Asa memarkirkan land rovernya sembarangan di tepi jalan raya, tidak jauh dari komplek townhouse milik Bintang. Ia memukul keras setir mobil dan mengumpat sejadi-jadinya.
Sedangkan Aya, hanya bisa meluruhkan titik bening tanpa suara setelah keluar dari rumah Bintang. Jelas saja hatinya semakin tercabik, sang papa lebih percaya dengan sandiwara Astro daripada putrinya sendiri. Astro juga sukses memecah belah hubungan hangat antara dirinya dan Bintang.
“Aku sudah duga kalau itu anak cowok sialan itu, tapi aku gak tahu kalau kamu diperkosa sama dia.” Asa menarik tangan Aya agar menatapnya. “Kapan? Dan kenapa kamu gak pernah cerita sama sekali?”
Aya menggeleng, hatinya masih tidak ingin bercerita apapun saat ini.
“Aya …” panggil Asa dengan lembut lalu menangkup wajah sang adik yang sudah basah dan mengusapnya dengan ibu jari. “Apa karena itu, kamu pengen pindah ke Singapur waktu itu?”
Aya mengangguk
Setelah merasakan ketegangan di kediaman Pras satu jam yang lalu. Kini, Yasa merasakan kecanggungan saat berada di rumah Elo. Sinar sempat mengatakan kepada Yasa di mana keberadaan putrinya saat ini. Oleh sebab itu, tanpa berpikir panjang lagi, Yasa segera pergi ke rumah mantan suami pertama Sinar tersebut.Hanya Elo yang menemui Yasa di ruang tamu. Sesekali, Ai dan Arana berpura-pura melewati ruang tamu, hanya untuk sekedar melihat, seperti apa seorang Yasa. Pria yang mereka anggap sebagai ayah, dari bayi yang dikandung Aya sekaligus penyebab kecelakaan gadis tersebut.“Sebaiknya kamu pulang, karena saya juga gak mengizinkan Aya untuk ketemu sama kamu. Papinya Aya juga sudah cerita semua tentang yang terjadi di Bandung.”“Saya sudah jujur, Pak. Tapi kenapa malah saya yang tersudut dan jadi gak boleh ketemu Cahaya sama sekali? Niat saya baik, saya mau tanggung jawab dan menikahi Cahaya.” Ucapan Yasa terdengar tulus sekaligus putus asa. Da
“Bicara sama Pak El itu, ternyata lebih nyante dari pada Pak Pras.” ucap Yasa saat rubiconnya baru saja menjauh dari kediaman Elo. Bukan hal yang susah, saat ia meminta izin kepada Elo untuk membawa Aya keluar. Elo hanya memberi syarat harus membawa pulang Aya tepat waktu, atau Yasa tidak lagi di beri izin untuk membawa Aya pergi kemanapun.Aya mendengus lalu tertawa meledek. “Kamu takut sama papiku? Cemenlah kamu tuh.”“Dibilang takut sih gak.” elaknya. “Cuma gak tahu ya, aura papimu itu bawaannya tegang, rasanya susah kalau mau diajak bercanda. Gak kayak ayah sama papamu yang ramah banget itu.”Aya kembali mendengus saat mendengar Yasa menyebut papanya. Hatinya terlampau sakit, jika kembali mengingat semua hal yang terjadi semalam. Apalagi melihat wajah Astro yang jumawa memasang kilat kemenangan. Lihat saja nanti, bagaimanapun caranya, Aya akan membuat Astro hancur di tangannya.“Yasa, berapa lama k
Aya berlari cepat keluar dari kafe. Ia bahkan hampir menabrak Linda yang tengah membawakan pesanan untuknya ke lantai dua. Menahan bendungan yang sudah menggenang di pelupuk mata, agar tidak tumpah karena sebuah penghinaan yang baru saja ia terima.Dengan cepat pula ia berjalan mengarah ke jalan raya. Keluar dari komplek ruko untuk mencari sebuah taxi. Namun dalam perjalanannya, seseorang mencegat Aya dengan memberhentikan motor maticnya tepat di depan gadis itu.“Ay? Cahaya kan?” pria itu yakin kalau yang dilihatnya adalah Aya, hanya saja penampilan gadis itu memang banyak berubah. Apalagi dengan surai pendek yang sudah tidak hitam legam seperti dulu. Namun pesonanya masih saja luar biasa.“Mas Ra-jata,”“Astaga, beneran, udah sehat? Aku dengar kamu sakit ter—"“Cahaya …”Aya buru-buru naik ke atas motor Rajata. Ia tidak ingin lagi bertemu atau berbicara dengan pria yang berjalan cepat
Yasa pulang dengan tangan hampa, juga rasa bersalah di dalam dada. Aya yang sudah datang dan masuk lewat pintu garasi tidak ingin menemuinya sama sekali.Untuk satu hal itu, Elo akhirnya memberinya ultimatum. Yasa tidak akan diizinkan lagi membawa Aya pergi kemanapun. Kalaupun pria itu hendak bertemu dengan Aya, silakan datang dan tidak keluar dari rumah. Meskipun Elo tidak tahu menahu apa yang terjadi diantara keduanya. Tapi melihat kemarahan Aya, itu sudah cukup untuk Elo, memberi peringatan kepada Yasa.Pintu kamar yang ditempati Aya diketuk. Lalu, Asa muncul dengan membawakan tas yang tertinggal di kafe milik Yasa.“Ribut sama Yasa?” Asa menghempas tubuhnya di ranjang. Kedua tangannya terlipat dibelakang kepala setelah melempar tas yang dibawanya ke tubuh Aya.Aya mengangguk, lalu memiringkan tubuhnya. Memeluk guling yang berada di tengah-tengah antara dirinya dan Asa.“Aku udah males ketemu dia lagi. Gak ingat dia jug
Keesokan paginya, Yasa kembali datang ke kediaman Pras. Sebelumnya, Yasa pergi terlebih dahulu ke rumah Elo, namun gadis yang ingin ditemuinya ternyata sudah pulang dari semalam. Dengan berat hati, Yasa melajukan roda empatnya ke rumah gadis itu. Menyiapkan mental baja untuk menghadapi seorang Prasetyo Sagara.Yasa kesal sekaligus menyesal, dengan apa yang telah terjadi dengan mereka kemarin. Ucapan yang dimuntahkannya saat itu, hanyalah emosi sesaat tanpa berpikir lebih panjang. Apalagi, saat Yasa melihat manik Aya sempat mengembun dengan wajah memerah menahan emosi saat menamparnya.Ah, Yasa memang pantas menerima tamparan tersebut. Dan benar saja, lagi-lagi yang ditemuinya di kediaman mewah itu adalah Pras. Seketika itu juga aura di ruang tamu terasa sangat menyesakkan bagi Yasa. Menghirup udara yang notabene tidak berbayarpun rasanya susah sekali.“Haaah, aku itu gak tahu lagi harus bicara seperti apa sama kamu, Yas.” nada bicara Pras ter
Aya tersenyum lalu menggigit bibirnya, segan. Ia menyodorkan sebuah paper bag yang berisi jaket denim yang telah dipakainya kemarin lusa.“Maaf ya, Mas. Aku lupa ngembaliin, udah dicuci kok. udah di setrika, udah wangi.”Rajata terkekeh sungkan sebenarnya, karena jaket yang kerap dipakainya harus dicuci oleh Aya. Eh, tapi, pasti bukan Aya yang nyuci kan? Pasti ada asisten rumah tangga yang mengerjakan semuanya.“Lumayan, laundry gratis, udah sebulan gak dicuci.” Rajata kembali terkekeh sembari mengeluarkan jaket denimnya dari paper bag. Ia melepas jaket bomber yang dikenakannya lalu menggantinya dengan jaket denim tersebut.“Dasar jorok.” ejek Aya. Keduanya kembali bertemu di warung mie ayam yang pernah mereka datangi kala itu.Rajata tertawa menanggapinya. “Maklum, gak ada yang ngurus, masih single. Tunggu punya istri dululah.”“Ya udah buruan nikah, biar ada yang ngurus.”&
Kini, di ruang private sebuah restoran, hanya menyisakan Astro dan Raden. Kedua pria berdarah campuran Jerman, yang tadinya berbicara dengan mereka sudah pergi. Meninggalkan, restoran dengan susunan rencana yang telah mereka anggap sempurna.“Apa pendapatmu?” Raden mengoyangkan pelan gelas winenya, menghirup aroma lembut red wine tersebut namun tidak menyesapnya. “Kamu dan Kurt bisa membuat firma hukum baru setelah ini. Aku rasa, kalian berdua bisa jadi manajer partner yang cocok.”“Saya masih sangsi sebenarnya, Pak. Mr Egon dan anaknya itu terlalu baik, saya khawatir mereka punya maksud lain dibelakang.”“Maksud mereka jelas, untuk menghancurkan Pras, sama dengan kamu.” Raden meletakkan gelas winenya. “Sebentar lagi, mereka akan segera merger dengan Zamaryn Group, setelah itu, sedikit demi sedikit kita habiskan semuanya dari dalam.”“Apa bapak lupa, kalau si Pras itu, punya Pak Kaisar dibe
Mobil Yasa datang bersamaan dengan Bima. Kedua mobil itu parkir bersisihan. Bima tidak bisa menahan seringai lebarnya, saat melihat Sinar, Aya dan Yasa keluar serempak dari mobil yang sama.Bima menghampiri ketiga orang tersebut. Berjalan santai dengan menenggelamkan kedua tangan di dalam saku celana.Lantas, Bima mengeluarkan tangan kanannya dari saku celana. “Supir baru?” telunjuknya mengarah pada Yasa, separuh meledek. “Apa kabar Hatta Kamil sama Abraham Yazeed? Udah bangkrut mereka?”Bima, sedari dulu memang tidak pernah mengatur ke mana mulutnya itu akan menyambar.“Bima!”Hardikan Sinar, beserta cubitan kecil pada perut Bima, cukup mampu membuat pria itu berjengit dan memilih menutup mulutnya.Yasa hanya bisa terkekeh, karena ia tahu benar bagaimana tabiat Bima. Bahkan saat di wawancara dan masuk siaran langsung televisipun, Bima selalu saja menjawab pertanyaan wartawan dengan seenak perutnya. Ia sat