Share

MCB // Chapter 06 El País De Taiwán

Enjoy Reading....... 

Tujuan Aira dan Lina saat ini adalah Taipe 101, mantan gedung tertinggi di Dunia sebelum diambil Burj Khalifah Dubai. Menurut Lina, di sana kita bisa melihat indahnya kota Taipe dan di lantai bawah ada mall tempat belanja.

Puku 13.30 akhirnya kita sampai di tempat tujuan, begitu masuk sudah langsung terlihat DinTa Fung di lantai satu. Lina mengajak pergi ke lantai 5 karna di sana letak ticketing dan pintu masuk observariti taipe 101. Lina sebelumnya sudah pesan tiket secara online jadi tinggal ditukar dengan tiket fisik.

Lalu mereka menaiki lift tercepat hanya beberapa detik saja sudah sampai di latai 89. Aira seperti orang linglung saat keluar dari lift. Ini pertama kali untuknya menaiki lift secepat itu. Jantungnya serasa di lempar jauh dan seakan lepas dari rongga dada.

Untuk beberapa detik terbengong di tempatnya, kakinya sedikit bergetar saat keluar dari lift. Bahkan ia belum berani melangkah  berpegangan pada dinding dan mengatur nafas.

"Kak, kau tidak Apa-apa?" tanya Lina, merasa khawatir melihat wajah pucat Aira.

Senyum kecil terulas dari Aira. "Tenanglah, aku baik-baik saja. Hanya sedikit terkejut." menjeda ucapannya.

"Ini gila, tapi sangat luar biasa," sambung Aira tertawa kecil.

"Aku fikir kau akan pingsan tadi," ledek Lina.

" Kau meledekku? aku memang dari kampung, tapi bukan berarti belum pernah menaiki lift. Walaupun sedikit menakutkan, tapi aku tak selemah itu."

" Itu berbeda, lift ini adalah lift tercepat. Kurang dari satu menit  kita sudah sampai lantai 89," timpal Lina menjelaskan

"Waaw...., mengejutkan."

" Memang."

Kedua mata Aira berbinar melihat pemandangan yang tersaji di bawahnya.

" Lihatlah lina! di sini sangat keren."

Mereka berdua kini fokus pada pemandangan di bawah gedung, menakjubkan bisa melihat kota Taipe dari atas. Mulai berfoto-foto ria mengabadikan setiap momen yang ada.

Setelah hampir dua jam berada di sana, memutuskan mulai keluar gedung menuju tempat selanjutnya. Shillin nigh market. Untuk ke Shillin cukup menaiki MRT dan keluar di Jiantan stasiun.

Di sana keduanya berkeliling sambil mengobrol dan mencoba makanan yang di perjual belikan.

Lina menyarankan agar Aira mencoba filet ayam goreng, setelah antri beberapa menit barulah bisa menikmati camilan lezat itu.

" Enakk kan?"

"Heemm kau benar," mengangguk membenarkan sambil terus mengunyah cemilan renyah tersebut.

Iris coklat itu mengedar kesembarang arah. " Di sini sangat ramai. "

"Tentu saja ini pasar terbesar di sini," jawab Lina.

"Kak, setelah hampir setengah hari kita mengitari kota ini, menurutmu bagaimana Negara ini?" tanya Lina,  ingin tahu pendapat Aira tentang Taiwan.

"Bagus, setiap Negara pasti memiliki kelebihan sendiri untuk menarik warga asing, tapi jika disuruh memilih, aku tetap lebih suka tinggal di Negara kita. Jika kau sendiri bagaimana?" jawab Aira kembali menguyah cemilan ayam yang dibawa.

"Aku ingin mencari orang kaya di sini, agar saat kembali aku menjadi seorang boss." Lina tertawa lirih ketika mengatakan hal konyol yang tiba-tiba terlintas diotaknya.

"Waah.... ide yang bagus, tapi di mana kita bisa mencari orang kaya bodoh yang mau menerima pembantu seperti kita," Aira ikut menimpali candaan Lina.

"Nikahi saja Tuan Alex, pasti kau akan langsung kaya mendadak." Lina tertawa keras dengan ide konyolnya.

Aira menepuk bahu Lina keras, ia merasa tak terima akan perkataan Lina, walaupun Alex tampan dan kaya tentu ia tak kan sudi mempunyai suami gila.

"Kau...., walau aku ingin kaya, tapi aku juga tak mau jika mempunyai suami gila, amit-amit jauhkan hidupkku dari segala hal buruk," jawab Aira begidik ngeri.

Membayangkan hidup bersama Alex setiap hari dan harus mengurus lelaki itu seumur hidupnya, bisa ikut gila jika seperti itu terus. Aira menggeleng sendiri mengusir pikiran mengerikan yang baru saja bersarang diotak cantiknya.

"Segitunya kamu kak, biasanya kalo orang yang terlalu nolak gitu malah jadi beneran lo." Lina semakin gencar menggoda Aira  sangat menikmati wajah ketakutan Aira saat ini.

"Iiihh...., apaan si kamu Lina, kok nyumpahin orang ngak bener."

Lina tertawa keras melihat wajah kesal Aira.

"Siapa juga yang nyumpahin, orang ngasih tau fakta kok."

"Terserah kamu lah, hal konyol kaya gitu ngak mungkin terjadi."

Di pertengahan jalan keduanya berpapasan dengan segerombol anak muda yang berjalan dari arah depan. Karna terlalu asyik mengobrol Aira tak memperhatikan jalan dan menubruk salah satu dari mereka. Ia sedikit terhuyung kebelakang karna tabrakan itu.

"Maaf," kata orang itu sambil menatap lekat Aira.

Aira tersenyum "Tidak apa-apa"

"AIRAA....!" pekik orang yang menabrak mereka.

Aira sedikit mengeryit bingung. Kenapa orang ini bisa tau namanya?.

Setelah memperhatikan jelas kedua matanya mulai membulat.

" Ya ampuun Greace, kau kah ini?!"

Greace tersenyum dan mengangguk, memeluk Aira sesaat.

"Kau tampak berbeda. Semakin cantik. itulah mengapa aku tak mengenalmu," ucap Aira tersenyum mengembang.

"kau juga semakin cantik. Oh... astaga, aku bertemu primadona, SMA Nusa Bangsa."

Aira tertawa saat Greace mengatakan sekolah SMA-nya dulu.  Memang Aira terkenal sebagai most wanted waktu sekolah, jadi tidak heran Greace mengatakan hal tersebut.

Dari gerombolan teman Greace ada seorang yang memperhatikan mereka dengan intesn, matanya menyorot tajam Aira penuh minat. Seolah-olah keberadaan Aira menarik perhatiannya.

Mereka akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan dan mencari tempat untuk bersantai dan mengobrol. Menemukan kedai makan yang cocok, dan memesan bebeberapa menu.

"Aira kau kerja dimana?" tanya Greace.

" Di daerah Xinyi, mengasuh seseorang, kau sendiri kerja dimana?"

"Aku bekerja di pabrik daerah Xinyi juga."

"waahh... kau sungguh beruntung, setidaknya tak terikat sepertiku."

"Kenapa? apa kau tak senang dengan pekerjaanmu?"

Aira tersenyum masam. " Sedikit berbeda dari harapanku"

Ekspresi Aira tak lepas dari seseorang yang duduk disebrang meja. Karna banyaknya teman Greace jadi mereka duduk terpisah. Setiap gerakan atau tingkah Aira  sangat sayang untuk dilewatkan.

"Apa yang kau rawat sangat menyusahkan? itulah kenapa aku tak pernah suka merawat orang tua. Aku lebih memilih kerja di pabrik," ucap Greace

"Bossku bukan orang tua, boss kami sangat tampan dan kaya, dan hanya kak Aira yang bisa mengatasinya."

saut Lina cepat ikut masuk dalam obrolan. Aira memberi pelototan pada Lina karna tak suka gadis itu mengungkit pasal bossnya. Bukannya merasa bersalah Lina malah melayangkan cengiran tak berdosanya.

" Benarkah?!  jika dia masih sangat muda kenapa harus membutuhkan perawat. Apa dia lumpuh?"

"Kau benar dia memang lumpuh," jawab Aira

"Jika hanya itu aku juga mau merawatnya,"  canda Greace.

"Jika kau melihatnya langsung, mungkin kau akan lari," dengus Aira.

Greace justru tertawa akan penuturan Aira, terlihat jelas bahwa sang sahabat sangat tertekan.

" Kak boleh aku bertanya siapa lelaki tampan yang duduk disebrang sana?"

Lina sudah penasaran akan lelaki di sebrang akhirnya menyerukan pertanyaan pada Greace dengan suara pelan.

Perhatian kedua gadis kini tertuju pada pria di tunjuk Lina.

"Kau mempunyai selera yang bagus. Dia cukup tampan Lina, adik kecilku ternyata menyukai seseorang," goda Aira, memasang senyum jail.

Lina hanya mendengus tak menghiraukan ucapan Aira.

"Namanya Lucaz, tapi jangan dia. Dia bukan orang yang mudah."

"Maksudya?" Lina mulai tertarik  ingin mendengar penjelasan Greace.

"Dia Lelaki tertampan di pabrik dan juga sangat misterius. Kau tahu, hampir semua wanita suka padanya, tapi dia sangat acuh. Aku berfikir mungkin dia tidak suka wanita."

"Maksudmu dia gay?" saut Aira terkejut.

"Mungkin." Greace hanya mengedikkan bahunya.

" Kalian salah, dia pria normal."

Aira dan Greace langsung menoleh kearah Lina.

" Dari mana kau tahu? kau bahkan tak mengenalnya" Aira menimpali ucapan Lina.

"Kalian tak lihat, dia dari tadi terus memperhatikan, kak Aira."

Aira bingung dengan ucapan Lina, menunjuk dirinya sendiri dan tertawa rendah.  "Kau bercanda, kenapa aku?"

" Lihatlah!" Lina menunjuk Lucaz menggunakan dagunya.

" Saat kau tertawa matanya akan berbinar."

"Kau terlalu banyak membaca novel anak kecil." Greace langsung menyela ucapan Lina.

Aira mengangguk menyetujui ucapan Grace

"Kita lihat saja, kau mau bertaruh denganku?" Lina memberi tantangan karna ia sangat yakin jika Lucaz memang menyukai Aira.

"Ok, siapa takut?!"

"Lihatlah nanti, pria yang bernama Lucaz itu akan meminta nomer kak Aira, jika aku menang kau harus mentraktirku sampai puas, begitupun sebaliknya jika kau menang aku akan mentraktirmu."

" Ok, deal."

Aira menggeleng kecil mendengar taruhan  konyol itu. Jelas apa yang dikatakan Lina bualan saja.  Mana mungkin seorang pria bisa suka secepat itu.  Mereka bertemu tak kurang dari satu jam.

Tak terasa Waktu menunjukkan pukul 19.00 malam. Aira harus pulang karna

sudah sangat terlambat. Seharusnya jam 19.00  sudah harus di rumah, tapi karna keasyikan mengobrol sampai lupa waktu. Setelah bertukar nomer telpon mereka akhirnya akan berpisah.

"Jika terjadi sesuatu tentang pekerjaanmu kabari aku! aku pasti akan membantumu," ucap Greace sambil memeluk Aira.

"Tentu, aku senang bertemu denganmu." Aira membalas pelukan Grace.

Tiba-tiba lelaki bernama Lucaz berjalan ke arah mereka dengan gagah dan penuh karisma. Lucaz menjadi sorotan wanita disekitar sana banyak dari mereka  memandang penuh kekaguman. Wajah tampan, tubuh tinggi bak model, pasti banyak diminati kaum perempuan.

Menyadari Lucaz berjalan ke arah mereka, Lina langsung menyenggol lengan Aira.  Sontak kedua gadis itu melepas pelukan dan saling pandang.

" Lihatlah! dia datang kemari?" intruksi Lina pada keduanya.

Lucaz tersenyum kearah Aira, senyum yang jarang dia tunjukkan pada orang lain. Senyum menawanan membuat Aira terpaku untuk beberapa saat.

"Nona Aira, perkenalkan saya Lucaz," sambil mengulurkan tangannya.

Aira tersadar dari lamunan saat mendengar suara berat Lucaz bahkan suaranyapun begitu sexy. Aira membalas uluran tangan Lucaz.

"Ya, saya Aira. Ada apa?"  Aira sedikit kikuk kemudian menarik diri.

"Maaf, jika saya mengganggu waktu anda?"

Aira menggeleng sebagai jawaban.

"Boleh saya meminjam ponsel anda, nona Aira?" tanya Lucaz penuh harap.

"Maaf, kalau saya boleh tau untuk apa?" Aira tidak langsung memberikan karna itu sedikit aneh. Lucas bersama temannya. Kenapa tak meminjam mereka atau Greace, secara mereka dekat. Kenapa harus dirinya? itulah yang membuat Aira ragu.

Lucaz tersenyum hangat, tak tersinggung akan pertanyaan Aira, karna ia faham apa yang difikirkan gadis itu.

Lagi-lagi senyum itu membuat Aira terhayut. " Ada samething. Bolehkan nona Aira?"

Kata-kata itu terdengar seperti permohonan, membuat Aira tak enak untuk menolak. Akhirnya merogoh tas slempang dan memberikan ponselnnya pada Lucaz.

Lucaz menerima dengan senyum mengembang mengetik sesuatu di ponsel Aira.

Dua gadis disamping Aira masih bengong menyaksikan interaksi keduanya. Terutama Greace, tak menyangka akan melihat hal semenarik ini, pasalnya Lucaz di kenal dengan sosok dingin, muka datar tanpa senyum tapi Lucaz yang ini sungguh berbeda. Dia terlihat sangat hangat dengan senyum tak pernah luntur dari bibirnya.

Setelah beberapa saat terdengarlah dering telpon cukup keras di dalam saku celana milik Lucaz, dering telpon itu membuyarkan lamunan ketiga gadis.

Lucaz merogoh saku, mengeluarkan ponsel miliknya dan menggoyang ponsel itu di depan Aira.

" Terima kasih atas nomernya nona Aira, lain kali saya akan menghubungi anda. Saya harap pertemuan ini akan berlanjut ke pertemuan seterusnya."

Lucaz mengembalikan ponsel Aira. Gadis itu menerima dengan tampang cengo karna tindakan Lucaz.

" Saya permisi, Nona." Lucaz langsung berbalik dan pergi.

Aira berdecak tak menyangka akan mengalami hal seperti ini.

Lina menatap punggung Lucaz kagum. "Waaoow...., dia sagat gentleman," lalu tawa keras meluncur dari bibir hingga membuat Grace dan Aira mengeryit, heran.

" Aku menang, makan gratiss....!" serunya bersemangat. Sedangkan Grace mendadak menjadi lesu sebab teringat akan taruhannya.

Setelah beberapa saat mereka benar-benar berpisah dan mempercepat langkah untuk kembali ke mansion, ia sudah sangat terlambat.

*******

Diruangan yang gelap, lelaki itu masih setia duduk di kursi rodanya, sesekali melirik pintu berharap ada seorang datang membuka pintu bewarna coklat itu, tapi sudah berjam-jam dalam posisinya, tetap tak ada yang datang memasuki kamarnya.

" Sebenarnya kemana wanita itu pergi? kenapa dia belum kembali?" geramnya menahan kesal.

Sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam.

"Siap-siap menerima hukumanmu,

Ara."

Terdengar bunyi notifikasi dari ponselnya, ia  lansung membuka pesan yang baru terkirim.  Alisnya sedikit naik  melihat pesan vidio itu. Tampang jijik diperlihatkan sebab vidio tersebut memperlihatkan adegan yang tidak senonoh. Kedua orang berbeda jenis sedang melakukan hubungan intim di ruangan kantornya. Alex mematikan vidio  sambil berdecak.

" Kedua orang tua itu sangat menjijikkan, mereka sungguh tak tahu malu. Sepertinya aku harus mengganti ruanganku saat kembali nanti."

Tak berselang lama masuklah pesan berikutnya.

"Bagaimana kau suka dengan kejutannya?"

Alex langsung melempar ponselnya asal, kedua tangan terkepal erat hingga terlihat otot-otot menyembul dan sorot matanya memerah menahan amarah.

Bukan karna vidio yang  dilihat, tapi ucapan wanita dalam vidio itu.

Alex tahu ayahnya meninggal  sebab kesengajaan dan sudah sejak lama ia tahu bahwa wanita itulah yang menyebabkan ayahnya meninggal, tapi saat mendengar langsung darinya rasanya lebih menyakitkan.

Ia bersumpah akan membalas bekali-kali lipat. Menurutnya, membunuhnya secara langsung terlalu mudah untuk mereka, maka ia akan membuatnya merasakan penderitaan yang menyakitkan.

"Tunggulah sebentar lagi, penderitaan kalian akan dimulai. aku akan membuatmu merasakan sakit yang luar biasa, hingga kau sendiri yang meminta kematianmu," gumamnya lirih memasang seringai keji.

.

.

.

Revisi 10 juli 2021

Ig Cayraalmera.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status