Share

Bab 5

Libur telah tiba

Libur telah tiba

Hore ... Hore ... Hore ...

Sorak semangat Elina, menggosok tubuhnya dengan puff yang penuh dengan busa yang lembut.

Penyanyi kamar mandi itu sedang bahagia hatinya. Semalam Aland menelpon memberikan kabar gembira.

Elina membongkar lemari pakaiannya, mengeluarkan satu persatu dress yang dia miliki.

Tubuhnya berputar-putar di depan cermin, berganti dress satu dengan dress yang lainnya.

Akhirnya setelah mencoba beberapa dress, pilihannya jatuh kepada blose berwarna baby pink dengan celana jeans berwarna putih.

Ya memang begitulah Elina, pilihannya tak sesuai dengan apa yang dia coba. Seperti hatinya juga, memilih Sean yang terpaut 10 tahun darinya.

Elina duduk di depan cermin, dia bersolek dengan cantiknya. Memakai bedak tipis dengan lipstik warn nude andalannya. Elina terlihat sangat cantik dengan rambut yang dibiarkan tergerai.

Kriiing!

Ponselnya berbunyi, nama Aland tertera di layar ponselnya. Dengan cepat gadis imut itu menyelipkan kakinya ke dalam flat shoes berwarna coklat muda.

"Aku datang ...!" teriaknya sumringah menuruni anak tangga di rumahnya.

"Kurang lama!" ketus Aland saat Elina berdiri di depan kaca mobilnya. "Ayo cepat masuk!"

"Jangan galak dong sama pacar," rayu Elina menempelkan kepalanya di pundak Aland.

"Apa sih!" bentak Aland dia menoyor kepala Elina. "Aku sedang menyetir."

"Idih ... aku, gitu dong aku kamu, cie!" ledek Elina mendengar Aland tak lagi menyebut dirinya saya.

"Diamlah, aku sedang menyetir."

Elina membuka setengah kaca mobil di sampingnya, dengan lantang kemudian dia berteriak, "Hei ... hari ini aku akan bertemu calon Mama mertua!"

Kesal dengan apa yang dilakukan Elina, Aland menarik lengan Elina. "Apa sih yang kamu lakukan, teriak-teriak dasar norak!"

"Brisik! Mengganggu saja," ketus Elina.

"Tutup jendelanya Elina, panas!" perintah Aland yang langsung menjadi bahan cibiran Elina.

"Ya ampun, Om Aland! Kamu itu cowok, janganlah takut panas, gak macho!" Elina memajukan bibirnya berbentuk huruf 0.

"Sudah aku bilang jangan panggil aku Om!" Aland menolehkan wajahnya, matanya melebar karena kesal, lagi-lagi Elina memanggil dirinya Om.

"Lihat depan, fokus nyetir." Elina membenarkan kepala Aland agar menghadap ke depan.

"Oh iya ... kita kan sudah pacaran ya, jadi aku panggil kamu sayang." Elina membentuk jari telunjuk dan jempolnya menjadi bentuk love. Kemudian mengarahkannya ke wajah Aland.

Aland memilih diam, tak menanggapi ocehan Elina itu. Memang Aland sendiri juga tak menolak jika Elina mau menjadi kekasihnya. Hanya saja kadang Aland merasa malas jika Elina bertindak seperti bocah.

Aland menghentikan mobilnya di halaman rumahnya yang luas. Rumah berlantai dua bak istana dengan nuansa putih bersih membuat suasana rumah Aland seperti di dalam negeri dongeng.

"Wow ... rumahmu bagus banget!" Elina takjub saat berdiri tepat menghadap rumah Aland.

"Beruntung banget dong ya aku, dapat suami kaya." Elina menyenggol manja lengan Aland.

"Dasar matre!" umpat Aland, meninggalkan Elina yang celingukan menikmati suasana rumah Aland.

"Ma, tuh calon menantu yang Mama tunggu sudah datang." Aland memberitahukan berita gembira itu kepada Nyonya Anita.

"Dimana Elina?" tanya Nyonya Anita tak menemukan sosok yang dia cari.

"Di luar, lagi bengong lihat rumah ini, kampungan!" ejek Aland yang memang tak pernah bisa berbicara dengan sedikit lembut.

"Hus, kamu ini. Panggil Elina, bawa kesini."

Aland menuruti perintah Anita. Aland kembali keluar rumah, tapi dia tak menemukan Elina.

"Elina, Eli ...."

"Tidak usah berteriak aku disini." potong Elina cepat.

"Ngapain sih kamu, cepat masuk!" ketusnya saat melihat Elina dibalik tanaman bambu air.

"Kamu tidak lihat aku sedang melihat ikan!"

Warna hijau dari tanaman bambu air menjadikan sekitar kolam ikan lebih segar, membuat Elina betah disana.

"Ayo cepat masuk, Mama sudah menunggumu." Aland menarik lengan Elina.

"Calon Mama mertua ya, oke siap!" Elina memberikan hormat kepada Aland.

Sayangnya, semua hal konyol yang Elina lakukan tak pernah bisa membuat Aland tersenyum.

Aland masuk kembali ke dalam rumahnya, diikuti Elina dari belakang.

"Hai Tante," sapa Elina memeluk tubuh Nyonya Anita.

Aland senang melihat Elina akrab dengan Mamanya. Mamanya pun baru pertama kali ini bisa langsung suka dengan perempuan yang dia kenalkan.

Padahal sebelum Elina, Aland pernah memperkenalkan Wiza mantan kekasihnya dulu, tapi Mamanya hanya memberikan respon yang biasa saja.

"Tante apa kabar?" tanya Elina setelah melepaskan pelukannya dari Elina.

"Baik sayang, kamu sendiri bagaimana, Aland tidak menyusahkan kamu, kan?" Nyonya Anita melirik ke arah anak semata wayangnya itu.

"Tidak Tante, Om Aland tidak menyusahkan Elina kok, hanya saja sering galak," bisik Elina dengan keras, memang dia sengaja agar Aland mendengarnya.

"Elina jangan panggil aku Om!" bentak Aland, lupa kalau diantara mereka ada Mamanya.

"Tuh kan, seperti itu, tu! Dia selalu membentak Elina." Elina mengadu dengan manjanya.

"Aland, halus sedikit dong, yang romantis, bisa kan?" Nyonya Anita membela calon menantu kesayangannya itu.

"Aland kesal, Ma. Dia selalu saja memanggil Aland Om." Giliran Aland yang mengadu kepada Nyonya Anita.

"Memang kamu sudah Om-om kan!" ketus Elina tak terima diadukan ke Nyonya Anita.

"Kamu saja yang masih ingusan, dasar!" Aland tak mau kalah.

"Hei ... sudah, kalian semua benar. Aland memang Om-om dan Elina memang masih terlalu muda. Tapi tante tidak masalah kok kalau kalian menikah." Nyonya Anita berusaha netral tak membela Aland ataupun Elina.

Melihat Aland dan Elina berdebat seperti itu menjadi hiburan tersendiri untuk Nyonya Anita

Menurut Nyonya Anita, Elina memang berbeda. Dia gadis yang ceria dan kekanak-kanakan, akan sangat cocok jika di sandingkan dengan Aland yang angkuh dan sombong.

"Elina ayo ikut Tante, kita ngobrol di ruang tengah saja." Anita menggandeng tangan Elina membawanya masuk ke dalam.

"Terus Aland bagaimana, Ma?" tanya Aland merasa diabaikan karena kehadiran Elina.

"Kamu disini saja, cuci itu mobil kamu, sudah berdebu begitu, jangan jorok!"

"Tapi Ma," Aland merengek, melupakan sifat angkuhnya yang dominan.

Elina terkekeh melihat sifat asli CEO galak itu.

"Om Aland sayang, ayo cuci mobil kamu, jangan mengganggu aku dan Tante Elina ya. Ini khusu perempuan." ejek Elina merasa puas.

Entah kenapa, gadis imut itu sangat senang melihat sifat manja Aland saat bersama dengan Mamanya.

Elina berfikir, jika sifat arogan Aland itu hanya sebagai formalitas pekerjaannya saja.

"Diam kamu Elina!" ketus Aland.

"Tante ... Om galak itu marah lagi." Elina merengek manja mengadu kepada Nyonya Anita.

"Sudah ... kalian ini seperti kucing dan anjing, bertengkar saja kerjaannya."

"Elina yang mulai, Ma." jari telunjuk kanan Aland menunjuk ke arah Elina yang menjulurkan lidahnya mengejek Aland.

"Kamu ini, manja sekali Om Aland." Elina berkacak pinggang. "Di depan aku aja galak, giliran di depan Tante manja. Dasar anak Mama, ha ha ha!"

Elina tertawa, mengetahui CEO tampannya itu ternyata anak yang manja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status