kapan sih Ma, aku bisa keluar dari perusahaan Kak Brandon?” tanya Bella dengan nada sedikit kesal.“Memangnya kenapa? Kamu nggak betah? Perasaan selama enam bulan terakhir ini kamu nggak pernah mengeluh kerja di sana.”&ldquo
Bella mendorong jauh-jauh tubuh Aaron ketika mereka sudah berada di dalam ruangan Aaron. Harusnya tadi ia menginjak keras-keras kaki lelaki ini atau mendorongnya sekuat tenaga hingga lelaki ini terjungkal. Namun nyatanya, ia tidak enak. Tentu saja karena beberapa karyawan lelaki yang satu lift dengannya tadi yang selalu memperhatikan setiap gerak-gerik mereka berdua.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Aaron dengan nada jengkelnya.“Harusnya aku yang bertanya apa yang kamu lakukan? Kamu itu atasan di sini, apa pantas melecehkan bawahannya seperti tadi?”Aaron mengangkat sebelah alisnya. Lalu berjalan pelan mendekat ke arah Bella. “Melecehkan? Sepertinya kata itu terlalu berlebihan.” ucap Aaron penuh intimidasi, sedangkan kakinya masih berjalan pelan menuju ke arah Bella.Meski Bella masih mengangkat dagunya, kakinya masih saja melangkah mundur, ia tidak ingin terpengaruh oleh tatapan Aaron, tapi di sisi lain, ia berpik
“Karena dia calon istriku.”Aaron menatap wajah Bella yang masih menyiratkan rasa keterkejutannya. Wanita itu nampak tak percaya dengan apa yang di dengarnya, wajah Bella tampak memucat, seakan takut akan sesuatu, dan itu membuat Aaron tidak suka.Sial! Kau sudah menakutinya sialan!! Aaron merutuki dirinya sendiri.Secepat kilat Aaron merubah ekspresi wajahnya. Ia menatap Bella dengan senyuman lebarnya, lalu Ia mulai tertawa terbahak-bahak seakan menertawakan Bella dan Dimas yang masih shock dengan kata-katanya tadi.Bella mengerutkan keningnya karena heran dengan apa yang di lakukan Aaron, lelaki di hadapannya itu tampak menertawakannya. Ada apa? Apa yang membuat Aaron tertawa terbahak-bahak seperti itu? Apa ada yang lucu dengan dirinya?“Wajah kalian lucu tau nggak.” kata Aaron masih dengan tawa lebarnya.“Apa maksudmu?” tanya Bella dengan wajah bingungnya.“Kal
Bella benar-benar kesal karena sejak tadi ada yang mengetuk pintunya. Jika itu sang Mama tentu saja mamanya itu akan segera membuka pintunya dan masuk ke dalam, tapi jika itu salah satu pelayan rumahnya, mereka jelas tidak akan mengetuk pintu kamarnya berkali-kali saat dirinya tidak ingin di ganggu seperti saat ini.Dengan malas Bella bangkit dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya tersebut. Alangkah terkejutnya saat ia menatap sosok yang paling tak ingin ia temui di dunia ini, Aaron dengan seringaian liciknya.“Hai Bell.”“Kamu? Ngapain kamu ke sini?”“Aku ada perlu sama kamu.” kata Aaron dengan santai.“Maaf, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku sudah mengajukan surat pengunduran diri dan segala apapun yang berhubungan dengan kontrak, Papaku yang akan mengurusnya.”Aaron menyandarkan tubuhnya di pinggiran pintu kamar Bella, ia mengambil sebuah amplop cokelat yang berada di dalam saku
Bella melemparkan tubuhnya di atas ranjang besarnya. Wajahnya masih memerah. Ia meraba sepanjang bibirnya, di sana masih terasa panas, bekas ciuman intens yang di berikan oleh Aaron. Ciuman yang sarat akan kerinduan yang menggebu. Apa lelaki itu merindukannya? Ayolah Bell, jangan mudah percaya lagi. bisik Bella pada dirinya sendiri.Bella masih mengingat bagaimana Aaron memperlakukannya tadi. Membuat jantungnya kembali berdetak tak menentu, membuat tubuhnya seakan panas dingin karena ucapannya.*** Lumatan itu terhenti, bibir mereka masih sangat dekat bahkan masih sedikit menempel satu sama lain. Desah napas bersahutan di antara keduanya. Hening, tak ada kata. Keduanya hanya diam, seakan saling menikmati satu sama lain. Telapak tangan Aaron masih menangkup kedua pipi Bella, ibu jarinya sesekali mengusap lembut pipi wanita di hadapannya tersebut, mengagumi kecantikannya, kelembutannya yang seakan membuat Aaron menegang s
Paginya, mau tak mau Bella kembali masuk kerja, sedikit malu karena kembali menginjakkan kaki di kantor lelaki yang sangat di bencinya itu, tapi mau bagaimana lagi, ia terikat dengan kontrak. Lagi pula sang papa sepertinya sangat mendukung Aaron, sebenarnya ada apa sih dengan Papanya dan juga Aaron?Bella masuk ke dalam ruangannya yang satu ruangan denga Aaron, ternyata di dalam sana sudah duduk Aaron di kursi kebesarannya dengan wajah seriusnya dan juga berkas-berkas kerja di hadapannya.Bella canggung, ingin menyapa atau tidak. Jika tidak, maka akan terlihat sangat tidak sopan, bagaimanapun juga Aaron adalah atasanya.“Selamat pagi pak.” sapa Bella sedikit hormat.“Pagi.” hanya itu jawaban Aaron.Entah kenapa jawaban Aaron membuat Bella tak suka. Aaron tidak terlihat seperti biasanya, Dia terlihat bersikap cuek pada diri Bella, dan entah kenapa Bella merasa tidak nyaman dengan semua itu.Bella lalu bergegas duduk di
Aaron masih sibuk mengemudikan mobilnya. Sesekali matanya menangkap bayangan Bella dari kaca di hadapannya. Wanita di sebelahnya itu tampak murung. Apa Dimas mempengaruhi Bella hingga dapat membuat Bella murung seperti saat ini?“Kita pulang atau ke suatu tempat?” tanya Aaron kemudian.Bella mengernyit menatap ke arah Aaron. “Bukannya ini masih jam kerja?”“Aku malas balik ke kantor.” jawab Aaron dengan enteng.“Kamu itu calon penerus perusahaan, bagaimana mungkin sikapmu seenaknya seperti saat ini, keluar pergi sesuka hatimu.”Sial! Apa kamu tidak tahu kalau saat ini aku ingin menghiburmu? gerutu Aaron dalam hati.“Bailkah, lupakan saja. Kita akan kembali ke kantor.”Lalu keduanyapun sama-sama terdiam sepanjang perjalanan kembali ke tempat kerja mereka.***“Bell, maaf, aku tidak bisa jemput hari ini.”“Kenapa Dim? Kam