"Hah! Beneran kamu Nay?!!" teriak Jihan kaget setelah Naya menceritakan semua nya, hubungannya dengan pak Arka ah lebih tepat nya perjanjian konyol itu. Naya terpaksa bercerita buat minta perlindungan teman temannya karena setelah kejadian semalam Naya benar benar masih takut. "Beneran psycho tuh guru," geram Dahya kesal. "You got me feeling like a psycho psycho." sahut Sina bernyanyi. BUGH.... "Akh sakit, Han," rintih Sina saat Jihan memukul lengannya. "Jangan bercanda." "Cihh ternyata tampang tidak mencerminkan perilakunya," lanjut Dahya. "Apa tidak sebaiknya kamu lapor pada kepala sekolah saja, Nay? ?" sahut Yuna. "Tidak semudah itu. Aku pernah melaporkannya soal hasil ulangan tapi semua justru kacau. Dia bisa memutar balikkan fakta. Kalian jangan bilang siapa siapa ya tentang ini ? Aku benar benar takut," Naya menunduk takut, sebentar lagi bel masuk sekolah. "Kita tidak bisa menolong mu Nay karena kita beda kelas. Jadi bagaimana ini?" "Apa kita minta pindah kelas?" "Tida
Kini Naya duduk canggung di meja makan bersama gurunya dan seorang wanita paruh baya. Sang kepala keluarga sedang berada di luar negri jadi sepertinya ini keberuntungan untuk Arka karena jika ada papa nya sudah bisa dipastikan akan ada percekcokan mengingat papa nya itu selalu saja mendesak nya untuk dijodohkan dengan anak teman nya. "Naya ayo di makan, kamu suka udang ? Ini makanlah, Mama tadi memasak udang asam manis kamu pasti suka. Kamu tidak ada alergi udang kan?" Naya mengangguk ragu "Sudah cukup tante, saya bisa sendiri," sahut Naya merasa tak enak karena ibu Arka mengambilkan makan untuk nya. "Mama, panggil aku mama. Kamu kan kekasih Arka jadi kamu juga anak mama. Sudah cepat makanlah." "Iya tan, eh mama." "Kamu sangat cantik Nay, Mama rasa mama langsung menyukaimu." UHUK UHUK... "Oh astaga minumlah," Pak Arka memberi minum untuk Naya yang duduk disampingnya "gapapa?" tanya nya khawatir. Bisa Naya lihat raut wajah khawatir gurunya sedekat ini. Ini pertama kalinya guru gi
"Terima kasih bu untuk makanannya. Saya permisi pulang dulu karena sudah malam." "Iya, terima kasih nak Arka sudah membantu kami." "Tidak apa-apa, bu. Ibu bisa menghubungi saya kapanpun jika membutuhkan bantuan. Saya pulang dulu." "Kenapa diam?" bisik ibu Naya menyenggol lengan Naya yang sedari tadi hanya berdiri diam disampingnya. "Cepat antar sampai depan." Naya menghela nafasnya panjang "Saya antar sampai depan pak." "Pak Arka, terima kasih atas bantuannya tadi. saya akan mengganti uang bapak nanti saat saya sudah lulus sekolah dan bekerja," ucap Naya setelah mereka sampai didepan mobil Pak Arka. "Kenapa harus mengganti? Memangnya aku bilang kamu harus menggantinya?" "Eh? Tidak pak walau bagaimanapun saya akan tetap mengganti." "Baiklah, kamu tahu bukan, menunggumu lulus dan bekerja akan membutuhkan waktu lama?Jadi aku tidak yakin kamu bisa mengembalikan uang ku mengingat mungkin bunga nya akan bertambah banyak nanti." "Apa? Bapak menggunakan bunga untuk uang tadi?" "Hmm,
Sesampainya di kelas, Naya melihat Juna yang sudah duduk tenang di bangku nya sambil membaca buku. "Oke Nay kamu gaboleh sedih lagi. Ingat kamu harus fokus." Dengan tenang, Gadis itu berjalan menuju bangku nya, lebih tepat bangku lama nya. setelah duduk, dia mengeluAarkan buku buku nya untuk belajar sebelum ujian dimulai. Juna yang menyadari kedatangannya mengerutkan keningnya bingung. "Naya," panggilnya pelan namun tampaknya Gadis itu pura pura tidak mendengar dan lebih memilih fokus pada bukunya. Karena beberapa kali panggilannya tidak dijawab, akhirnya Juna beranjak berdiri didepan meja Naya. "Kamu pindah ke bangkumu lagi?" Tanyanya yang kini sudah berdiri tepat didepan bangku Naya. "Juna? Kamu mengagetkanku saja," seru Naya dengan tawa renyah nya, membuat Juna semakin mengerutkan kening nya bingung. "Aku sudah memanggilmu berulang kali tapi tampaknya kamu terlalu fokus dengan buku mu. Kamu pindah ke bangku lama mu lagi ? Bagaimana jika pak..." "Tidak. Tidak apa-apa, aku rasa
"Pak Arka kenapa disini?" tanya Naya kaget saat melihat guru gila nya datang ke kedai. Ngomong-ngomong ini hari libur. "Kenapa? Menangnya gaboleh?" tanya pak Arka balik. "Iya," balas Naya singkat, Padat dan Jelas. "Apa? aku ini gurumu, harusnya kamu menyambut ku bukan malah begini." "Naya, loh kamu guru Naya kan?" tanya ibu Naya yang baru saja keluar dari kedai. "Selamat siang, saya Arka," sapa pak Arka sambil membungkuk sopan. "Ah maaf ibu lupa namamu nak. Oh ayo masuklah." "Ibu." Pak Arka tersenyum senang kearah Naya sebelum menyusul ibu Naya masuk kedalam kedai. "Nak Arka mau makan apa ?" tanya ibu Naya. "Tidak bu, saya sudah makan tadi hehe. Ngomong ngomong kenapa kedai sangat sepi? Ibu baru buka?" "Akhir-akhir ini kedai sangat sepi. Mungkin karena musim hujan jadi semua orang lebih memilih berdiam diri dirumah." "Kenapa tidak membuat pesan antar saja bu?" "Apa? Pak maaf tapi pesan antar tidak semudah itu. Lagi pula kita tidak mempunyai kendaraan. Ibu saya juga akan s
"NAYA BERHENTI DI TEMPAT!" teriakan itu kembali menggema di koridor sekolah yang tampak sudah sepi karena bel masuk sudah berbunyi kurang lebih 30 menit yang lalu. Pak Arka dengan langkah besarnya menghampiri Naya yang berdiri tegak di sana. "Selamat pagi pak," sapa Naya dengan senyum manis nya. "Kamu terlambat?" Naya menelan ludah nya susah payah "M-maaf pak saya terlambat..." "Lari keliling lapangan utama 5x !" "Apa?" Naya berlari mengelilingi lapangan utama sekolah yang besar nya hampir sebesar lapangan sepak bola. Gurunya benar benar gila, ini kedua kalinya pak Arka menyuruhnya berlari dilapangan sialan ini. "Naya pasti terlambat." "Haha rasain tuh memang nya enak dihukum." Beberapa murid yang menyaksikan dari jendela kelas saling bersahutan. Ada yang senang Naya dihukum dan ada yang kasihan. Kalian pasti sudah tahu siapa yang senang dan siapa yang kasihan. Kebanyakan kubu cewek senang, dan kubu cowok merasa kasihan. "Kalian mau dihukum juga?" suara dingin itu langsung m
Naya berjalan mondar mandir seperti setrikaan membuat pak Arka benar-benar pusing dibuatnya. Ngomong-ngomong mereka sedang terkunci diperpustakaan berdua, hanya berdua. "Tidak bisakah kamu duduk? Kamu membuatku pusing." "Bagaimana saya bisa duduk sedangkan kita sedang terkunci disini pak. Pak Arka lakukan sesuatu." "Apa yang harus aku lakukan?" "Hubungi seseorang. Mana ponsel bapak? Ponselku tertinggal di tas yang ada dikelas." "Ponselku mati habis daya," balas pak Arka santai sambil memperlihatkan ponsel nya yang mati. Sebenarnya ponsel nya tidak mati karena habis daya, dia sengaja mematikan ponselnya agar bisa berduaan dengan Naya disini, Licik memang. "Huff terus kita harus bagaimana pak ? Ibuku pasti khawatir. Apa bapak bisa memanjat? Kita bisa keluar lewat jendela atas." "Aduh kaki ku sakit Nay sepertinya susah berjalan. Ini karena mu tadi terlalu keras menendang kakiku," ucap pak Arka dengan nada seolah kesakitan. Tadi setelah keluar dari kolong meja, Naya langsung menend
Pak Arka dan Naya hanya bisa berdiri diam dihadapan kepala sekolah yang memanggilnya beberapa menit lalu karena kejadian tadi pagi di perpustakaan yang menghebohkan seisi sekolah bahkan sampai luar lingkungan sekolah. "Permisi, saya orang tua dari Naya," ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja datang bersama wanita yang di yakini adalah orang tua pak Arka. "Silahkan duduk." "Saya sudah menjelaskan detail permasalahannya lewat telepon bukan? Jadi saya tidak akan menjelaskan nya lagi untuk kedua kalinya," ucap sang kepala sekolah pada orang tua Naya dan juga pak Arka. "Maafkan putri saya, saya akan berusaha mendidiknya lebih baik lagi untuk kedepannya," balas ibu Naya dengan mata yang sudah berkaca kaca. Sudah dapat dilihat tatapan kekecewaan yang terpancar dari sorot matanya. "Berita ini tidak hanya menggemparkan seisi sekolah, namun juga sampai keluar sekolah. Reputasi sekolah langsung jatuh hanya dengan berita ini. Kalau sudah begini apa yang harus kita lakukan? Mengeluarka