Share

Bab 5

"Maaf papa ganggu kamu malam-malam begini sayang," ucap sang papa dari seberang sambungan telpon. 

Brylea tersenyum tipis. Ia tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh papanya. Sedikit banyak, hatinya terasa hangat seketika saat mendengar suara sang papa yang sangat ia rindukan. Padahal belum lama mereka bertemu saat beberapa lalu Brylea pergi mengunjungi kedua orangtuanya namun rasa rindu sudah menghampiri.

"Sayang?" panggil sang papa karena Brylea sudah terdiam selama beberapa menit. Mungkin papanya ingin memastikan jika Brylea masih ada disambungan telpon dan ia tidak tertidur.

"Eh? Iya pa? Maaf, tadi ngelamun. Hehe," jawab Brylea seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal itu. Ia dapat mendengar suara sang papa yang sedikit berdehem dari seberang sambungan telpon, membuat Brylea menantikan dengan sabar, apa kira-kira hal yang akan dikatakan oleh sang papa malam-malam seperti ini.

"Ada apa pa?" tanya Brylea lagi. Lagi! Tadi ia sudah menanyakan hal ini pada papanya melalui pesan singkat yang tak dibalas oleh papanya, membuat Brylea jadi semakin penasaran, apa kira-kira hal yang ingin dikatakan oleh sang papa. 

"Papa mau tanya sama kamu, apa dalam minggu depan, kamu ada waktu luang?" tanya sang papa dengan nada bicara yang begitu Brylea rindukan.

Brylea tak langsung menjawab. Begitu banyak pertanyaan yang terlintas di dalam benaknya mengenai pertanyaan sang papa. Waktu luang? Apa ada hari di mana Brylea tidak begitu sibuk minggu depan? Lalu, untuk apa sang papa menanyakan hal itu? Apa mungkin papanya ingin pulang ke Indonesia? Brylea akan sangat senang sekali jika hal itu terjadi. Brylea menarik nafas dalam, sedikit banyak ia merasa seperti anak manja yang tidak bisa jauh dari orang tua.

"Papa mau ke sini?" tanya Brylea saat hal itu terlintas di dalam benaknya.

Jika saja ia boleh jujur, hatinya yang sangat merindukan kedua orangtuanya ini begitu berharap jika kedua orangtuanya benar-benar akan berkunjung ke tempatnya. Jantung Brylea sedikit berdebar karena terlalu banyak berharap. Rasa rindu yang membuncah membuatnya begitu ingin agar sang papa mengatakan 'iya' untuk pertanyaan yang baru saja ia ajukan pada papanya itu.

"Papa sama mama ada rencana mau ke san..."

"Kalian mau ke sini? Serius? Beneran ya pa? Please, Brylea udah kangen banget sama papa dengan mama," ucap Brylea dengan nada bicara yang sedikit merengek. Hal yang satu ini bisa saja keluar sewaktu-waktu dan hanya orang terdekatnya saja yang pernah melihat sikap Brylea yang manja ini. Jika saja teman-temannya tahu tentang hal ini, mungkin wibawa Brylea bisa langsung hilang.

"Itu baru rencana, tapi kemungkinan besar memang kami akan ke sana."

"Kemungkinan besar?" Kedua mata Brylea berbinar dengan senyuman yang merekah dari bibirnya. Gadis cantik ini begitu bahagia karena harapannya memiliki peluang yang sangat besar untuk dapat terkabulkan.

“Iya, karena kami mau bertemu dengan teman lama papa. Dia akan segera kembali dari Amerika. Sudah lama sekali papa tidak bertemu dengan teman papa itu. Yang papa tau, anaknya sudah kembali ke Indonesia beberapa hari lalu. Mungkin nanti kita akan bertemu dengan mereka sekeluarga. Ada hal penting juga yang ingin dibahas,” jelas papa Brylea yang biasa disapa dengan panggilan Brian oleh teman-temannya sejak kecil hingga kepala lima seperti sekarang.

Brylea menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Gadis itu hanya memikirkan saat di mana ia akan kembali melihat kedua orangtuanya. Brylea adalah anak tunggal yang jelas tak memiliki saudara yang bisa menemaninya jadi sejak kecil hanya kedua orangtuanya yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi. Wajar jika ia merasa kesepian dan sangat merindukan kedua orangtuanya di saat kedua orangtuanya itu harus berada jauh darinya.

“Oke pa, Brylea tunggu ya. Papa jangan lupa kabari lagi semoga tetap jadi ke sininya,” ucap Brylea singkat, padat dan jelas untuk mewakili rasa rindunya pada sang papa.

“Iya sayang. Pasti papa dan mama kabari lagi nanti. Ya sudah, papa tutup dulu telponnya ya,” balas sang papa seraya berpamitan pada Brylea.

“Iya pa, see you next week with mom,” kata Brylea sebelum sambungan telpon ditutup.

Brylea menarik nafas panjang. Kini senyuman terpampang di wajah cantiknya. Setidaknya, sebelum ia tidur, ada hal yang membuatnya bahagia meski tadi papanya bilang masih kemungkinan besar dan jika seperti itu, masih ada kemungkinan pula jika kedua orangtuanya tidak jadi ke Indonesia namun Brylea sudah cukup senang.

***

Malam itu, tentu Ethan belum bisa tidur. Matanya masih belum mengantuk dan ia sedang asyik melihat-lihat foto yang dikirim oleh Chelsea dan Anya. Pria itu sesekali tersenyum bahkan tertawa kencang karena melihat ekspresi Brylea yang sangat lucu dan menghibur bagi Ethan. Sungguh! Wajah Brylea tak pernah gagal untuk membuat Ethan tertawa.

Drrttt drttt drtttt

Ponsel Ethan bergetar dan kali ini bukan pesan masuk di W******p melainkan dari sang mommy yang saat ini masih berada di Los Angeles.

“Halo,” sapa Ethan sesaat setelah ia mengangkat telponnya.

“Sayang, kamu belum tidur?” tanya sang mommy dengan Bahasa Indonesia yang masih kental dengan logat luar negeri, sama seperti daddy-nya yang juga demikian. Untungnya, Ethan bisa berbahasa Indonesia dengan baik, hanya saja wajahnya yang tidak bisa menipu orang banyak. Wajah tampan dengan rahang yang tegas itu terlalu kuat memperlihatkan bahwa ia bukan berdarah asli Indonesia.

“Belum, kenapa mom?” tanya Ethan tanpa basa-basi khas lelaki.

“I want to tell you, minggu depan mommy sama daddy mau nyusul kamu ke Indonesia,” jawab sang mommy to the point.

Ethan mengerutkan keningnya. Ada apa ini? Bukankah Ethan sudah sepakat untuk berada di sini dan orangtuanya mengurusi perusahaan yang lain?

“Ada apa?” tanya Ethan semakin singkat seolah ingin agar rasa penasarannya segera terobati.

“Cuma sebentar, sayang. Mommy sama daddy mau ketemu sama teman lama. Kebetulan mereka lagi di Indonesia juga nanti. Kamu ikut juga ya, kami mau kenalkan kamu sama mereka jadi tolong kosongkan jadwalmu. Nanti mommy kabari lagi kapan dan di mana tepatnya kita akan ketemu,” jelas sang mommy yang memuaskan rasa penasaran sang anak.

Ethan menaikkan sebelah alisnya. Memang apa yang baru saja mommynya sampaikan itu sudah jelas namun sedikit mencurigakan dan terkesan memaksa. Hanya saja, Ethan tak memiliki alasan yang kuat untuk menolak.

“Kamu bisa, kan? Kamu usahakan ya, sayang. Mommy tutup telponnya, nanti mommy hubungi lagi. Bye, sayang,” kata sang mommy lagi tanpa banyak kata langsung menutup sambungan telpon.

Baiklah! Ini benar-benar pemaksaan bagi Ethan untuk menghadiri pertemuan orangtuanya itu dengan teman lama yang entah siapa. Jadi, haruskah Ethan memenuhi permintaan atau lebih tepatnya, pemaksaan dari mommy tercintanya itu? Tapi jika ditolak, Ethan tidak berani membayangkan apa yang akan mommynya lakukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status