Share

Bab 3

Brylea mematikan mesin mobilnya tepat di parkiran depan rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia sebenarnya sudah lelah. Entah berapa lama ia berkumpul dengan teman-temannya tadi. Awalnya memang seru namun setelah Ethan datang, entah mengapa rasanya jadi seperti sedang menguras emosi.

Tittt… tittt….

Brylea mendengar suara klakson mobil yang cukup kencang, membuatnya tanpa sadar membalikkan badan. Bukankah ia sedang tidak berada di jalan raya? Ini adalah parkiran rumahnya dan tentu saja ada pagar pembatas yang tidak mungkin dilewati oleh mobil lain karena ia sudah menutup rapat pagar itu, lengkap dengan kuncinya yang sudah digembok rapat.

Brylea menyipitkan mata melihat cahaya lampu mobil yang terang, terarah ke dirinya yang sedang berdiri tak jauh dari mobilnya sendiri. Ia tak melihat dengan jelas apa yang ada di depan sana hingga beberapa detik kemudian ia menyadari sesuatu. Bagaimana bisa ada mobil di tempat itu? Pikiran Brylea mulai berkelana lagi.

“Apa ada yang sudah menghuni tempat itu?” bisik Brylea tanpa didengar oleh siapa pun karena ia hanya berdiri sendiri tanpa ada orang di sekitarnya.

Mobil itu berada di rumah baru. Ya! Setahu Brylea, rumah itu belum ditempati selama ini. Rumah itu memang sedang dibangun dan tentunya sering sekali menimbulkan suara yang menyebalkan, sampai ke dalam rumah Brylea. Bahkan hal itu sudah berlangsung selama beberapa bulan, membuat Brylea semakin terbiasa namun juga kekesalan terkadang sulit untuk disembunyikan.

Lalu, bagaimana bisa ada mobil di pekarangan depan rumah itu? Ataukah rumah itu memang sudah layak huni? Rasanya rumah itu masih banyak yang belum diselesaikan atau mungkin memang Brylea yang kurang memperhatikan. Ah! Entahlah!

“Memang sepertinya sudah ada orang yang di sana dengan mobil kurang ajar itu,” bisiknya lagi nyaris tanpa mengedipkan mata, hanya menyipitkannya saja.

Brylea masih saja menyipitkan kedua matanya hingga perlahan tanpa ia sadari, lampu mobil yang mengarah ke arah dirinya itu sudah tak nyala lagi. Mata Brylea yang tadinya menyipit, kini berubah menjadi lebar. Ya! Terbuka lebar karena melihat seseorang yang rasanya ia kenali. Orang itu berdiri tepat di samping mobil yang tadi menyinari Brylea dan tentu saja mobil itu adalah mobil milik orang yang berdiri di sampingnya.

Apakah Brylea tidak salah lihat? Ataukah dirinya hanya terngiang-ngiang saja? Tapi ia rasa, kedua matanya masih sehat meski sehari-hari ia gunakan untuk menatap buku dan layar laptop serta ponselnya namun ia sering memakan makanan yang sehat untuk mata dan juga konsultasi mengenai kesehatan matanya ke dokter mata.

“Untuk apa pria resek itu berdiri di sana?” bisik Brylea yang kini sudah mengedip-ngedipkan matanya.

Emosinya semakin memuncak saat melihat pria itu tersenyum padanya, senyum yang tentunya sangat tidak ia sukai meski kebanyakan wanita di luar sana menyukai senyum pria itu. Wajah Brylea berubah menjadi cemberut. Ia kira, dengan mengakhiri pertemuan kecil-kecilannya tadi dengan teman-temannya, ia akan merasa lebih tenang. Nyatanya? Pria menyebalkan itu ada di sana. Biar diulangi sekali lagi. Pria menyebalkan itu berdiri di sana, di depan Brylea. Tentunya tidak jauh karena hanya ada jalan aspal dengan lebar kira-kira cukup untuk dua mobil lewat dan selanjutnya dibatasi dengan pagar.

Brylea memutuskan untuk membalikkan badannya lagi ke posisi semula, posisi di mana ia siap untuk membuka pintu rumah dan segera masuk ke dalam rumahnya. Ia menyadari jika nafasnya menggebu karena menahan emosi yang ingin sekali meledak dengan pikiran yang rasanya sulit untuk ia kendalikan.

“Heh? Kok lo masuk? Gak mau nyapa tetangga baru lo dulu?!” teriak Ethan sekeras yang ia bisa dan ia yakini dapat didengar oleh Brylea.

Tetangga baru? Benar dugaan Brylea. Nafas Brylea semakin tak terkendali dan tanpa berniat untuk menghiraukan panggilan Ethan, gadis itu buru-buru masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu. Tak peduli jika Ethan akan memanggilnya lagi.

Brylea menyandarkan punggungnya di belakang pintu setelah berhasil mengunci rapat pintu yang baru saja ia tutup dengan sedikit menghempas. Gadis cantik itu menutup kedua matanya, berusaha keras untuk menahan emosi yang membuat nafasnya menjadi tak teratur. Ia menarik nafas dalam selama beberapa kali untuk menjadikan nafasnya teratur kembali. Setelah dirasa sedikit tenang, barulah ia membuka kedua matanya yang sedari tadi terpejam. Brylea tidak mau memikirkan apapun lebih dulu. Ia buru-buru menuju ke dalam kamarnya untuk membersihkan dirinya sebelum merebahkan diri di tempat tidur.

***

Di sisi lain, Ethan tersenyum penuh kemenangan melihat gadis yang menjadi musuhnya sejak SMA itu tampak begitu emosi. Entah mengapa, saat melihat Brylea emosi, hal itu menjadi hal yang sangat disenangi oleh Ethan. Ethan bersiul sambil memasukkan kunci mobilnya ke dalam saku, lalu pria tampan itu masuk ke dalam rumahnya yang baru malam ini ia tempati.

“Ada-ada saja,” bisik Ethan sambil menggelengkan kepalanya. Ia sendiri tidak memiliki alasan yang jelas mengenai kata-katanya barusan karena ia adalah orang yang membuat Brylea naik darah.

Tak seperti Brylea, Ethan begitu tenang dan masih dengan wajahnya yang berseri-seri ketika masuk ke dalam rumahnya. Rumah tersebut terlihat begitu modern dan tertata sangat rapi. Mayoritas peralatan di dalam rumah Ethan itu terhubung dengan teknologi canggih yang memang biasa ia gunakan untuk mempermudah hidupnya. Sebagian orang mungkin melihat beberapa alat tersebut seperti peralatan rumah tangga pada umumnya namun di balik semua itu ada hal yang menakjubkan.

Ethan membuka kulkas khusus minuman yang berada di ruang tamu rumah itu. Ia mengambil minuman kaleng dingin kesukaannya lalu membuka minuman itu untuk meneguknya. Lagi, ia menyadari bahwa senyuman di wajahnya tak kunjung hilang dan ia tahu penyebabnya adalah Brylea.

“Ngapain gue senyum-senyum sendiri?” ucapnya pada diri sendiri setelah menyadari bahwa hal itu adalah hal yang tak biasa.

Ethan selama ini memang jarang berada di Indonesia. Bisa di bilang dalam satu tahun sekali pun nyaris tidak ada. Ia bisa berada di tempat ini karena kebetulan perusahaannya baru saja membuka cabang baru di Indonesia dan ayahnya meminta Ethan untuk menangani perusahaan itu kali ini karena cabang yang lama masih di bawah kepemimpinan sang ayah.

Meski Ethan tak menetap lama di sini, namun hal ini sudah cukup untuk membuatnya merasa puas dalam mengobati rasa rindunya pada negara di mana ia menempuh pendidikan sejak kecil hingga di bangku Sekolah Menengah Atas.

Ethan memang tak tinggal di Indonesia lagi sejak lulus SMA karena mayoritas keluarganya berada di Los Angeles. Pria tampan ini memang berdarah Los Angeles tanpa ada keturunan Indonesia jadi sudah bisa dipastikan bagaimana raut wajahnya yang benar-benar bule dengan rambut pirang dan mata biru, khas orang luar negeri, begitu yang biasanya ia dengar dari teman-temannya yang berasal dari Indonesia.

Beberapa tahun sudah Ethan tidak berada di Indonesia namun bahasa Indonesia-nya tentu masih fasih karena saudara-saudaranya yang juga terkadang menggunakan bahasa Indonesia ketika mereka berjumpa.

Ethan membuat beberapa kancing bajunya, membuat dadanya sedikit terlihat dan jika ada kaum hawa yang melihatnya sekarang, pasti sudah tergila-gila karena penampilannya. Hm, bukannya terlalu percaya diri tapi hal itulah yang biasanya Ethan dengar dari beberapa teman-temannya.

Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan? Tentu saja mengerjakan pekerjaannya dan mungkin sesekali ia akan menghilangkan kejenuhannya dengan mengganggu Brylea. Mengganggu?

“Hehehe!” Ethan terkekeh sendiri mengingat jika Brylea adalah tetangganya. Beberapa ide mulai muncul di otaknya untuk mengganggu Brylea. Lantas mengganggu seperti apakah yang dimaksud oleh Ethan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status