Semenjak kembali dari kantin kampus, Melissa lebih sering melamun. Mata perkuliahan hari ini pun tak ada yang masuk di otaknya. Mita yang tak sengaja menyinggung tentang masa itu semakin merasa bersalah.
“Kamu sakit?” Tanya Rendy.
Tak kunjung mendapat jawaban, Rendy menoleh ke arah Melissa. Dahinya mengernyit, pasalnya gadis itu bukan hanya tak mendengar apa yang ia ucapkan. Tapi, tanpa sadar ia menggigit jari-jarinya.
Perasaan Rendy menjadi tak enak. Ia menepikan mobil di jalan yang sekiranya agak sepi. Ia mencoba menunggu, hingga Melissa tersadar. Namun, nihil. Gadis itu tak bergeming.
Rendy menatapnya cemas. Ia berinisiatif meraih jari Melissa yang saat ini sudah terluka. Menepuk pipinya pelan, agar ia sadar dari lamunannya.
Melissa menoleh. Kedua matanya memerah, mengisyaratkan kerapuhan yang dalam. Tanpa berkata, Rendy melepas seatbelt Melissa. Dan meraih gadis itu dalam pelukannya.
Seperti mendapat sandaran hati, Melissa menumpahkan tangis histerisnya untuk beberapa menit lamanya. Tangis yang mengisyaratkan kesakitan yang dalam. Rendy mengeratkan pelukannya. Mengecup kepala gadis itu berkali-kali. Membisikkan kata-kata yang menenangkan.
Melihat keadaan Melissa saat ini, hati Rendy terasa nyeri. Otaknya mempunyai sejuta pertanyaan tanpa jawaban. Mungkin nanti ia akan bertanya kepada calon mertuanya.
“Cukup ya Sayang. Nanti mata kamu bengkak loh, kepalanya juga pusing.” Rendy mengucapkan kata-kata itu dengan selembut mungkin. Gadis itu semakin meraung-raung. Ia semakin memeluk erat tubuh Rendy. Seakan takut kehilangan.
Hingga akhirnya, ia tertidur dalam dekapan Rendy. Untuk pertama kalinya, Melissa tertidur dalam dekapan laki-laki selain Ayah dan Kakaknya.
Kenapa kamu sehisteris ini?
Padahal tadi pagi kamu baik-baik saja
Atau, ada yang membully kamu
Mita ...
Dia pasti tahu sesuatu
Menurut Dimas, semenjak dari kantin Lissa sering melamun
Aku harus mencari tahu
Satu jam berlalu, Rendy masih setia mendekap erat tubuh gadis itu. Walaupun tangannya dan punggungnya pegal. Ia bertahan, demi kenyamanan Melissa dalam tidurnya.
Ya, setelah puas menumpahkan semua air mata, gadis itu tertidur dalam dekapan hangat calon suaminya. Kedua tangannya melingkar erat di tubuh Rendy.
Jangan tinggalin aku
Jangan, aku mohon
Kata-kata yang gadis itu ucapkan saat menangis tadi, terngiang di telinga Rendy.
Aku tidak mungkin menyetir dalam keadaan seperti ini, pikirnya
Rendy mencoba mengambil ponselnya dengan susah payah. Ia pun mendial nomer Riko.“Hallo, Ren? Ada apa?” Tanya Riko di sana.
“Hallo, Kak. Kakak sekarang di mana?”
“Lagi di jalan. Ada apa?”
“Kakak bisa ke arah Jalan Merpati?”
“Ehm, bisa. Paling dua belas menit bisa sampai sana. Kenapa? Mobil kamu mogok ya?”
“Enggak. Kakak ke sini aja dulu. Aku tutup ya Kak.”
“OK!”
Dua belas menit kemudian, Riko benar-benar sampai di sana. Ia mengetuk kaca mobil Rendy. Dengan bersusah payah, cowok itu membuka kaca mobilnya
Mata Riko membola saat mendapati adik manisnya tertidur dalam dekapan Rendy.
“Kenapa?” Tanya Riko dengan nada lirih.
Rendy menggeleng. “Kakak nyetir mobil aku ya, biar mobil Kakak di ambil sama orangnya Papa.”
Riko mengangguk. Dan dengan keterbatasan gerak, Rendy meraih sepenuhnya tubuh mungil Melissa. Dan ia keluar, berpindah ke belakang.
Tanpa banyak bertanya, Riko mengemudikan mobil Rendy dengan kecepatan sedang menuju rumahnya.
Sesampai di rumah, Riko membukakan pintu mobil. Dan membiarkan Rendy menggendong adiknya yang masih pulas tertidur. Ia mendapati wajah adiknya begitu sembab.
Riko membukakan pintu kamar adiknya lebar-lebar, agar Rendy bisa masuk dengan leluasa. Pelan-pelan cowok itu membaringkan Melissa di atas kasurnya.
Rendy mencoba melepaskan tangan Melissa yang memeluk erat dirinya. Nihil, tangan itu malah semakin erat. Riko dan Rendy saling menatap.
“Kamu temenin dia dulu di sini. Nanti biar aku yang bilang sama Ayah dan Bunda.” Setelah mengatakannya Riko keluar kamar dan menutup pintu.
Tak ada jalan lain, Rendy ikut merebahkan tubuhnya yang terasa sangat pegal. Ia mencari posisi yang nyaman dengan keterbatasan gerak. Mendekap erat gadis itu.
Saat merasakan pergerakan kecil dari Melissa, Rendy mencoba untuk melepaskan diri. Tapi, semakin ia bergerak gadis itu makin mendekap erat tubuhnya. Tanpa sadar gadis itu mencari posisi yang nyaman. Membenamkan wajahnya ke dada Rendy.
Berkali-kali Rendy menahan nafas. Karena pergerakan Melissa membuat darahnya berdesir. Lama kelamaan ia pun merasakan kantuk. Dan ikut terlelap bersama gadis itu.
Ceklek
Pintu kamar Melissa dibuka pelan oleh Sukma yang diikuti Riko di belakangnya. Keduanya pelan-pelan mendekat ke tempat tidur, dan melihat kedua manusia berbeda jenis kelamin itu terlelap. Dengan posisi mendekap erat satu dengan yang lain.
Sukma dan Riko bertukar pandang sejenak, dan tersenyum. Mereka pun memutuskan untuk keluar dari sana. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang mengganggu keduanya.
Melissa tersentak dari tidur nyenyaknya. Matanya mengerjap beberapa kali, demi meraih kesadaran sepenuhnya. Elusan tangan di punggungnya kini membuat tubuhnya meremang. Dan kecupan di kepalanya membuat ia menegang seketika.
I-Ini aku mimpi atau gimana
Tapi, kenapa aku kenal dengan wangi parfum ini
“Ehm ,,,” Rendy melenguh sekilas
Gadis itu memejamkan mata erat. Ready bukannya tak tahu bila gadis itu sudah bangun sejak beberapa menit yang lalu. Tapi, ia tidak ingin membuatnya malu. Jelas saja, siapa yang takkan malu bila berada di dekapan seorang lawan jenis yang belum ada status pernikahan ?
Rendy melepaskan diri perlahan. Pelan-pelan beranjak, meregangkan beberapa bagian tubuhnya sejenak. Lalu keluar dari kamar Melissa.
Melissa membuka matanya. Wajahnya merah merona. Harum parfum Rendy menempel di sekitarnya.
Ini bukan mimpi
Astaga, bagaimana bisa Bunda dan Kak Riko membiarkan Mas Rendy tidur ... di kamarku?
Gadis itu langsung terbangun. Duduk di atas kasur dengan nafas memburu. Air mata itu turun dengan tak tahu aturan ketika mengingat kejadian siang tadi. Ia menangis tanpa suara, hanya air mata yang mengalir deras.
Ceklek ,,,
Rendy berniat masuk ke kamar, mengambil ponselnya yang tertinggal. Saat masuk, ia disuguhkan dengan pemandangan yang memilukan. Kedua bahu Melissa bergetar. Menandakan dirinya sedang menangis.
Rendy segera menghampiri gadis itu. Ia berjongkok di hadapan Melissa. Dengan penuh kelembutan, ia menarik kedua tangan gadis itu. Menggenggam lembut dan berusaha mengusap air mata di kedua pipinya.
“Kenapa menangis, hmm? Belum cukup tadi menangis beberapa jam?” Tanya Rendy lembut.
Mendengar pertanyaan itu, Melissa hanya menundukkan wajahnya. Isakan demi isakan masih mengalun bak nyanyian lagu sendu.
“Jangan tinggalin L-Lissa.” Lirihnya.
Rendy tertegun. Gadis yang selama ini terlihat kuat, ternyata hanya untuk menutupi kerapuhannya.
“Kenapa kamu ngomong kayak begitu? Kan Mas selalu ada di samping kamu.” Rendy beranjak duduk di sebelah gadis itu.
“Mau cerita?” Rendy menjeda perkataannya. Ia menunggu Melissa memberi jawaban.
Gadis itu menggeleng pelan. “A-aku ,,, hiks ,,, hiks ...” Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya.
Rendy menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Dan cowok itu tak bertanya apapun lagi. Ia tahu gadis itu masih butuh waktu menenangkan gejolak hatinya.
Dua puluh menit menangis membuat kepala Melissa pusing. Ia hanya memejamkan mata dengan erat.
Tok ... tok ... tok
“Lissa ...” Riko mengetuk pintu kamar adiknya.
“Masuk aja Kak.” Jawab Rendy.
Riko masuk perlahan. Ia dan Rendy saling menatap, seolah berbicara melalui tatapan mata. ‘Ada apa?’
Cowok itu mengedipkan mata dua kali. Berharap isyarat itu bisa Riko ketahui. Karena terlalu peka, Riko mengangguk.
“Lissa ,,,” panggil Riko.
Gadis itu mengusap kedua pipi sembabnya dengan kaos Rendy. Ia pun berpaling ke arah Kakaknya. Menatap sendu ke arahnya.
“Masih ingat nasehat Kakak?”
Gadis itu mengangguk. “Masih.”
Riko tersenyum, “Buruan mandi gih. Biar kelihatan seger. Ayah bentar lagi pulang loh.”
“Baik Kak. Ehm, M-Mas Rendy ... Lissa mau mandi dulu.” Cowok itu hanya mengangguk sekali.
Rendy dan Riko keluar dari kamar Melissa. Membiarkan gadis itu untuk mandi dan memperbaiki penampilannya. Ini bukan yang pertama kali ia seperti ini. Tapi akan selalu menjadi seperti ini bila tiba-tiba teringat dengan kejadian itu.
“Ren, Kakak mau kasih tahu kamu sesuatu.” Riko menjeda sesaat. “Tapi sebelum Kakak cerita, ada satu hal yang mau aku tanyakan.”
“Tanya aja Kak.” Ujar Rendy.
“Kamu ada perasaan apa sama Lissa?” Riko menatapnya serius.
Rendy tertegun. Sungguh, ia tak pernah mengira bahwa Riko yang biasa humoris bisa menjadi begitu tegas.
“Ehm ,,, gimana ya Kak ngomongnya. Rendy belum bisa bilang itu cinta atau bukan. Cuma, memang aku sering rindu sama Lissa akhir-akhir ini.” Jawabnya mantap.
Riko tersenyum, lalu menepuk bahu Rendy berulang kali.
“Lissa itu dulu pernah berpacaran sekali waktu ia masih duduk di kelas dua SMA.” Riko kembali menerawang pengakuan Lissa kepadanya. “Kakak kira, laki-laki yang disukai Lissa itu orang biasa dan sederhana. Namun, ternyata ia salah satu anak orang ternama di Ibu Kota ini.” Menatap ke arah Rendy, ia lanjut berkata, “Kamu tau Ferry Abrisa Diwangkara?”
Rendy mengerutkan dahinya. “Sepertinya nama itu nggak asing. Diwangkara,” Cowok itu membelalakkan mata. “Anak dari Benny Diwangkara?”
Riko mengangguk. “Dulu Lissa hanya bercerita nama depannya saja. Dan Kakak kira, perasaan Lissa ke Ferry gak sedalam itu. Ternyata Kakak salah. Lissa menggunakan seluruh hatinya menyukai laki-laki itu.” Pikiran Riko menerawang kala hancurnya Lissa saat itu.
“Ayah gak mengizinkan Lissa sama dia ya Kak?” Tanya Rendy penasaran.
Riko menggeleng. “Bukan. Ayah hanya tidak memperbolehkan Lissa pacaran saat masih SMA. Itu saja. Tapi, Keluarga Diwangkara lah yang tidak menyetujui hubungan mereka. Kamu tahu? Lissa pernah dipermalukan di depan umum oleh Nyonya Diwangkara?”
Cowok itu menggeleng, ia tak mampu berkata. Ia masih syok dengan fakta yang baru saja ia terima.
“Karena kejadian itu, Lissa tidak masuk sekolah selama hampir dua minggu. Lalu, ia meminta home schooling. Ia tak punya keberanian ke sekolah. Ia sering menangis dan jarang bicara.”
“A-apa L-Lissa mengalami trauma, Kak?”
Riko mengangguk. Ia menepuk bahu cowok itu. “Trauma yang mengerikan, Ren. Apa yang kamu lihat tadi, itu belum seberapa. Dulu, ia sering melukai dirinya sendiri. Menangis berjam-jam dan akan mengurung diri di kamar.” Riko menghela nafas. “Dan hanya Ayah yang mampu menenangkannya.”
“Separah itukah?” Gumam Rendy.
“Ya. Separah itu. Kakak akan merasa iba, bila trauma itu datang. Tapi, sepertinya sekarang trauma itu menemukan obatnya.”
“Obat?” Lirih Rendy.
Riko tersenyum tipis. “Kamu, obat yang Lissa butuhkan saat ini.”
“A-aku? K-kenapa aku ?”
“Mungkin ini takdir.” Jawab Riko seadanya.
Takdir ?
Apakah dipisahkan dengan perempuan itu juga takdir untukku?
Apakah ini berhubungan dengan restu Mama?
“Aku kemarin mengusulkan ke Ayah. Bagaimana kalau pernikahan kalian dipercepat? Dan Ayah belum mengiyakan.”Riko kembali menatap Rendy. “Ren?”
“Iya Kak.”
Menghela nafas, “Setelah kamu mendengar cerita Kakak, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu akan menjauhi Lissa? Atau meminta orang tua kamu membatalkan perjodohan ini?”
“Mungkin Rendy belum cinta sama Lissa, Kak?! Tapi, Rendy sudah amat sangat menyayanginya. Dan Rendy tidak pernah sedikitpun ada niat untuk membatalkan perjodohan ini.” Cowok itu menghela nafas, lalu berkata penuh dengan kesungguhan. “Malahan, tujuan Rendy saat ini adalah membuat Lissa jatuh cinta kepada Rendy.”
Riko tertegun. Ucapan Rendy terlihat begitu penuh kesungguhan dan kejujuran.
“Kamu tau, akibat apa yang kamu terima bila menyia-nyiakan Lissa?”
Rendy menggeleng. Menuntaskan semuanya dalam kesungguhan. “Pilihan Mama tidak akan pernah Rendy kecewakan atau sia-siakan Kak. Karena Rendy tahu, Mama tidak akan sembarangan memilih perempuan yang tepat untuk bersanding dengan Rendy.”
“Kakak bisa pegang janji kamu?” Tanya Riko tegas.
“Tentu! Kakak bisa pegang janji aku.” Ucap Rendy tegas.
Riko mendesah lega. Akhirnya adik manisnya itu mendapat orang yang tepat.
“Mas, Lissa udah kebelet nih,” rengek Melissa yang sejak tadi tak dihiraukan oleh Rendy. Beberapa hari ini Rendy mendadak manja kepada Melissa.“Jangan lama-lama, ya?” Melissa mengangguk dengan cepat karena sudah tak tahan. Rendy mengurai pelukannya dan membiarkan Melissa turun dari tempat tidur mereka.“Hati-hati, Sayang,” pesan Rendy yang hanya dibalas gumaman oleh Sang istri.Beberapa hari ini, Rendy merasakan hal-hal aneh yang belum pernah ia rasakan pada kehamilan pertama Melissa. Jika dulu Melissa yang selalu ingin ditemani dan dipeluk, kali ini sebaliknya. Rendy akan uring-uringan jika Melissa sibuk dengan aktivitas hariannya. Termasuk mengurus putra pertama mereka.Rendy bak bayi besar yang suka merajuk tanpa alasan dan jelas. Bahkan makan pun ia minta disuapi, kalau tidak ia akan mogok makan seharian.Perubahan sikap Rendy tentu saja membuat Melissa pusing sekaligus geli. Bagaimana tidak! Rendy yang biasanya tampak cool dan berwibawa tiba-tiba berubah l
Seorang wanita dengan wajah merengut, membawa tiga buah alat tes kehamilan dengan dua garis merah yang terlihat jelas, menuju ruang kerja sang suami di sebelah kamarnya di lantai dasar.Laki-laki yang tadinya sibuk dengan dokumen yang berada di tangannya, tersenyum dan memundurkan kursi kerjanya, untuk menyambut wanita dengan bibir merengut yang baru saja masuk ke sana.Wanita yang tak lain adalah Melissa meletakkan tiga tes kehamilan itu di meja kerja sang suami.Rendy meraih tangan Melissa, dan membuat wanita itu jatuh di pangkuannya.“Mas?!” seru Melissa dengan mata membulat.Rendy terkekeh seraya melirik tes kehamilan yang berada di mejanya. Tangannya terulur meraih ketiga benda itu, dan dalam beberapa detik kemudian kedua matanya membulat dan berkaca-kaca.“S-sayang .... ini?” Rendy menatap Melissa yang masih merengut.Melissa mengangguk. “Lissa hamil, Mas.”Rendy langsung menarik teku
Rendy menyusuri lorong salah satu Rumah Sakit dengan terburu-buru dan mengumpat sesekali. Meeting yang ia perkirakan hanya sebentar, ternyata memakan waktu tiga kali lipat dari seharusnya. Membuatnya harus berlari agar segera tiba di ruang Dokter Kandungan, tempat Sang istri melakukan USG.Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang wanita dengan perut yang membesar, memakai kemeja panjang berwarna biru dan celana bahan hitam khas ibu hamil, baru saja keluar dari ruangan dokter membawa buku pemeriksaan kehamilan.Rendy dengan dada berdebar kencang berjalan menghampiri wanita yang sudah menjadi istrinya sejak sembilan bulan yang lalu.“Hai Sayang?” Rendy meraih buku pemeriksaan dan tas kecil yang dibawa Melissa. “Maaf ya, Mas telat lagi,” ucap Rendy dengan sedikit gugup.“Hm, Lissa mau pulang. Capek!” ucapnya dengan nada ketus dan raut muka tak bersahabat.Rendy hanya mendesah pasrah. Bagaimanapun juga ini
Dua bulan kemudian ....Seorang laki-laki berpakaian formal, kemeja biru dengan jas dan celana bahan senada, sabuk hitam dan dasi biru polkadot, disempurnakan oleh sepatu pantofel dan jam tangan mewah di pergelangan tangan kanannya, telah siap untuk pergi ke kantor. Menjalankan rutinitas yang telah berjalan dalam satu minggu ini.Namun sebelum benar-benar berangkat, ia harus memastikan istrinya untuk bangun dan sarapan. Laki-laki itu tak ingin Sang istri kembali merajuk seperti dua hari yang lalu, dan mengakibatkan dirinya tidak bisa pergi ke mana-mana.“Ayo Sayang, bangun dulu. Mas udah siap mau ke kantor loh,” ucap Rendy dengan nada selembut mungkin sambil merapikan anak rambut Melissa yang berantakan.Melissa mengerjapkan kedua bola matanya untuk melihat ke arah Rendy yang benar-benar sudah rapi. Tiba-tiba perut Melissa bergejolak mencium aroma parfum Rendy yang menguar tajam
“Selamat pagi, Baby.”Laki-laki yang kini telah siap dengan kemeja putih panjang dan celana bahan berwarna hitam, dengan rambut yang tertata rapi dan sepatu pantofel hitam yang membalut kedua kakinya, menghampiri wanita yang masih terlelap dengan tubuh polos, di atas tempat tidur yang berada di kamarnya.Wanita yang lelah akibat percintaan panas dengannya semalam, menggeliat pelan ketika ia merasakan sentuhan lembut di punggungnya.“Mas Rendy sudah mau berangkat?” tanya Melissa dengan parau.“Iya. Hari ini Mas ada bimbingan untuk menyelesaikan skripsi. Mungkin sampai jam tiga sore Mas baru bisa pulang.”Melissa mengerjapkan kedua matanya, ia tersenyum melihat penampilan Rendy yang tampak begitu tampan. “Lissa mau tidur aja hari ini. Mas Rendy hati-hati.”Rendy tersenyum. Laki-laki itu melabuhkan kecupan di bibir Melissa sebelum benar-benar beranjak dari sana. Tak lupa ia menarik selimut untuk m
Warning 21++Melissa menggerakkan kedua bola matanya. Mengerjap berulang kali untuk menyesuaikan cahaya lampu yang menerangi seluruh sudut kamar hotel yang ditempatinya.Setelah percintaan panasnya siang tadi, Melissa langsung terlelap. Mengingat betapa kuatnya Rendy menerobos pertahanannya.Mendapati dirinya masih dalam keadaan polos, Melissa melirik ke kanan kirinya. Berharap ada pakaian yang bisa dipakai. Namun hingga ia duduk terbangun pun tak ada selembar pakaian yang berada di sekitarnya. Begitu juga dengan Sang suami.Melissa memutuskan untuk melilitkan selimut di tubuhnya dari pada berjalan dengan tubuh polos. Ia berniat ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi kandung kemihnya.Tapi saat ia menginjakkan kaki di lantai, ada rasa mengganjal di kewanitaannya. Ingatannya kembali pada kegiatannya dan Rendy siang tadi. Sesuatu yang membuat mereka bermandikan keringat dan bisa terlelap setelahnya. Kedua pipi Melissa meme