"Kamu ke mana lagi sih Richie? Masa setiap ada masalah kamu selalu pilih minggat dari rumah, kamu lebih parah dari seorang cewek yang lagi PMS tahu ga?"
Suara seorang wanita terdengar dari sebuah ponsel yang tergeletak di atas pantry. Seorang pria berwajah blasteran sibuk menyeduh kopi sambil terus mendengarkan suara itu.
"Mama sedih tahu, pulang lah! Mama kesepian."
"Mama bisa pergi dengan teman-teman mama seperti biasa," jawab Pria itu sambil menyandarkan punggungnya ke pantry. Satu tangannya dia pakai untuk memegang cangkir dan menyesap cairan hitam di dalamnya, sementara tangan lainnya ia gunakan untuk menekan simbol merah -mematikan panggilan itu.
"Halo! Richard! Richaaarrrrrddd."
Wanita bernama Nova yang merupakan mamanya pun berteriak kesal. Jika bisa ingin rasanya dia membawa sapu lidi untuk mengancam anaknya agar mau pulang ke rumah.
_
_
_
Richard Tyaga, 27 tahun biasa dipanggil Richie. Pria itu meletakkan cangkirnya sambil menatap lurus ke tembok. Pikirannya menerawang, bayang-bayang masa lalunya pun kembali terkenang.
Satu tahun yang lalu, putra ke dua dari klan Tyaga itu terlibat cinta segitiga antara dirinya seorang wanita bernama Isabella dan- Daniel, yang merupakan kakak kandungnya sendiri. Kisah cinta mereka sungguh membagongkan.
Richie yang memang menaruh hati sejak lama ke Isabella merasa kecewa, saat sang kakak-Daniel berkata sudah melamar dan akan menikahi gadis itu. Abel, panggilan akrab gadis yang dicintainya itu, ternyata diam-diam memberikan harapan sekaligus kepada dirinya dan sang kakak. Hingga, hati Abel berlabuh ke Daniel dan membuat Richie tidak terima, ia kecewa dan hilang kendali.
Masih terpatri di dalam otak Richie di malam dia memukul wajah kakak yang begitu disayanginya hingga meninggalkan bekas memar, sementara Daniel yang begitu sabar hanya bisa terperanga saat Richie menjelaskan, bahwa dia juga menaruh hati ke Abel sejak lama.
“Kenapa kakak bisa dengan enteng berkata ingin menikahinya?”
Teriakan Richie membuat sang mama panik malam itu, ia sedih melihat dua putra kesayangannya bertengkar hebat memerebutkan seorang wanita. Jika saja suaminya Tyaga masih hidup, mungkin akan ada yang membantunya melerai pertengkaran itu.
Richie mengembuskan napas dan kembali menyesap kopinya, rasa pahitnya tak seberapa dengan kepahitan kisah cintanya. Dan malam itu ia kembali pergi dari rumah, tapi tidak sampai ke luar negeri. Pria itu hanya menenangkan diri ke apartemen miliknya yang masih berada satu kota dengan kediaman utamanya.
Akar permasalahannya pun lagi-lagi Abel, wanita itu tidak bisa menerima kenyataan bahwa Daniel sudah menikah bahkan istrinya tengah mengandung sekarang. Gadis itu menyalahkan Richie dengan apa yang terjadi kepadanya. Satu tahun yang lalu dia diputuskan oleh Daniel, setelah melewati waktu cukup lama, ia kecewa mendapati kenyataan bahwa pria itu berpaling, padahal ia ingin sekali bisa merajut jalinan asmara kembali.
Meletakkan cangkirnya ke dalam bak cuci piring, Richie berjalan gontai menuju kamar. Ia menghempaskan tubuhnya dengan kasar, mengingat ucapan Daniel kepadanya beberapa saat yang lalu.
“Kamu juga harus segera membantuku mengambil alih beberapa anak perusahaan.”
Richie yang berjiwa seni dan bebas itu sepertinya keberatan. Ia menggosok wajahnya kasar, ia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya harus berpenampilan rapi, duduk di balik meja kerja dan memeriksa dokumen-dokumen dan neraca.
Meskipun latar belakang pendidikannya mumpuni ia sudah terbiasa hidup santai dengan menulis lagu atau bermain musik.
Merasa sedikit bosan, Richie mencoba untuk menghibur diri. Ia kembali keluar dan meraih gitar akustiknya yang berada di atas sofa. Namun, tiba-tiba saja keningnya mengernyit saat mendengar suara benda terjatuh di luar pintu apartemennya, tapi ia tak peduli, dan memilih menuju balkon untuk bermain gitar di sana.
-
-
-
-
“Segara! udah mama bilang kan hati-hati.”
Mina mengangkat putranya yang terjatuh dan menangis, mainan robot-robotan salah satu putra kembarnya itu pun rusak.
“Tenang aja Gala, pakai punya Bilu.”
Kimi yang melihat keponakannya begitu saling menyayangi terlihat tersenyum sambil membuka pintu apartemen miliknya.
Meski Biru dianggap adik tapi sikapnya jauh lebih dewasa dari Segara. Entahlah masih menjadi misteri dan perdebatan yang tak ada habisnya. Ada yang menganggap bahwa bayi kembar yang terlahir lebih dulu adalah kakak, tapi ada juga yang menganggap bahwa bayi yang lahir lebih dulu adalah adik, karena sang kakak membiarkan adiknya terlahir lebih dulu.
Setelah pintu terbuka, Segara dan Biru langsung melompat naik ke atas sofa seperti biasanya, mereka memang sudah sering ke apartemen Kimi. Sementara itu, Mina yang terakhir masuk melihat seorang pria keluar dari apartemen yang berada tepat di sebelah unit apartemen saudara tirinya.
“Kim, sebelah ada orangnya ya?”
“Hah? iya kah?” Kimi menengok ke luar pintu, dan hanya punggung seorang pria dengan kaus berwarna navy lah yang dia lihat. Ia pun menggeleng bingung. “Nggak tahu, sepertinya kosong.”
“Bisa-bisanya, bahaya tahu bagaimana kalau terjadi hal yang tidak diinginkan?” Mina memasang mimik khawatir.
“Berdoa saja semoga terjadi hal yang diinginkan."
Candaan Kimi mendapat cubitan di lengannya dari Mina. Seberapa pun luka di hatinya, Kimi memilih untuk tidak menunjukkannya.
_
_
_
Kimi dan Mina pun berbincang di sofa sambil mengawasi Segara dan Biru yang sedang asyik bermain. Kimi tertawa dan kadang menasehati keponakannya untuk lebih hati-hati. Namun, tidak bagi Mina. Ia seketika sedih melihat raut wajah Kimi.
“Onikim … apa kamu tidak ingin berpacaran lagi?” Mina menanyakan hal itu dengan nada sedikit bercanda, Ia tidak ingin ucapannya sampai melukai perasaan saudaranya.
“Tidak, aku mau langsung menikah saja!”Kimi tersenyum dan melingkarkan tangannya ke lengan Mina. “Apa kamu mengkhawtirkan aku? Nas, sebenarnya aku ingin berhenti bekerja di rumah sakit.”
Mengedikkan bahu dan lengannya, Mina meminta Kimi menyingkirkan kepalanya. Matanya menyorot tak percaya ke arah saudara tirinya itu. “Lalu kamu mau apa?”
“Menjadi managermu lagi, bukankah kamu kuwalahan menghandle endorse-an seorang diri?”
"Kamu sudah berjuang mati-matian untuk bisa mendapat gelar dokter, dan malah ingin menjadi manager selebgram?" Mina menunjuk hidungnya.
Mengangguk dengan bibir ditekuk ke dalam, Kimi berucap, "Atau aku akan mati betulan."
Perkataan Kimi jelas membuat Mina tak habis pikir, mungkinkah pikiran Kimi sedangkal itu? Bibirnya kelu, sedangkan saudara tirinya itu hanya menatapnya dengan pandangan mata sayu.“Jangan berpikiran bodoh Kim! Ingat mami sama papi!”Kimi membalas larangan Mina yang mengandung kecamasan dengan sebuah candaan lagi, “Kamu akan menjadi orang pertama yang akan aku hantui setiap malam kalau sampai aku mati bunuh diri.”“Kimi!”“Aku hanya bercanda!” Kimi melingkarkan tangannya ke lengen Mina. “Jangan menganggap serius, aku masih ingin pergi ke tempat-tempat yang ingin aku singgahi, aku juga ingin menemukan lelaki yang baik untuk bisa kujadikan suami.” Kimi memulas senyum. Namun, tak berselang lama senyumnya seketika hilang berganti dengan sebuah hembusan napas kasar. “Kenapa?” Mina lagi-lagi cemas dengan perubahan mood saudaranya itu.“Aku ingin berhenti bekerja di rumah sakit itu, aku tidak sanggup lagi. Terlalu banyak kenangan bersama Noah di sana.”Kini Mina ikut mengembusakan napasnya k
Sebelum pulang ke rumah, Richie sengaja pergi ke rumah temannya yang seorang produser musik. Richie memang bekerja menjadi seorang penulis lagu karena begitu menggilai dunia seni dan musik sejak kecil, bahkan beberapa lagu ciptaannya dinyanyikan oleh penyanyi terkenal dan sangat sukses di pasaran. Namun, Richie memakai nama lain sebagai pencipta lagu, agar tidak ada yang tahu identitas aslinya-'Riga' singkatan dari namanya sendiri Richard Tyaga. Keluarganya pun sudah mengetahui pekerjaanya ini tapi tidak pernah berkoar-koar karena Richie meminta mereka merahasiakannya. Karena hal ini juga lah kakak kandungnya-Daniel tak pernah menuntutnya bekerja di perusahaan mendiang sang papa. Kebahagiaan Richie adalah kebahagiaan Daniel, hingga kejadian yang membuat Daniel murka beberapa hari yang lalu menjadi awal keputusan pria itu. Meskipun Daniel sudah menikah, Richie masih saja berusaha menyatukannya dengan mantan kekasihnya. Rasa bersalah Richie yang setahun lalu membuat Daniel dan Abel be
“Uhuk.” Richie berpura-pura batuk. Setelah mengambil minuman di dalam lemari pendingin, pria itu mendekati Ghea-kakak iparnya yang sedang sibuk membuat teh di pantry.“Kenapa? ada apa? sudah ngambeknya.”Sindiran Ghea membuat Richie salah tingkah, cukup sudah. Ia berjanji, ini kali terakhir dia minggat karena kesal. Menggaruk rambut kepalanya yang gatal karena belum keramas, Richie memberanikan diri menanyakan sesuatu ke sang kakak ipar.“Apa kamu mungkin mengenal CEO ABI TV?”“Kenapa?”“Apa istrinya galak?”Ghea melipat kening mendapati pertanyaan sang adik ipar yang dirasanya sangat aneh. Namun, belum juga mendapatkan jawaban dari kakak iparnya itu, kini pikiran Richie sudah berubah. “Sudahlah, tidak usah dijawab! aku hanya iseng bertanya,” ucapnya sambil berlalu.“Kenapa aku merasa wajah gadis itu tidak asing,” gumam Richie sepanjang perjalanannya menuju ruang keluarga untuk menemani sang mama.---Menyandarkan punggung di sofa dan memeluk bantal dengan nyaman, Kimi menatap lay
Lama Kimi terdiam di parkiran rumah sakit tempatnya bekerja. Ia masih ragu untuk turun dan menginjakkan kaki keluar, apa lagi masuk ke dalam sana. Meskipun setuju untuk bertahan satu bulan lagi, setelah diberikan libur selama satu minggu, tapi Kimi takut akan goyah dan memilih terus bertahan bekerja, jika banyak rekan atau seniornya yang mempengaruhi keputusannya nanti.“Ayo Kim semangat! bulatkan tekatmu, jangan goyah!” gumamnya sambil menyambar tas lalu mematikan mesin mobil. Gadis itu turun dan meraih jas snellinya di kursi penumpang sebelum benar-benar mengunci mobilnya.Kimi berjalan masuk dengan langkah tak bersemangat, gadis itu tak sadar gerak-geriknya sedari tadi diamati oleh seseorang dari dalam mobil. Ya, siapa lagi kalau bukan putra kesayangan Nova dedengkot perkumpulan MAPAN.Seminggu yang lalu Daniel mengalami sebuah insiden kecelakaan, untuk itu Richie berada di rumah sakit dan mengurus kakaknya itu.“Jika dia dokter dan bekerja di rumah sakit ini, kenapa aku tidak meli
Sara syok, ia benar-benar terkejut saat putri kesayangannya bercerita bahwa sudah mengundurkan diri dari rumah sakit tempatnya bekerja. "Kim, kenapa? Lalu kamu mau ngapain? nganggur?" Sara begitu kecewa. Kimi memilih diam dan tidak memberitahu alasan sebenarnya ke sang mami. Sejujurnya Kimi bingung dan juga merasa bersalah. Pertama, gadis itu bingung karena harus merogoh tabungannya beberapa bulan ke depan untuk membayar cicilan apartemen. Kimi sadar ini tidak mungkin dilakukannya setiap bulan, jadi dia harus segera mencari pekerjaan demi cicilan. Kedua, Kimi merasa bersalah ke orangtuanya, terutama ke sang mami-Sara, tapi sebagai orang yang berkecimpung di dunia medis, Ia sadar harus menjaga kewarasannya. Menurut Kimi, dirinya sudah berada diambang batas kemampuannya untuk menjaga kesehatan mentalnya jika terus bertahan di sana. "Nanti Kimi cari kerjaan deh Mi, untuk sementara aku mau nganggur dulu," Jawab Kimi, ia menggigit bibir bawahnya takut jika kena sembur Sara. Faraj ya
Richie masih menatap Kimi dengan seringai nakalnya, Ia masih tak menyangka gadis seimut Kimi sudah memiliki anak. Cincin yang melingkar di jari manis gadis itu, Richie yakini sebagai cincin pernikahan. Ia sengaja mencuri kesempatan, membiarkan Kimi masih memegang erat kedua lengannya di balik kemeja biru yang dia kenakan.Masa bodoh kali ini, jika harus menjadi pebinor pun aku rela. Richie masih menatap wajah Kimi, hingga dia tersadar dan bertanya, “apa kamu mengingatku?”Kimi menggelengkan kepalanya berpura-pura. Sejujurnya dia takut karena pernah memarahi Richie secara membabi buta saat Biru menendangkan bola dan mengenai kaca jendela mobil pria itu. “Apa kamu sudah meminta ganti rugi ke orang yang kartu namanya aku berikan kepadamu?”Richie menggeleng.“Kenapa?” tanya Kimi lagi.“Bisakah kamu melepaskan cengkeramanmu dari lenganku?”Kimi seketika melepaskan pegangannya ke Richie, ia sempat oleng lagi karena ternyata heel sebelah sepatunya patah. Beruntung dia tidak terjerembab kem
Kimi berusaha menutupi rasa groginya. Ia merasa habis, berakhir, tak ada harapan. Gadis itu menangis di dalam hatinya. Mendapati pria yang dia maki, pria yang ia curhati asal-asalan di rooftop beberapa hari yang lalu ternyata pemilik perusahaan tempatnya melamar pekerjaan. Richie terlihat bersikap biasa di depan para karyawan dan pelamarnya. Ia beberapa kali melempar pertanyaan ke dua pelamar lain, dan saat giliran Kimi, Richie mengerutkan kening dan berhasil membuat gadis cantik itu menelan saliva. Kimi Zia Azzahra, Kimi-jadi namanya Kimi. Mata Richie fokus pada CV dan membaca catatan tim HRD yang mewawancarai Kimi kemarin, di sana tertulis 'tidak menjawab dengan baik alasan keluar dari rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya'. Namun, Richie memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu kepada Kimi.“Jika kamu diterima bekerja di klinik rumah sakit ini, apa yang bisa kamu janjikan ke perusahaan kami?” tanya Richie sambil menekan pulpen miliknya lantas menyandarkan punggungnya ke kurs
“Ada apa?”"Pa-pak Ri-Ri-Richard."Jim tergagap-gagap melihat adik atasannya bersikap biasa saja saat Kimi sampai ke ruangannya. Gadis itu pun bingung, menatap secara bergantian Richie dan Jim yang terlihat megap-megap. “Bukankah anda tadi berkata akan berpura-pura sesak napas dan meminta saya memanggilkan dokter dari klinik?” Jim menyatukan giginya, alis matanya bergerak-gerak mencoba berkomunikasi dengan Richie yang benar-benar membuatnya malu.“Maaf jim, tapi aku merasa seperti orang bodoh saat memandangi wajahku sendiri yang berpura-pura sesak napas tadi, mukaku seperti ikan terkena kail. Tidak mungkin aku membiarkan dia melihat wajah jelekku.”“Jadi, apa anda sudah baik-baik saja?” tanya Kimi dengan wajah kebingungan.“Ya-ya aku baik-baik saja!” jawab Richie yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya ke Jim.Kini tatapan Kimi beralih ke pria bernama lengkap Jimmy Lin itu. Sorot matanya jelas menuntut sebuah jawaban. Jim benar-benar tak berkutik, hingga Richie mengalihka