Share

Reksa Abimana

Di tempat duduknya, Lyra masih tidak tenang dengan kejadian makan siang tadi.  Sesekali ia memijat keningnya sendiri. Baru sebulan di sini, tetapi suasana tak nyaman sering menyerang. Semakin menambah tingkat rasa ketidakbetahannya di kantor ini. Lyra menarik napas berat. 

"Habis makan siang kok muka lo kusut gitu sih, Lyr?" 

Lyra mendongak, Mita rekan kerja di kubikel sebelah melongok. Lyra melirik wanita berponi itu. Mita lumayan lama kerja di sini. Dia pasti tahu perihal GM bertampang bule itu.

"Mit, lo tau tampang GM kita?" tanya Lyra.

"Sure. Siapa sih yang nggak tau si ganteng itu." Matanya Mita berbinar.

"What?" Bukan itu jawaban yang Lyra mau. 

"Kenapa? Apa lo  ketemu Pak Reksa?"

Lyra tak menjawab, ia memutar-mutar bola mata. 

"Sebaiknya lo nggak usah liat,  ntar lo jatuh cinta." 

'Idih? Hellow? Gue udah liat, dan biasa aja tuh'. Lyra membatin. Yang ada dia malah tengsin setengah mati.

"Selain keren, tampan, macho dan kaya, doi juga masih single," terang Mita lagi. Lyra yakin wanita itu sedang membayangkan sosok pria itu.

Sumpah, Lyra tidak bertanya. Mau single kek,  mau double kek. Tidak ada urusan. Dirinya sudah kepalang malu. 

"Dia nggak pernah masuk ke sini 'kan?" tanya Lyra. Itu poinnya.

Mita mengetuk-ngetuk dagunya, matanya seperti mengingat sesuatu. 

"Kayanya hampir nggak pernah. Eh pernah sih, tapi itu udah lama banget. Lagian bos kayak dia ngapain ke sini? Yang ada tuh Bos Herdi yang nyamperin dia di kursi kebesarannya."

Lyra mantuk-mantuk. Bagus kalau begitu. Setidaknya ia akan lebih waspada, dan hati-hati agar tidak bertemu pemilik mata elang itu. 

"Panjang umur. Baru diomongin udah nongol aja," gumam Mita mematung, matanya menuju pintu keluar. 

Sesosok berbadan tegap berjalan sambil menyembunyikan sebelah tangannya ke saku celana yang terlihat licin. Sesekali memberi senyum menanggapi sapaan dari orang yang berada di ruangan ini. Untuk seukuran bos, ia itu tipe bos yang ramah. Jauh dari kata arogansi. 

"Siang, Pak Reksa."

"Siang, Pak GM."

Deg!

Lyra gusar, tangannya berusaha meraih apapun yang ada di depannya. Matanya pura-pura fokus ke dokumen yang dia ambil sembarang.

Sosok menjulang itu sedang bertegur sapa dengan Dony rekannya. Sejak mengetahui siapa nama di balik senyum manis itu, ingin rasanya Lyra tenggelam saja jika harus melihat laki-laki itu. Kenapa juga lelaki itu harus bertandang ke kantornya? Kata Mita dia 'kan jarang ke kantor.

"Siang, Pak Reksa," suara Mita menyapa.

Lyra sama sekali tidak berniat menyapa bos besar itu seperti yang lain. Masih pura-pura tenggelam dalam kesibukan. 

"Ehem!" 

Suara dehaman itu... Lyra masih tak peduli. 

"Selamat siang, Nona Lyra."

Suara berat yang tadi siang masih terdengar biasa, kini terdengar begitu mengerikan di telinga Lyra. Mau tidak mau Lyra mendongak. Lelaki yang memberinya sandal itu, tengah tersenyum di depan kubikelnya. 

"Se-selamat siang, Pak," balas Lyra gugup. 'Jiper banget gue.'

Reksa dengan muka innocent-nya,  tampak biasa dan tenang. Seolah kecanggungan yang melanda Lyra diabaikannya begitu saja. 

"Bos gila kamu ada?" tanya Reksa membuat mata Lyra melebar.

Bos gila? Lyra merasa akan mendapatkan masalah besar. Dia nyengir bingung.

"Kenapa? Ada yang salah?" Reksa menarik sudut bibirnya. 

Lyra menggeleng. "Pak Herdy ada di ruangannya, Pak," jawab Lyra berusaha sedatar mungkin. 

"Oke, baiklah. Oh iya, apa sepatumu baik-baik saja?" tanya Reksa lagi.

Oh Tuhan. Masih berlanjut. Lyra memohon dalam hati agar mahluk di depannya ini segera lenyap dari pandangan. 

"Baik,Pak."

Reksa mengangguk, lantas beranjak menuju ruangan Herdy. 

Saat tubuh itu berhasil masuk di balik pintu ruangan manajernya, Lyra mengembuskan napas lega. 

"Aku berharap dia masih nggak bicara apa pun di sana," gumamnya dalam hati. 

"Lyra! What the?!" 

Lyra hampir melonjak kaget. Mita tiba-tiba saja memekik dengan mata yang hampir keluar. 

"Rupanya lo udah mengenal Pak Reksa?!"

Lyra buru-buru menggeleng. 

"Lalu apa yang tadi kalian bicarakan?"

"Gue nggak bicara apa-apa."

"Jangan bohong." Mita memajukan tubuhnya dengan mata memicing. 

"Suer." Lyra menunjukkan dua jari membentuk huruf V. Lalu ia kembali ke layar komputer. 

Sedang Mita, tidak begitu saja percaya dengan ucapan Lyra. Dia masih saja memandang curiga pada Lyra.

***

Wajah Herdy menegang bercampur bingung dengan apa yang diucapkan atasan sekaligus seniornya saat kuliah dulu. Namun pemilik rahang tegas itu masih saja menampakkan wajah tenangnya,  duduk dengan kaki menyilang di sudut sofa ruang kerja Herdy.

"Aku harap kamu mempersiapkan diri," ucap Reksa sekali lagi. 

"Tapi–"

"Satu bulan dari sekarang." 

"Aku belum siap, Bang."

"Harus siap." Reksa berjalan mendekati Herdy yang masih saja mematung mendengar keputusannya. Ditepuknya bahu Herdy dengan keras. "Kamu pasti bisa. Aku percaya padamu. Kinerjamu, sepak terjangmu. Semua yang perusahaan ini butuhkan,  ada dalam dirimu."

"Bang, aku masih banyak belajar di sini." Herdy masih saja tidak percaya. Jabatan GM itu terlalu berat untuknya.

"Semua sudah aku pikirkan. Jangan kecewakan aku Herdy. Rapat direksi minggu depan mungkin akan membahasnya."

Herdy tercengang. Secepat itu? 

"Oke, hanya itu saja." Reksa melangkahkan kaki keluar. Namun, kakinya berhenti saat hendak membuka pintu. Dilihatnya Herdy masih saja menundukkan pandang dengan gusar 

"Oh ya!" seru Reksa.

Herdy sontak mendongak. 

"Jangan terlalu keras dengan stafmu. Sepertinya ada yang syok karena tuntutanmu. Aku pergi dulu." Reksa tersenyum miring, dan akhirnya ia keluar meninggalkan Herdy yang tambah bingung dengan penuturanya barusan. 

Syok? Siapa? Hampir semua stafnya tahu kalau ia tipikal pemimpin yang keras. Otaknya langsung menyangkut kesebuah nama. Lyra, staf baru itu. Apa sikapnya terlalu berlebihan pada wanita itu? 

Herdy berdiri dari duduknya. Memutar badan, melihat ke arah luar. Melalui kaca jendela ia bisa melihat situasi para staf yang sibuk di meja kerjanya masing-masing.

Dilihatnya Reksa menghampiri kubikel di mana Lyra berada. Pikirannya semakin yakin kalau yang dimaksud Reksa adalah wanita itu. Wanita yang sering ia suruh lembur, dan kadang sedikit ia marahi. 

"Apa ada sesuatu di antara mereka?" tanyanya dalam hati. 

Tiba-tiba ada sedikit yang menyentil hatinya, mengusik, dan membuatnya merasa tak nyaman. Entah apa itu. Herdy menghela napas tak mengerti. 

Reksa kini tengah berdiri di depan Lyra tersenyum geli, melihat gadis itu salah tingkah. 

"Jika ada sesuatu yang kamu belum pahami,  kamu bisa tanya ke rekanmu atau bisa tanya ke bosmu langsung, Nona." ucap Reksa pada Lyra.

"I-iya Pak." 

"Good, oke. Selamat bekerja."

Reksa kemudian beranjak meninggalkan divisi keuangan. Sembari menerka-nerka apa yang ada di pikiran wanita lucu itu. Padahal, aslinya ia sama sekali tidak ada niat untuk menggoda Lyra. Namun, melihat muka merona wanita  itu yang sangat lucu, membuatnya tidak bisa menahan diri. 

Ia menggeleng pelan. Memikirkan tingkahnya sendiri. 

***

"Baik. Kamu atur saja schedule-nya. Tapi kemungkinan saya datang jam lima sore."

Reksa menutup sambungan telepon. Rapat bulanan dengan para manajer perusahaan retail akan diadakan sore. Membahas laporan laba rugi,  perencanaan bulanan, dan sebagainya. 

Sebenarnya ini agenda yang sangat melelahkan di saat dirinya masih sibuk  sebagai general manager di perusahaan multinasional sekarang. Namun, tidak mungkin juga ia melepas tanggung jawabnya dari usaha yang ia rintis dari nol. Biar bagaimana pun,  usaha retailnya sudah sangat berkembang pesat. Setiap bulan kemitraan selalu datang. Pasarnya sudah menembus daerah luar pulau. 

Dan sebentar lagi, perusahaan propertinya pun akan merealisasikan planning mega proyek yang digadang-gadang mengeluarkan investasi ratusan trilyun. 

Reksa akan sangat sibuk,  super sibuk. Mau tidak mau, ia harus berlepas diri di perusahanan yang hampir tujuh tahun menaunginya ini.

Dan Herdylah yang ia rekomendasikan untuk menggantikan posisinya sekarang, kepada dewan direksi yang dari kapan tahun tetap ingin mempertahankan Reksa di perusahaan ini. 

Betapa tidak? Selama Reksa menjabat, perusahaan ini sangat maju pesat. Bahkan tahun ini perusahaan akan membuka cabang produksi lagi di kota sebelah. Sepak terjang Reksa di dunia bisnis, membuat perusahaan tidak mau melepasnya begitu saja.

Hampir setahun ini, Reksa mengajukan rencana pengunduran diri. Namun, selalu saja gagal dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Untuk kali ini, ia  akan benar-benar hengkang dari sini dan memilih fokus ke perusahaannya sendiri. Segalanya sudah ia pikirkan masak-masak. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status