Share

4. Kopi Salah Rasa

Cling.

Begitulah bunyinya. Bunyi yang dihasilkan oleh mesin absen yang ada di kantor kami. Keren guys absennya, harus setor muka. Makanya gak bisa dikibulin tuh. Kecuali kalau kita operasi plastik mungkin baru tuh mesin bisa dikibulin.

Selesai absen, aku segera menuju ke ruangan utama OB dan OG yang ada di lantai satu. Kantor tempatku bekerja terdiri dari enam lantai dengan jumlah OG dan OB masing-masing enam orang. Setiap lantai menjadi tugas satu OG dan satu OB. Dan aku ... mendapat tugas di lantai nomer enam. Gak papa, ikhlas lilla hitangala pokoknya. Penting halal, dan dapat duit.

Selesai menaruh tas milikku di loker, aku segera membawa alat tempur berupa sapu, alat pel, sulak, kain serta alat pembersih kaca.

"Langsung ke atas ini?" tanya Ido, OB yang bertugas bersamaku di lantai enam.

"Iya. Biar cepet selesai."

"Oke."

Bersyukur aku bertugas bersama Ido. Ido orangnya gokil kayak aku, suka menolong dan yang jelas gak egois. Makanya, lantai enam adalah lantai yang jarang mendapat komplain dari pihak perusahaan karena kebersihannya. Dan ... alasan lainnya karena lantai itu juga lantai yang jarang dikunjungi oleh orang luar. Hahaha. Tentu dong bersih. Wkwkwk.

Dengan semangat tahun dua ribu dua puluh dua, aku dan Ido melakukan tugas kami. Pertama kami membersihkan kaca-kaca, kemudian menyapu dan terakhir mengepel. Bekerja dari jam enam dan selesai pukul tujuh lewat lima menit. Aman.

"Oke, udah selesai semua, balik ke pantry utama yuk?"

"Ayuk."

Aku dan Ido berjalan sambil menenteng beberapa peralatan kebersihan. Kami sengaja menggunakan tangga darurat. Malas saja menggunakan lift karena malu jika harus bertemu dengan para pimpinan. Tapi kalau naik kami pakai lift, kan capek naiknya. Tapi kalau turun kan tinggal nggelundung. Tapi ya jangan nggelundung beneran kali.

Sampai di pantry hanya ada Gita, Shelomita, Anastasya, Heri, Yogi,dan Juki. Sementara Sandra, Deswita, Yudi dan Aryo belum terlihat. Oh iya, Aryo dan Deswita sudah kembali bekerja hari ini. Cuti tiga hari mereka paska menikah sudah selesai. Tadi saat mereka pertama bertemu denganku, si Aryo berlagak sok gak kenal sementara Deswita berlagak nyonya besar. Jiah, terserah mereka deh. aku sih gak peduli dengan keduanya. Soalnya aku udah move on.

"Kok cuma kalian aja? Yang lantai satu dan dua emang belum selesai?" tanyaku kepo.

"Halah, kayak kamu gak tahu aja, mereka berempat kan paling lelet." Shelomita berceletuk.

"Tapi paling bisa cari muka," imbuh Anastasya.

"Hooh."

Kami berdelapan segera kembali bekerja, kini tugas kami adalah membuat minuman lalu mengantarnya pada setiap pekerja dan para pimpinan. Selesai mengantar minuman kami harus selalu standby di bagian kami masing-masing, siapa tahu ada yang butuh dibelikan makanan, fotokopi berkas, dan lain-lain.

Aku segera mengantar minuman di lantai enam, salah satunya harus ke ruangan Bapak Manajer yang terhormat.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk."

Aku segera masuk dan menaruh minuman di meja Pak Andro. Sebotol air mineral dan secangkir kopi panas kini menjulang manis di meja Pak Andro.

"Tolong rapikan rak buku saya," titah Pak Andro tanpa menoleh ke arahku. Dia terlihat fokus dengan laptop.

"Baik, Pak."

Aku pun segera menuju ke rak buku. Baru saja tanganku terulur hendak mengambil salah satu buku yang terjatuh, aku malah terlonjak kaget karena tiba-tiba terdengar bunyi suara pintu yang dibuka dengan keras.

Belum lagi kekagetanku sirna, seorang wanita cantik tiba-tiba masuk dan langsung menghampiri Pak Andro.

"Kita harus bicara, Mas!"

"Keluar!"

"Mas, please. Kita harus bicara."

"Kita udah selesai Jelita, jadi saya minta kamu pergi!"

"Mas! Aku tahu aku salah, tapi aku begini karena kamu. Kamu paham gak sih, aku tuh wanita normal. Aku ...."

"Butuh belaian? Ck. Kalau begitu sana kunjungi selingkuhan kamu. Bukankah dia bisa muasin kamu. Gak seperti saya yang cuma bisanya diem dan ah ... apa kata kamu waktu itu? Sok suci."

"Mas!"

"Keluar! Atau saya akan meminta satpam mengusirmu dengan kasar."

"Kamu egois!"

"Dan kamu lebih egois!"

Kedua orang itu masih saling berdebat dan berteriak. Bahkan si wanita beberapa kali mengeluarkan umpatan kasar dan segala macam nama binatang di Ragunan keluar dari mulut cantiknya. Sementara Pak Andro, walaupun kemarahan juga jelas terpampang di wajahnya, kata-katanya masih terkontrol.

"Kamu itu sok suci b##%%%%@&&$$@ ...."

Aku sampai melongo mendengar semua umpatan yang keluar dari wanita cantik itu. Tanpa sadar, aku merapat ke rak buku lalu memeluknya. 

"Kamu emang b@#$$, b$$@&@%%@, i@$%#&&##, mbelok kamu, Mas!"

"Mau aku mbelok atau sok suci bukan urusan kamu, ingat kita cuma mantan."

"Kamu beneran tega sama aku, Mas. Aku cinta kamu. Aku udah minta maaf. Aku tahu aku salah. Aku khilaf. Hiks hiks hiks." Wanita itu kini menangis histeris sementara Pak Andro hanya menatap sinis.

"Khilaf itu sekali, Jelita. Bukan berkali-kali bahkan selama dua tahun. Sorry, saya gak terima bekas orang. Saya mau cari perawan. Silakan kamu keluar."

"Dasar Gay, homo kamu!"

Wanita itu berlari dengan berurai air mata. Bahkan dia sampai membanting pintu keras sekali. Aku masih memeluk rak buku, bahkan tanpa sadar satu kakiku terangkat.

"Kamu mau berapa lama jadi cicak?" Suara sinis nan dingin menginterupsi aksi absurdku.

"Eh, Bapak. Hehehe." Aku cuma bisa cengengesan sambil menggaruk kepalaku yang gatal karena belum keramas akibat lagi datang bulan.

"Anu ... hehehe. Anu sa—"

"Jadi, selama ini kamu yang bertugas di lantai enam?"

Aku melongo mendengar pertanyaan Pak Andro. 

"Kamu gak budeg, 'kan?"

"Eh, itu Pak. Ya sejak saya bekerja di sini, saya kebagian tugas di lantai enam. Bapak kan sering lihat saya juga. Bapak gak amnesia kan gara-gara putus sama pacar Bapak?"

"Ck. Saya gak semenyedihkan itu juga, kali." Dia menatapku sadis sementara aku hanya bisa meringis.

Pak Andro mulai menyeruput kopinya. Menyecap-nyecap lalu menatap ke arahku.

"Kamu yang biasa bikinin kopi buat saya, 'kan?"

"Ya iyalah, Pak. Masa ya iya dong."

"Oooo. Kok beda? Rasanya gak kayak biasanya." Dia mulai menyeruput kopinya lagi.

"Itu bukan saya atau kopinya yang salah, Pak. Tapi hati Bapak yang lagi gundah. Makanya kopinya gak enak, pahit."

"Ck." Dia cuma mencebik dan melanjutkan meminum kopinya.

"Lagian kalau bapak merasa kopinya salah rasa berarti itu akibat ada saya."

"Maksudnya?" Dia menatapku sambil menyeruput kopinya lagi.

"Kopi kan pahit, tetapi kalau ditambah gula jadi ada rasa manis. Nah, berhubung ada saya tuh kopi yang udah manis semakin manis. Soalnya saya kan manis, Pak."

"Uhuk!" Pak Andro memuncratkan kopinya. Dia memukul-mukul dadanya sambil terbatuk-batuk. Lalu dengan kasar menarik tissue dan membersihkan mulut dan bajunya yang terkena cipratan kopi.

"Ngimpi kamu!"

"Ck. Gak percaya!"

Aku memilih meneruskan pekerjaanku yaitu membersihkan rak buku sementara Pak Andro masih membersihkan mulutnya dan mengatasi batuk akibat tersedak tadi. 

Secara tidak sadar, Pak Andro malah menyeruput kembali sisa kopi yang tadi dia katakan rasanya beda. Padahal aku yakin rasanya sama yang beda adalah karena ada Kania yang cantik nan gila sehingga membuat Pak Andro terseponah. Ahay. Hoek.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status