Share

Bab 4

"Mas ... yang bayar Om galak ini ya!" teriak Elina kepada petugas dibagian kasir.

"Hei ... Dasar bocah ingusan!" teriak Aland.

Elina berlari meninggalkan Aland membayar makanan yang sudah dia makan.

"Ba!"

Elina mengageti Aland yang baru saja keluar. Tapi bukannya kaget Aland malah mengumpat dengan kesal.

"Dasar bodoh, kamu tidak lihat di sini kaca transparan, mau kamu ngumpet pun kelihatan!" ketus Aland menanggapi canda Elina yang sama sekali tak lucu buatnya.

"Om ... kamu tidak mau menggandeng tanganku?"

Elina mendongakkan pandangannya memberikan pertanyaan yang malas Aland jawab.

"Om ... kenapa diam? Om marah?" Elina terus menggoda Aland.

"Elina, diamlah!" bentak Alend.

Aland tidak mau wibawanya hancur karena si usil Elina selalu saja memanggil dirinya Om.

Elina yang iseng terus mengekori Aland, kemanapun dia pergi Elina ada di belakangnya.

"Kamu tidak ada kegiatan lain selain mengikuti aku, Elina?" bentak Aland kesal.

"Siapa yang ngikutin, saya itu mau masuk ke ruangan kerja saya Pak. Kan sebelahan, he he he!" Elina terkekeh dia merapikan poni depan yang menghalangi alisnya

"Stop!" Elina menghadang Aland yang hendak masuk ke ruangannya.

"Minggir Elina!" Aland mendorong tubuh mungil Elina, menjauh dari pintu ruangannya.

"Mama ... kok Mama bisa ada disini?" Aland terkejut.

Nyonya Anita, Mama Aland sudah duduk di sofa ruang kerjanya. Menatap kesal kepada anak semata wayangnya itu.

Perempuan berusia setengah abad itu seolah tak pernah terlihat tua. Penampilannya yang modis, membuatnya tak terlihat kuno, belum lagi perawatan wajahnya yang estra mahal, yang pastinya membuat kulit kencang dan kenyal.

Nyonya Anita berdiri, dia melipat kedua tangannya di depan dada. "Kenapa memang, kamu keberatan?" tanya Nyonya Anita kemudian.

Wajah Nyonya Anita terlihat sangat cantik meskipun sedang kesal dengan Aland.

"Bukan begitu, Mama bukannya lagi di ...."

"Di London maksud kamu?" Nyonya Anita memotong ucapan Aland. "Tidak jadi, urusannya sudah beres."

Tanpa permisi, tanpa izin, Elina nyelonong masuk ke ruangan Aland dan menghampiri Nyonya Anita.

"Maaf Tan, Tante ini Mamanya Pak Aland?" tanya Elina penasaran.

Elina terkagum dengan sosok Nyonya Anita yang awet muda. Pantas saja Aland berwajah tampan dan berkarisma, melihat Mamanya yang memang cantik.

"Iya, Tante Mamanya Aland, kamu siapa?"

Nyonya Anita merasa aneh, tak biasanya ada perempuan lain di ruangan Aland selain Yuan, sekretarisnya dan juga dirinya.

"Perkenalkan Tante, saya Elina, pacarnya Pak Aland."

Dengan percaya diri Elina halu dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Dia tak tahu, jika Aland sedang tegang menelan salivanya.

Dengan Elina mengatakan dia adalah kekasih Aland, pastilah Mamanya akan meminta Aland untuk cepat melamar Elina dan menikah.

Wanita berusia 50 tahun itu sudah ingin menimang cucu.

"Pacar?" Nyonya Anita melirik Aland. "Aland serius dia pacar kamu."

Wajahnya penuh harap, keinginannya hanyalah ingin melihat Aland segera menikah.

"Bukan Ma, dia hanya mengarang cerita kok."

Aland berbicara apa adanya, sayangnya percuma, Anita lebih percaya dengan ucapan Elina.

"Elina, benar kamu ini pacar anak tante?" tanya Nyonya Anita memastikan.

Elina mengangguk. Gadis imut itu terlihat sangat manis meskipun sedang berbohong. Tak sampai hati rasanya jika Aland memarahi Elina di depan Mamanya.

"Astaga ... Mama gak mimpi kan Aland, akhirnya kamu punya pacar juga." Anita tersenyum, rona diwajahnya bersemu bahagia.

Selama ini Aland tak pernah mau mengenalkan pacarnya kepada Nyonya Anita. Yang membuat Nyonya Anita terkejut, tiba-tiba ada gadis imut yang mengaku sebagai kekasih anaknya, dan itu adalah kabar yang yang menggembirakan untuk Nyonya Anita.

"Memangnya dia selama ini jomblo, Tan?" tanya Elina, dia mulai penasaran dengan semua tentang Aland.

Sedangkan Aland dia malah merasa curiga dengan pertanyaan Elina barusan. Aland pasti jawaban Mamanya akan menjadi bahan ejekan Elina nanti.

"Mana ada sih yang mau dengan dia Elina, sudah tua galak lagi, pantas belum nikah-nikah," celetuk Nyonya Anita, membuat Aland menjadi mati gaya.

Kartu Asnya sudah dibuka oleh Mamanya sendiri.

Elina, dia menutup mulutnya menahan tawa. Elina sama sekali tidak menyangka, CEO setampan Aland bisa menjadi perjaka tua hanya karena sifatnya yang galak.

Aland melirik Elina tajam, memberikan ultimatum lewat matanya, untuk berhenti berbicara.

"Elina kamu harus main ke rumah Tante. Kita harus ngobrol banyak, kamu asik sekali orangnya, tidak seperti Aland, kayak robot, kaku dan pendiam," ejekan Anita itu membuat Aland merasa terpojok mati gaya.

"Siap tante!" ucap Elina.

"Ma, tapi dia bukan pacar Aland, Ma." Aland masih terus saja berusaha mengelak.

"Mama gak mau tau ya, week and kamu harus bawa Elina ke rumah," kata Nyonya Anita tak ingin mendengar penolakan dari Aland di pergi dari ruangan Aland.

Aland mengejar Nyonya Anita. "Tapi, Ma ...," suaranya perlahan menghilang.

Tak lama kemudian, Aland kembali, dia langsung menjadikan Elina sebagai sasaran kekesalannya. Ulah Elina sudah membuat Mamanya berharap pada gadis imut itu.

"Puas kamu, puas!" bentak Aland tepat di depan wajah Elina.

Tak merasa takut sedikitpun Elina malah tertawa dengan senangnya. "Ha ha ha, dasar anak Mama."

Elina merasa puas sudah meledek Aland, CEO tampan yang diam-diam sudah masuk ke dalam hatinya.

"Ternyata ... dibalik keangkuhan dan kesombongan seorang Aland, ada anak mama disana, ha ha ha."

Elina tak habis-habisnya meledek Aland. Membuat dia tak berkutik di depan Elina.

"Diamlah, Elina!" bentak Aland. "Puas kamu sudah mengarang cerita bohong ke Mama?"

Kali ini sepertinya benar-benar marah. Aland sangat menyayangi Mamanya, tak mungkin Aland bisa berbohong, apalagi soal pacar.

"Siapa yang bohong?" Elina mengelak dengan manja. Gadis imut itu sedikit menyebalkan.

"Kamu ngapain bilang sama Mamaku kalau kamu ini pacar aku. Kamu tahu, sekarang Mamaku jadi berharap sama kamu." Aland sudah berada dalam tingkat kebingungan.

"Memangnya Pak Aland tidak mau jadi pacar saya ya?" Dengan polosnya, gadis imut itu menanyakan hal demikian kepada Aland.

Aland terdiam dia tak bisa menjawab pertanyaan Elina. Bukannya dia mau menjadi pacar Elina tapi rasanya tak mungkin dia harus berpacaran dengan mahasiswi yang menyebalkan seperti Elina.

"Kalau diam, itu artinya mau kan?" tanya Elina mengedipkan matanya.

Aland melemparkan bokongnya ke kursi, dia duduk karena tak ingin terlihat gugup. Dia memang tak punya lagi alasan untuk menolak Elina.

"Weekand aku akan menjemputmu untuk bertemu dengan Mama," kata Aland tanpa memandang wajah imut Elina.

"Bapak serius?" tanya Elina, dia mengedipkan kedua matanya bersamaan.

"Iya, mana ponselmu!" ketus Aland mengulurkan tangannya.

Elina memberikan ponselnya kepada Aland. Aland mengetikkan nomor ponselnya sendiri di ponsel Elina kemudian memanggil ke nomor ponselnya.

"Sudah aku simpan nomor kamu." Aland mengembalikan ponsel Elina. "Nanti aku hubungi kamu."

"Okey ...!" Elina mengancingkan jari jempolnya ke arah Aland.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status