Dirly hendak masuk ke dalam kantor ketika melihat mobil putih itu berhenti dan Sisca turun dari mobil itu. Ia menatap dengan seksama siapa yang mengantarkan Sisca ke kantor pagi ini, apakah itu pacar Sisca? Si dokter hewan itu?
Sisca tampak melambai dengan wajah berbinar, menantikan mobil itu melaju pergi dari depan kantor mereka. Setelah mobil itu pergi dan menghilangkan, Sisca baru berbalik dan melangkah ke kantor.
"Eh pagi, Ly!" Sapa Sisca dengan senyum merekah.
"Pagi, cerah amat sih wajah lu? Dianter pacar ya?" Dirly mendadak kepo, bukankah kemarin dia bilang kalau nggak cinta sama pacarnya itu?
"Iya lah, mumpung pak Bos belum balik!" Sisca tekekeh, melangkah menuju lift untuk naik ke ruangan Arnold.
"Sis!"
Dirly mengejar langkah Sisca, ikut masuk ke dalam lift yang sudah terbuka itu, nampak Sisca mengerutkan keningnya, menatap Dirly dengan seksama.
"Kenapa?"
"Katanya lu nggak cinta? Kenapa malah sekarang macam anak SMA kas
Arnold terus memacu tubuh yang berada di bawah kungkungannya itu. Sebodoh amat dia nggak cinta, dia sudah mengeluarkan puluhan juta untuk gadis itu hari ini, jadi apa yang bisa Arnold ambil dan nikmati tidak akan pernah dia sia-siakan. Scarletta melengguh panjang, membuat Arnold makin membara. Bagaimana rasanya jika Sisca yang berada di bawah kungkungan tubuhnya? Bagaimana jika sekarang yang tengah memejamkan mata sambil mendesah penuh nikmat itu adalah Sisca? Kenapa hasrat Arnold pada sosok itu makin menggebu-gebu? Tidak mau hilang barang sedikitpun meskipun Arnold sudah meneguk nikmat dari wanita-wanita lain yang sama menggodanya. Kenapa Sisca begitu lain? Arnold makin tidak terkendali memacu tubuh itu, membuat Scarletta melonjak-lonjak tidak karuan didera nikmat yang luar biasa sangat Arnold suguhkan sore itu. Dia memang laki-laki lokal, tapi jangan lupa, bertahun-tahun hidup di London, Arnold belajar banyak tentang teknik menguasai wanita di bawah tubuhhn
"Gue besok balik," guman Arnold sambil mengancingkan kemejanya, nampak Scarletta yang tengah mengeringkan rambut dengan handuk itu terkejut."Cepet amat? Kata bokap lu, lu udah bikin jadwal libur seminggu mumpung gue balik?"Arnold mendengus, bagaimana mau seminggu kalau dua hari saja dia sudah menghabiskan tabungan yang sudah susah-susah Arnold kumpulkan? Tahu sendiri, kan, papanya itu memangkas uang bulanannya sampai hampir enam puluh persen?"Ada urusan penting, gue harus balik. Lagipula elu memang nggak pengen kongkow, jalan sama geng lu semasa sekolah dulu?"Tampak Scarletta kembali berpikir, membuat Arnold menatapnya dengan sedikit cemas, semoga rayuannya berhasil, intinya Arnold ingin melarikan diri secepatnya dari sini."Bener juga sih, dari balik kemarin gue belum meetup sama mereka."PlongRasanya Arnold lega luar biasa, senyum itu mengembang di wajahnya. Ia melangkah mendekati Scarletta yang duduk di tepi ranjang, mengecup
Dirly mengerjapkan matanya, ia bangkit dengan kesal menuju pintu depan ketika mendengar bel itu dipencet tanpa berhenti, siapa sih?Dengan kesal ia membuka pintu apartemennya, belum sempat ia melihat wajah yang menggedor pintunya, sosok itu sudah menerjang masuk ke dalam apartemennya."Nah gue udah sampai, jadi ceritakan!"Dirly menguap sambil mengusap wajahnya, ternyata Dajjal satu ini yang datang."Lu pagi bener sampai sini? Naik apa?" Tanya Dirly kemudian melangkah duduk di sofa."Bawel lu, cepetan cerita!"Dirly melotot, menatap sepupunya itu dengan kesal. Jadi pagi-pagi ganggu dia tidur cuma penasaran sama cerita soal Sisca? Benar-benar edan laki-laki satu ini!"Astaga!" Dirly sontak lemas, ia kembali mengusap-usap wajahnya dengan kasar, kemudian mengangkat wajahnya, menatap Arnold dengan seksama."Menurut pengakuan dia, dia terpaksa terima cinta dokter itu cuma biar elu nggak berharap lagi sama dia."Arnold melotot
Sisca tengah membalas pesan-pesan dari Rizal ketika sosok itu mengetuk pintu rumahnya dengan begitu berisik.Dengan kesal Sisca bangkit, melangkah menuju pintu depan dan menemukan Arnold berdiri di depan pintunya dengan senyum lebar."Apaan sih? Katanya gue libur hari ini?" tanya Sisca sambil menatap sosok itu lekat-lekat."Lu udah makan siang? Gue order banyak tuh, yuk makan di rumah gue."Sisca menatap dengan seksama sosok yang berdiri di hadapannya ini, kenapa rasanya Sisca ragu menerima ajakan itu? Padahal tidak sekali dua kali sosok itu mengajaknya makan, bukan? Kenapa kali rasanya ...."Gue emang ganteng, tapi nggak usah segitunya juga elu lihatin gue, Sis!" desisnya songgong yang sontak membuat tangan Sisca terayun menggebuk lengannya dengan gemas."PD lu! Sok kecakepan!" Sisca mencibir, lantas keluar dari rumah dan menutup pintu rumahnya, "Yuk ah kalau gitu, emang lu pesen apa? Pakai ngajak gue makan segala?"Arnold tersenyum
Sisca menjambak rambut Arnold yang masih memacunya tubuhnya dengan begitu liar, keringat sudah membanjiri tubuh mereka berdua. Jika awalnya penyatuan itu terasa pedih dan menyiksa, kini dorongan-dorongan itu terasa begitu nikmat.Terlebih ketika Arnold sengaja menghentak sedikit lebih kuat, Sisca merasa seperti sedang berada di awang-awang, begitu nikmat, indah dan memabukkan! Rasanya Sisca tidak mau berhenti, tidak mau kembali turun, ia ingin tetap di sini, menikmati setiap sentuhan sang pacuan Arnold yang benar-benar luar biasa membuatnya gila itu.Sisca terus mendesah, melenguh panjang sambil menjambak rambut Arnold dengan sedikit frustasi. Kenapa senikmat ini? Kenapa rasanya ...Sisca mengigit bibir bagian bawahnya, menahan teriakan yang ingin ia teriakkan efek betapa nikmat surga yang Arnold suguhkan kepadanya siang ini."Aku nggak mau berhenti, Sis. Tolong ingat itu!" Bisik Arnold mesra di tengah-tengah desahannya.Sisca tidak peduli, tidak m
Istirahat makan siang sudah lewat namun karena tadi Dirly tidak sempat makan siang, jadi kini ia dapat waktu satu jam untuk ganti waktu makan siangnya yang terlewat itu. Dan Dirly segera membawa mobilnya melaju ke arah unit perumahan Arnold. Ia begitu khawatir dengan dua orang itu dan ia ingin memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Pasalnya sejak tadi Dirly sudah berusaha mencoba menghubungi baik Sisca maupun Anrold.Pikiran Dirly sudah kemana-mana, ia begitu khawatir dan berdoa dalam hati semoga apa yang dia takutkan tidak terjadi. Dirly segera membelokkan mobilnya dan menghentikan mobilnya di depan rumah Arnold.Dirly dengan tergesa turun dari mobil, ia sudah menekan knop pintu ketika erangan panjang penuh nikmat itu terdengar. Itu suara Arnold!Dirly makin mempercepat langkahnya, dan di kamar depan yang pintunya terbuka lebar itu, ia masih mendengar suara eraman itu, suara yang sekali lagi milik Arnold. Siapa partner sex dajjal itu kali ini? Jangan bilang
Sisca tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Setelah mengamuk, memaki dan memukuli Arnold dengan membabi buta, kini ia malah kembali pasrah dalam permainan gila Arnold yang Sisca akui begitu memabukkan dirinya!Ia kembali mendesah begitu keras ketika Arnold menghujami dirinya dengan nikmat begitu luar biasa! Hilang sudah semua prinsip dan harga diri yang Sisca jaga selama ini. Hilang entah kemana!Benda menjijikkan yang dulu pernah keluar masuk mulutnya, kini berganti keluar masuk bagian inti tubuh Sisca. Bagian tubuh yang sebenarnya masih terasa begitu pedih dan sakit luar biasa, tapi anehnya gesekan, dorongan dan hujaman-hujaman itu bisa menyamarkan pedih itu hingga Sisca meracau-racau penuh nikmat bak kesetanan.Ia mencoba membuka perlahan-lahan matanya yang sejak tadi ia pejamkan erat-erat sambil menikmati semua nikmat itu. Tampak wajah Arnold bersimbah peluh, matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka. Sesekali desahan dan erangan panjang tertahan kelua
Sisca tersentak ketika pagi itu ia merasakan tubuh itu begitu hangat memeluknya. Sejenak ia mengerjapkan mata, menatap raut tampan dengan dada bidang berotot yang menjadi bantalnya tidur. Sisca tersenyum, sebuah senyum getir yang ia sendiri tidak tahu apa arti senyum yang terlukis di wajahnya ini.Apakah sebuah senyum bahagia? Senyum yang menertawakan diri sendiri? Atau bagaimana?Sisca berusaha perlahan-lahan bergerak, ketika kembali pedih itu begitu menusuk menyerangnya, membuat ia memekik kecil yang mengakibatkan sosok itu menggeliat dan membuka matanya. Tampak wajah tampan itu tersenyum, dua tangan kekarnya merengkuh Sisca dan bibir merona itu mendarat di dahinya dengan begitu lembut.“Pagi kesayangan,” sapanya begitu manis.“Lepas!” Sisca meronta, ia hendak melepaskan diri.“Mau kemana?” Arnold mengerutkan keningnya tanda tidak suka, ia masih ingin seperti ini, bermalas-malasan merayakan kemenangannya kemari