Share

Part 9

Rendy membelokkan mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia bergegas turun dan masuk ke rumah. Tujuannya mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ia menuju ke ruang menonton. Dan tepat sekali, kedua orang tuanya sedang bercengkerama di sana.

“Pa, Ma. Ada yang mau Rendy bicarakan.” Ucap Rendy dengan nada serius.

Kedua orang tuanya pun bertatapan sekilas. Lalu Ningrum lah yang pertama kali mengeluarkan suara.

“Ada apa?” Tanya Ningrum lembut.

“Aku mau pernikahan ini dipercepat.” Jawab Rendy singkat.

Ningrum membelalakkan matanya. Terkejut? Tentu saja. Ia tak pernah mendapati putranya yang seperti ini.

“K-Kamu serius, Nak? K-kamu nggak lagi bercanda kan?” Tanya Ningrum terbata.

“Rendy serius Ma, Pa.”

Joni tersenyum penuh arti dan Ningrum masih terdiam.

“Rendy sudah berdiskusi dengan Ayah. Dan beliau meminta Rendy bilang ke Papa dan Mama dulu.” Tambahnya.

“J-jadi beneran?” Kedua mata Ningrum berkaca-kaca. Ia meraih sebelah tangan suaminya untuk digenggam. Ia merasa butuh kekuatan lebih untuk bisa bertahan untuk tidak menangis.

Rendy tersenyum. “Bener Ma? Bolehkan kalau pernikahannya dipercepat?” Cowok itu melihat ke arah kedua orang tuanya bergantian.

“Tentu saja Ren, Papa dan Mama sudah lama menantikan kamu bilang seperti ini.” Joni mengeluarkan pikirannya.

“Kalau begitu besok malam kita lamar Lissanya dulu ya Pa? Atau sekalian tunangan gitu. Aku ingin  ngundang banyak wartawan soalnya.” Cetus Rendy.

Ningrum yang sudah tak bisa membendung air mata, ia berhambur ke arah putranya. Menumpahkan tangis bahagia itu di bahunya.

“Kita akan mempersiapkan secepatnya. Kamu tenang saja, Nak.” Ningrum beralih ke samping suaminya. “Pa, besok ,,, ah ,,, lusa pertunangan Rendy gimana?”

Joni mengangguk. Ia mengambil ponselnya, tampak menghubungi seseorang yang akan menyiapkan segala sesuatunya nanti. Termasuk para wartawan pesanan Rendy.

“Kalau gitu,  Rendy ke atas dulu ya Pa, Ma. Rendy capek.”

“Ya udah sana. Kamu tenang aja. Soal pernikahan biar kami yang urus. Paling nanti kamu tinggal fitting baju saja.” Ucap Ningrum antusias.

Rendy mengangguk. Ia pun beranjak menuju ke lantai satu di rumah itu.

*

Malam ini, malam yang begitu mendebarkan bagi Melissa dan Rendy. Setelah permintaan mendadak Rendy kemarin disetujui oleh orang tuanya, malam ini Keluarga Rendy melamar Melissa secara resmi. Acara sederhana yang melibatkan kedua keluarga tersebut penuh dengan binar-binar kebahagiaan.

Beberapa jenis perhiasan mewah, baju dan makanan. Itu hanya sebagian kecil yang Joni dan Ningrum berikan kepada calon menantu mereka.

Melissa tampak anggun dalam balutan gaun panjang berbahan sutera terbaik. Riasan natural yang membuatnya begitu mempesona bak putri dari negeri dongeng. Berlebihan? Tidak, sejujurnya itulah yang menggambarkan dirinya saat itu. Tampak menyihir siapapun yang memandangnya.

Pesona seorang Melissa mampu membuat laki-laki manapun bertekuk lutut pada dirinya. Seperti halnya ini, terjadi kepada Rendy. Cowok itu tak mampu mengalihkan sedikitpun pandangan matanya ke arah lain. Ia hanya memandang wajah ayu calon istrinya itu.

“Berarti setuju lusa ya Pak Hasan?” Tanya Joni

“Sepertinya ide bagus Pak Joni. Semakin cepat semakin baik.” Jawab Hasan

“Ya ampun Bu Sukma, saya saja kaget loh. Kemarin Rendy bilang mau mempercepat pernikahan. Nggak mikir lama, langsung saya iyain aja. Kemarin suami saya juga langsung meminta bawahan di kantornya untuk menyiapkan acara pertunangan dan pernikahannya nanti. Pokoknya kita tinggal fitting baju saja. Lainnya gak usah dipikirin.” Ucap Ningrum dengan semangat menggebu.

“Terima kasih Bu Ningrum, sudah mau menerima putri saya. Padahal dia itu anaknya jarang cocok sama orang baru. Tapi ini kok mudah sekali dekat sama Nak Rendy.” Timpal Sukma dengan mata berkaca-kaca.

“Lissa itu gadis baik Bu. Sopan, ramah dan banyak senyum. Siapa saja juga bakal mudah menerimanya menjadi menantu.” Ucap  Ningrum antusias.

Sukma tidak bisa berkata-kata. Lidahnya kelu. Ia terlalu bahagia dengan situasi ini.

“Kok kita malah disini Mas?” tanya gadis itu gugup.

Rendy terpana melihat kecantikan seorang Melissa. Meneguk ludahnya, pikiran liar serta merta meracuni otaknya.

Ini normal ...

Cowok mana yang bisa tahan dengan pesona dia

Ini nggak bisa dibiarkan

Aku tidak akan membiarkan orang-orang itu melihat cantiknya istriku

Akan ku congkel mata-mata yang jelalatan gak jelas

Shit ....

Sial, otakku perlu dicuci pakai detergent

Eh, mati dong nanti

“M-Mas Re-Rendy?” Sungguh, gadis itu sedang gugup. Di pandangi Rendy tanpa kedip, terasa seperti ditelanjangi.

Posisi mereka saat ini di taman kecil yang dekat kamar Melissa.

Rendy tak mampu menahan gerak kedua tangannya. Ia mengusap pipi gadis itu perlahan. Seolah meresapi kehalusan kulitnya. Wajah ayu Melissa dalam jarak dekat, seakan merayu dirinya untuk mengecup bibir pink itu.

Keadaan di sekitarnya pun terasa hening. Hanya deru nafas keduanya yang terdengar. Tak mampu menahan, Rendy memiringkan wajahnya. Mengikis jarak antara keduanya.

Dan kedua bibir itu bertemu dalam satu kecupan lembut, yang kini berubah menjadi lumatan-lumatan sensual. Tangan Rendy yang awalnya berada di pipi gadis itu pun, beralih ke tekuk. Dan salah satunya, berada di lekukan pinggang gadis itu. Ia menarik gadis itu merapat padanya.

Kedua tangan Melissa perlahan naik. Menahan dada cowok itu. Tangannya sedikit meremas kemeja Rendy, kala cowok itu memperdalam lumatannya. Membuat gadis itu kelabakan mengimbangi permainan bibir Rendy.

Rendy melumat bibir Melissa atas bawah dengan penuh kelembutan. Menuntun gadis itu melakukan hal yang sama sepertinya. Tak kunjung membuka mulutnya, cowok itu menggigit sensual bibir gadisnya.

Hingga gadis itu membuka mulutnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan,  cowok itu menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Melissa. Mengajak gadis itu berperang lidah dan saling bertukar. Beberapa kali Rendy menghisap lidah  gadis itu, dan membuatnya mengeluarkan satu desahan.

Ahhh ...

Bibir Melissa seakan menjadi candu yang teramat nikmat bagi Rendy. Candu yang membuatnya nyaman dan ingin selalu berada di dekatnya.

Ciuman keduanya terurai, ketika gadis itu mendorong dada Rendy. Nafas keduanya begitu kacau. Mereka berlomba-lomba menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Satu jari tangan Rendy mengusap bibir Melissa yang mengkilap basah karena saliva.

Melissa terlalu malu. Ia menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Rendy.

Cowok itu, dengan senang hati merengkuh erat tubuh mungil Melissa. Dengan posisi seperti ini, mereka dapat merasakan debaran riuh di dada masing-masing.

Keduanya tersenyum dalam pelukan itu.

*

Pagi ini wajah Melissa benar-benar bersinar cerah. Senyum manis itu tersungging di bibirnya sejak ia terbangun pagi tadi. Binar-binar kebahagiaan seakan memenuhi hatinya di berbagai penjuru.

Mengingat adegan ciuman semalam, membuat kedua pipinya merona. Mereka begitu menggebu kala itu.

“Ehm ,,, anak gadisnya Bunda senyum-senyum aja dari tadi?” Goda Sukma.

Keduanya kini berada di dapur. Melissa membantu Bundanya, menyiapkan sarapan.

“Bu-Bunda apaan sih. L-Lissa biasa aja kok.” Jawabnya gugup.

“Kayak yang Bunda bakal percaya aja.” Sukma tersenyum geli.

“Bunda ih ,,,” Gadis itu mengeluarkan nada manja yang jarang sekali ia tampakkan.

“Hahahaha  ,,, Anak gadisnya Bunda malu ya?” Tawa Sukma tak bisa ditahan, ia semakin gencar menggoda putrinya.

Gadis itu semakin memerah malu. Ya, sejak kejadian itu Melissa tak pernah memperlihatkan sikapnya yang manja dan malu-malu. Ia menjadi lebih banyak diam dan kaku.

Hasan yang melihat keadaan putrinya saat ini, tersenyum lebar. Ia rindu dengan sikap putrinya yang dulu. Yang sangat manja kepadanya. Kini, putrinya yang manja telah kembali. Ia pun menghampiri kedua perempuan yang sangat dicintainya itu.

“Lissa ,,,”

Gadis itu menoleh. Ia tersenyum manja. Menghampiri Ayahnya dan memeluk erat beliau. Hasan tak mampu menahan laju air matanya.

“Kok Ayah nangis? L-Lissa bikin salah ya sama Ayah?”

Hasan menggeleng. “Ayah bahagia, karena Putri Ayah yang manja sudah kembali.”

Gadis itu menatap Ayahnya berkaca-kaca. “M-Maafin L-Lissa, Yah.”

“Eh, kenapa putri cantik Ayah menangis? Hmm? Lissa nggak salah apa-apa. Hanya saja Ayah yang kurang memperhatikan Lissa. Sehingga Lissa mencari perhatian dari orang lain. Iyakan?” Hasan berkata lembut kepada putrinya itu.

Tak bisa berkata-kata, gadis itu mengeratkan pelukan kepada Ayahnya.

Dari ambang pintu, kedua laki-laki berbeda usia itu menatap keduanya dengan senyum lebar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status