Kania adalah seorang office girl alias OG di salah satu perusahaan. Kania bukan tipe wanita pemalu apalagi kemayu. Dia adalah wanita dengan sifat lucu dan cenderung melakukan hal-hal absurd. Sementara itu, Andromeda Bagaskara adalah seorang manajer di tempat Kania bekerja. Keduanya hanya saling mengenal tanpa ada keinginan saling menyapa hingga berujung pada cinta. Tetapi suatu kejadian membuat keduanya bermain drama hingga timbullah bibit-bibit cinta. Kira-kira, apakah hubungan mereka atau lanjut atau tidak?
Lihat lebih banyakAku menatap nanar pasangan di atas pelaminan. Bagaimana bisa? Dua orang yang begitu kupercayai mengkhianatiku? Ya Tuhan. Sepertinya kegiatan menikung pacar orang memang sudah menjadi peristiwa nge-hits abad ini. Tak peduli siapa pun korbannya, entah itu pacar sahabat, pacar kakaknya, pacar adiknya atau pacar anaknya.
Yah, semarah apa pun aku pada dua insan yang kini menebar senyum ceria di panggung pelaminan tidak akan merubah apa yang sudah terjadi. Ibaratnya nasi sudah basi, sudah bau, jadi buat apa dimakan mending beli beras lagi terus dimasak. Habis itu tambahin opor ayam, sambal sama kerupuk. Wuih sedep. Ah, nanti habis dari sini aku mampir ke Warung Bu Manto. Opor ayamnya terkenal enak.
"Loh, Nia kamu datang?" Salah satu rekan kerjaku kaget melihatku.
"Iyalah, San. Kan mau ngasih ucapan buat mantan. Mantan pacar sama mantan sahabat," ucapku dengan tersenyum manis.
Sandra mengamatiku dengan penuh selidik. Jelaslah, orang dia teman karibnya Deswita pasti dia takut aku mengacaukan acara pernikahan sahabatnya.
"Kania!" teriak Gita dan kawan kawan yang lain.
"Hai semua," sapaku ramah.
"Keren, kamu datang juga?"
"Iyalah Gi, masak gak datang. Tenang, stok cowok masih banyak. Cuma mantan tukang gombal sama sahabat tukang tikung kok bikin kita terpuruk? Rugi."
"Betul. Hidup itu menatap ke depan bukan ke belakang," imbuh Heri.
"Iyalah. Kalau nengok terus nabrak di depan kan kasihan jidatnya. Tambah nonong. Gak nonong aja diselingkuhin apalagi tambah nonong."
Terdengarlah tawa kami semua. Sandra terlihat memilih duduk menjauh, enggan duduk bareng dengan kami. Peduli amatlah dengan tingkahnya.
Aku dan keempat rekan kerjaku akhirnya duduk dalam satu meja. Sesekali kami tertawa dan mengambil makanan yang tersedia. Hati boleh patah, tapi perut jangan sampai kena maag. Air mata boleh tumpah tapi pikiran harus tetap terarah.
Selama mengobrol, aku sesekali melirik ke arah pelaminan. Tampak Aryo sesekali melirik ke arahku sedangkan Deswita sejak tadi memasang raut cemburu. Ya jelaslah karena hari ini aku tampil maksimal. Kebaya yang kupakai sangat simpel namun elegan. Riasan yang kupakai terlihat natural namun sangat pas di wajahku. Ya iyalah, orang aku sengaja memakai jasa perias mahal. Jelas terlihat mencolok dengan riasan Deswita yang kesannya terlalu tebal dan menor. Jadi bukannya terlihat cantik tapi dia malah terkesan seperti tante-tante. Selain itu sepertinya Deswita salah memilih kostum. Bukannya membuat tubuhnya terlihat langsing malah justru menonjolkan tonjolan perutnya.
Ya, Aryo dan Deswita menikah gara-gara Deswita sudah tek dung tralala, alias pada nanem saham duluan. Bersyukur selama pacaran aku dan Aryo gak pernah ngapa-ngapain. Boro-boro nana nini, Aryo pegang tanganku aja aku sudah memarahinya tanpa ampun. Hahaha. Meski aku orangnya slengekan dan terkadang gila tetapi soal sopan santun sama yang tua, aku lebih jago dari pada Deswita. Makanya, dari tadi bapaknya Aryo menunduk sedih saat melihatku. Sedangkan ibunya Aryo menangis terus sambil mengucap maaf berulang kali.
"Pssst, lihat itu kan Pak Manajer kita?" bisik Gita.
Otomatis tatapan kami berlima terarah pada Bapak Manajer yang terhormat bernama Andromeda Bagaskara. Wuih nama yang keren sekeren orangnya.
Gita, Anastasya dan Shelomita sejak tadi sudah memelototkan mata, mulutnya terbuka. Untung tuh mata gak keluar sama iler gak keluar kalau keluar duh, malu pokoknya. Sementara Heri sudah menahan tawa sejak tadi melihat aksi ketiga sahabat kami.
"Untung kamu cowok, Her!" ucapku.
"Hooh, emang Pak Andro terlalu mempesona. Ugh ... kalau aku terlahir cewek udah aku kejar-kejar dia."
Aku terkekeh tapi tak urung juga aku menatap sosok Pak Andro dengan penuh minat. Yah, andai posisiku bukanlah Office girl, mau aku nyoba menggaet Pak Andro untuk kujadikan pacar, kalau gak bisa ya minimal aku jadi selingkuhan. Astaghfirullah!
Aku menggumamkan istighfar berulang kali atas pikiran kotorku. Abong-abong (mentang-mentang) habis diselingkuhi malah aku berniat menyelingkuhi pacar orang juga. Astaga! Beneran perlu dirukyah ini akunya.
Pak Andro sedang menyalami Aryo di pelaminan. Seperti biasa Pak Andro selalu memasang mimik muka datar dan irit bicara. Benar-benar paduan yang pas ditunjang dengan fisik dan ketebalan dompet. Sudahlah, orang tampan dan kaya mah bebas. Orang miskin dan cuma menyandang office girl mah jangan terlalu menghalu parah. Jatuhnya sakit kalau sampai nyungsep di tanah.
Pak Andro turun dari pelaminan. Tatapannya tertuju pada rombongan kami. Dia menghentikan langkah dan menatap ke arah kami cukup lama. Kami semua kikuk dan hanya melemparkan senyum Pepsodent. Pak Andro segera berlalu setelah mengangguk ke arah kami berlima, para office girl dan satu office boy.
"Fiuh, setdah tatapan Pak Manager yang terhormat emang bikin jantung gak kuat." Seloroh Gita akhirnya setelah Pak Andro tak ada.
"Hooh, untung ganteng dan kaya lagi. Apalah daku yang cuma remahan rengginang." Anastasya mulai mendrama lebay.
"Betul. Coba aku secantik kamu, Nia. Bakalan aku gaet tuh Pak Andro."
"Helow, cuma menggaet Kepala bagian kebersihan kantor aja aku kalah sama pelakor, kalian yakin aku bisa menangin hati Pak Manager yang gantengnya kayak pangeran Arab? Sementara di sekelilingnya banyak putri dari kerajaan minyak, kerajaan tekstil, kerajaan perhotelan dan kawan-kawan. Kalian yakin aku bisa jadi cinderella? Kalau jatuhnya cinderamata menyedihkan gimana?"
Otomatis keempat sahabatku tertawa. Kami akhirnya terus bercerita sambil sesekali tertawa. Tawa di meja kami sesekali menarik perhatian tamu yang lain. Dan ah, terutama perhatian para mantan di pelaminan. Hohoho. Emang enak, aku kerjain. Huh, sorry ya tidak ada kata mantan terbuang dalam kamusku. Adanya mantan yang sengaja kupermalukan secara elegan.
Setelah merasa kenyang, kami berlima berjalan dengan mantap menuju ke pelaminan. Aku menyalami kedua orang tua Aryo. Ibu Aryo sejak tadi memelukku dengan erat. Kata maaf berulang kali ia ucapkan sementara ayah Aryo hanya bisa mengusap air mata sambil sesekali menepuk pundakku.
"Selamat ya Aryo, Deswita. Semoga samawa." Aku menyalami keduanya.
"Makasih ya, Kania. Maaf dan kamu cantik. Selalu cantik." Aryo menutup mulutnya. Dia terlihat ketakutan apalagi saat melihat Deswita sedang memelototkan mata sambil berkacak pinggang. Aku tersenyum dan memilih menyalami kedua orang tua Deswita yang terlihat kikuk. Dengan langkah anggun, aku menuruni pelaminan bersama keempat sahabatku.
Masih dapat kudengar obrolan dan bisik-bisik tetangga yang terlihat begitu menyayangkan tindakan Aryo. Dan bagaimana mereka membanding-bandingkan kecantikanku dengan Deswita. Ah ... pokoknya senang sekali hatiku. Dengan langkah bak model internasional dan senyum merekah seperti bunga mekar aku terus berjalan hingga keluar dari gedung tempat Aryo-Deswita menyelenggarakan resepsi pernikahan.
"Kamu naik apa?"
"Taksi."
"Yakin?"
"Iya."
"Ya sudah kami duluan ya?"
Keempat sahabatku naik motor saling berboncengan. Aku dadah-dadah pada keempatnya hingga dua motor tak terlihat. Setelah mereka menghilang aku mendesah.
Ternyata balas dendam itu sungguh tak baik. Demi penampilan cetar membahana aku sampai merogoh kocek banyak-banyak demi membeli baju dan jasa riasan. Kini aku tak punya uang sama sekali. Boro-boro buat naik taksi, buat ngangkot saja aku tak ada. Hahaha. Miris.
Akhirnya aku memilih berjalan dengan menenteng sandal dengan tumit setinggi sepuluh centimeter.
Cukup lama aku berjalan hingga sampai di halte bus. Aku duduk sambil kipas-kipas. Kurogoh dompetku. Mencari kepingan-kepingan dollar Indonesia dan alhamdulillah ada sepuluh ribu dua ratus rupiah. Cukup untuk naik bis. Aku bahagia. Duh, ternyata bahagiaku semudah itu pemirsah.
Dengan sabar aku menunggu kedatangan bus sambil terus kipas-kipas.
Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti tepat di depanku. Aku menajamkan mata mencoba mencari tahu siapa pengemudinya.
Aku terpana, jujur mungkin aku juga sudah melakukan hal gila. Yaitu memelototkan mata sambil membuka mulut.
"Ekhem." Suara deheman Pak Andro membuat nyawaku yang tadi sempat terbang ke angkasa dipaksa jatuh menyentuh tanah.
Aku tersenyum kikuk.
"Siang, Pak." Aku mencoba bersikap ramah.
"Kamu! Kamu mau uang?"
"Hah?! Maksudnya Pak?"
"Saya akan bayar kamu dengan uang yang banyak asal kamu mau bantu saya."
"Bantuan apa, Pak?"
"Jadi pacar pura-pura saya."
Aku membelalakkan mata. Jadi pacar? Pura-pura?
"Sepuluh juta. Untuk sehari menjadi pacar saya."
"Setuju Pak. Setuju," jawabku tanpa pikir panjang.
Peduli amat dengan norma dan etika. Pokoknya demi sepuluh juta, toh cuma jadi pacar sehari doang gak masalah.
"Baik. Sekarang ikut saya."
"Ashiap."
Aku mengikuti langkah Bapak Manager yang terhormat ke arah mobilnya. Meski cuma pura-pura gak masalah. Gak dapat sepuluh juta pun gak masalah. Toh, aku sadar diri kalau aku bukan seorang putri. Jadi, menjadi cinderella sehari sudah menjadi kebahagiaan tersendiri buatku. Penting jangan jadi pelakor dan jual diri, itu gak baik.
Dengan memasang senyum lima jari aku menemani Bapak manajer terhormat seharian ini. Lumayan, kapan lagi bisa jalan sama orang ganteng, naik mobil kece, bergaya bak model cantik walau cuma sehari karena besok aku akan kembali menjadi si Kania yang kerjanya cuma jadi office girl.
Aku berlari sekuat tenaga dari parkiran menuju ke halaman sekolah tempat lima bus pariwisata sedang bertengger. Astaga! Benar-benar dah. Untung aku ini emak-emak strong, kalau enggak. Duh!"Pak, Pak, Pak. Bentar jangan ditutup!" teriakku pada bapak-bapak yang akan menutup pintu bus."Mamake!"Seorang gadis berusia tujuh belas tahun akhirnya turun. Dia segera memelukku dengan sangat erat seakan kami baru saja tak berjumpa setelah berpisah sekian lama. Padahal baru juga beberapa jam gak ketemu."Kamu ini ya Mbak, kan mamake uwis ngomong dicek dulu barang-barangnya. Kalau lupa gak jadi plesir kamu!""Hehehe." Si gadis remaja cantik duplikatku hanya cengengesan saja. Dia pun mencium tanganku, bercipika-cipiki lalu segera masuk menuju ke dalam bus. Aku dadah-dadah dan dibalas hal yang sama oleh Lyra. Pada Pak Kernet bus dan guru-guru yang ada di dalam bus aku mengangguk sopan.Selesai dengan urusan Lyra yang mau berangkat studi wisata ke Bromo, aku segera menuju ke tempat putri bungsuku yan
*Kania*Menjalani kehidupan baruku sebagai istri dari seorang Andromeda Bagaskara itu benar-benar menyenangkan sekali. Setelah menjadi istrinya, otomatis aku dipecat dari MJS. Aslinya aku tetap ingin bekerja di sana, tetapi Mas Andro gak mau. Saat aku bertanya apa dia malu punya istri seorang OG? Jawaban yang kuterima sungguh luar biasa saudara-saudara."Mas gak peduli sama status kamu dan pekerjaan kamu. Penting kamu jangan zina sama berbuat buruk, gak baik. Kalau kamu mau kerja atau kuliah lagi, oke gak masalah penting kamu jangan jadi OG lagi di MJS, bekerja satu atap sama mas.""Kenapa aku gak boleh kerja satu atap sama Mas Andro?" cecarku."Kenapa? Apa Mas Andro takut aku ngerecokin pekerjaan Mas? Takut Mas gak bisa selingkuh gitu?" Aku memberondongnya dengan banyak pertanyaan."Astaghfirullah, kamu pikir mas sejahat itu. Insya Allah mas tipe setia.""Terus kenapa kita gak boleh kerja satu atap?" tanyaku dengan mimik muka memelas.Mas Andro mengembuskan napasnya dalam lalu menata
*Andromeda Bagaskara*Gadis cilik itu terus saja menangis dengan sesenggukan. Sesekali dia mengelap air mata dan ingusnya yang ikut keluar. Aku mengulurkan sapu tanganku padanya.“Bajumu udah kotor, udah gak bisa lagi nampung ingus. Nih, pakai punyanya Mas.”“Makasih, Mas Ando.”“Andro!”“Ando?”“Andro! Udah tujuh tahun masih belum bisa bilang ‘R’.”Gadis itu hanya bersungut-sungut lalu mengeluarkan ingusnya lagi dengan sapu tanganku.“Nih.” Dita kecil menyerahkan sapu tangan padaku.“Jorok, cuci dulu baru balikin sama mas.”“Oke.”“Mau pulang?”Dita menggeleng. “Mau nunggu Bapak sama Ibu saja.”“Oooo.”“Mas Ando gak balik ke pesta?”“Malas, udah aku usir semua orang sama Juwita juga.”“Kasihan Mbak Juwi, Mas Ando kok galak.”“Kamu jangan polos gitu dong, kalau dijahatin balas, kalau gak bisa marah-marah ya pakai aksi gila kek, gokil kek. Pokoknya lawan. Ngerti?!”Dita mengangguk lalu tersenyum. Melihat senyumnya, aku pun ikutan tersenyum. Aneh memang, tapi aku yang kini berusia dua b
Aku menselonjorkan kedua kakiku di atas kasur. Pegel. Ternyata nikah itu capek juga. Padahal cuma berdiri di atas pelaminan, memasang senyum dan menyalami tamu doang tapi ternyata bikin capek.Suara pintu kamar yang terbuka mengalihkan atensiku dari rasa capek. Aku tersenyum pada Mas Suami yang dibalas dengan senyum juga.“Capek ya Mas?”“Iya.”“Mandi dulu sana.”Mas Andro menurut dan langsung menuju ke kamar mandi dalam. Aku terkekeh geli saat kembali sadar kalau Mas Andro begitu perhitungan saat merehab rumah Bapak. Selain didesain sedemikian rupa, rupanya dia menambahkan kamar mandi dalam, khusus di kamarku dan kamar kedua orang tuaku. Ckckck. Pintar-pintar.Sebagai hadiah buat si pintar, aku harus menyiapakan diri. Segera saja aku mengganti daster rumahan dengan gaun tipis menerawang yang kubeli bersama Ara. Kemudian kuolesi wajahku dengan bedak tipis-tipis lalu menggunakan lipstick warna terang biar semakin menantang buat disosor. Rambut pun kusisir rapi. Dan terakhir menyemprotk
Hari pernikahanku pun tiba. Keluarga Tante Laras banyak yang datang. Sementara dari Om Andreas ada beberapa. Kakek Ahsan pun datang.Keharuan terjadi saat Kakek Ahsan bertemu dengan Bapak. Keduanya berpelukan dan tangis-tangisan membuat semua orang yang melihat sampai menitikan air mata. “Gak nyangka beneran nikah sama Pak Manajer, loh.” Aku kaget karena sempat melamunkan adegan pertemuan Bapak dan Kakek Ahsan. Senyum kuulas pada BIP yang baru datang.“Namanya juga jodoh. Mungkin habis ini kamu sama Dokter ACDC yang nyusul.” Aku mencoba bijak.BIP sama sekali tak berkomentar, tapi aku bisa melihat ada semburat warna merah di pipinya. Ckckck, pasti deh ada apa-apa antara BIP sama Pak Dokter. Aih jadi gak sabar drama apa yang bakalan terjadi sama si dua manusia yang hidup bertetangga itu. Moga-moga sih akhir kisah keduanya happy ending kayak aku.“Kania, ayok keluar. Ijab kabulnya mau dimulai.”Aku mengangguk pada Ibu. Ibu menuntunku menuju ke ruang depan yang sudah disetting untuk te
Hari ini, Pak Andro sekeluarga akan mengunjungi rumahku di Banyumas. Aku sudah bilang pada kedua orang tuaku. Dan ketika sampai di sana, kedua lelaki paruh baya hanya saling menatap sambil menitikan air mata. Lalu mereka saling berangkulan dan menangis penuh haru. Aku yang masih bingung bagaimana bisa ada scene menangis antara Bapak dan Om Andreas makin dibuat bingung ketika ibuku berteriak heboh dan langsung cipika-cipiki dengan Tante Laras. Semakin melongo dong akunya. “Apa kamu gak paham artinya?” Mas Andro menghampiriku lalu melingkarkan tangannya pada bahuku. “Enggak.”“Ck. Kadang kamu telmi.”“Terlalu minis!”“Dan absurd.”“Abis sun radius dekat mulut.”Mas Andro hanya bisa geleng-geleng kepala. Kasihan sekali dia, bisa ketemu cewek aneh kayak aku.“Stres tahu ngomong sama kamu.”“Terus ngapain dipacarin?”“Habis antik.”Kami pun tertawa. Begitulah kami. Kalau ngobrol kadang gak nyambung tapi gak nyangka udah pacaran hampir enam bulan. Meski masih banyak netijen nyinyir yang g
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen