Share

3 Ibu Guru Bintang

“Selamat pagi anak-anak!” sapa Bintang ramah. 3 tahun sudah Bintang mengajar disalah satu Sekolah Taman Kanak-kanak di Bandung. Dan hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, jadi Bintang harus tampil seceria mungkin di depan siswa siswi barunya.

“Selamat pagi Ibu Guru..” Anak-anak itu menjawab sapaan Bintang. Ada pula yang masih menangis memandangi keluar jendela, memastikan orang tuanya masih menunggu diluar atau justru meninggalkannya.

“Selamat datang di TK Pelita Bunda. Perkenalkan, nama ibu Bintang Ayudia Hapsari. Kalian bisa panggil Ibu Bintang,” ucap Bintang diawal perkenalan dirinya. “Coba, ibu mau kenalan dulu dong sama anak-anak ibu. Nanti kalian maju kedepan satu-satu dan sebutkan nama serta nama ayah dan ibu kalian ya..”

“Iya ibu guru...” jawab anak-anak kompak.

Bisa berada diantara anak-anak yang polos adalah kebahagiaan tersendiri bagi Bintang. Maka dari itu, dirinya memilih untuk bekerja sebagai seorang guru dibanding pekerjaan lainnya.

Satu per satu anak mulai maju kedepan memperkenalkan diri dan nama orang tuanya. Hingga saat anak terakhir maju kedepan dengan wajah sedikit murung.

“Hai teman-teman. Perkenalkan, namaku Samudra Harsa Bintari. Nama papaku Galaxy Semesta Bintari dan aku hanya tinggal dengan papa.”

Bintang kaget ketika anak tersebut menyebutkan nama papanya. Karena nama tersebut mengingatkan pada seseorang dimasa lalunya.

“Oke, bagus sekali Sam.” Jawab Bintang hangat dan mempersilahkan Samudra duduk. Selama jam pelajaran berlangsung, wajah Samudra masih terlihat murung. Sedikit mengusik ketenangan hati Bintang. Walau sudah dicoba untuk menghiburnya, tetap saja Samudra murung walau sesekali tersenyum dengan terpaksa.

Jam pelajaranpun selesai, saatnya pulang sekolaah..

“Nah anak-anak, selamat kembali kerumah..”

“Sampai jumpa ibu guru..”

Semua sudah pulang dan sekolah pun sudah sepi. Hanya tinggal beberapa guru saja yang ada di kantor. Saat menyusuri lorong sekolah, Bintang melihat salah satu siswanya masih duduk di taman sekolah. Bintang pun menghampiri anak tersebut.

“Hai Samudra, kenapa belum pulang?”

“Lagi nungguin papa datang, Bu. Tadi pagi papa janji mau jemput Sam pulang sekolah. Tapi sampai sekarang papa belum datang juga,” jawab Sam sedih.

“Yaudah Samudra sama ibu aja dulu. Kita tunggu papa datang ya.”

Sam mengangguk dengan semangat. Diraihnya tangan Bintang yang terulur padanya dengan perasaan gembira..

“Sama-sama sayang.” Bintang mengajak Sam untuk duduk dibawah pohon yang rindang. Sambil mengeluarkan kotak bekal yang ia bawa.

“Samudra mau?”

“Sam sudah makan tadi.” Sam mencoba menolak dengan halus. Meski lapar mulai terasa karena terakhir makan beberapa jam yang lalu, namun malu masih menyelimuti hatinya dan tak mau dengan terus terang mangatakan apa yang dirasanya. Lagi pula Bintang adalah orang baru dalam hidup Sam, tentu saja bocah kecil itu masih waspada.

“Tidak apa-apa. Ibu masih kenyang. Ibu suapi ya.” Bintang tahu, Sam sudah lapar dari suara perut bocah itu yang terus berbunyi. Dengan penuh kasih sayang Bintang menyuapi Sam dan meminta Sam untuk menghabiskan bekal yang ia bawa.

Sudah dua jam mereka menunggu, tapi tidak ada tanda-tanda orang yang menjemput Sam datang. Tadi pagi Sam diantar oleh pengasuhnya. Tapi karena orang tua Sam janji untuk menjemput sepulang sekolah, maka pengasuh Sam tidak datang menjemput.

Bintang merasa kasihan, kemudian ia meminta nomer ponsel orang tua atau pengasuh kepada Sam karena Bintang belum sempat memindahkan nomor ponsel yang ada di formulir pendaftaran.

‘nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau sedang berada diluar jangkauan.’

Mendengar jawaban tersebut dari operator seluler membuat Sam bersedih. Matanya mulai berkaca-kaca. Sam kecewa pada papanya karena tidak menepati janji.

“Ada nomer lain, sayang? Nomer mama?” tanya Bintang.

“Mama tidak punya handphone bu,” jawab Sam singkat.

“Lalu bagaimana kamu bisa memberi kabar kepada mama kalau sedang berjauhan seperti ini? Besok bilang sama mama ya, kalau ibu minta nomer Handphonenya. Biar mudah dihubungi kalau papa kamu tidak jadi jemput.” Bintang mengingatkan sambil tersenyum.

“Mama benar-benar tidak punya handpone, Bu. Selama ini Sam berbicara dengan mama lewat doa...”

DEG....

Lagi-lagi Bintang kaget sekaligus merasa bersalah kepada Sam. Bintang langsung memeluk tubuh kecil itu dan mengecup lembut puncak kepalanya.

“Samudra, maafin ibu ya. Ibu tidak tahu kalo mama Samudra sudah tidak ada.” Bintang berucap penuh penyesalan.

Sam mengangguk dan membalas pelukan Bintang. Bocah itu merasa ada sesuatu yang membuatnya bahagia setiap kali melihat wajah Bintang meski mereka belum lama bertemu.

“Samudra boleh kok anggap ibu seperti mamanya Samudra sendiri.”

Sam menatap Bintang dengan haru. “Hhhmm, memangnya boleh? Kata teman-teman kalau mama itu orang yang menikah dengan papa. Apakah Ibu mau menikah dengan papa?”

Pertanyaan polos Sam membuat Bintang yang baru saja minum dari botol minum yang dibawanya hampir saja tersedak. Beberapa kali terbatuk karena rasa terkejutnya tadi.

Melihat respon Bintang yang tidak terlalu baik membuat Sam yang awalnya sudah senang kini kembali bersedih. Sambil menepuk-nepuk pelan punggung Bintang, ia berucap, “Kalau ibu tidak bisa juga tidak apa-apa.”

Ada butiran bening yang jatuh membasahi pipi Sam, membuat jantung Bintang berdenyut kesakitan. Mana tega dirinya menyaksikan anak kecil menangis.

“Ibu mau kok jadi mamanya Samudra...”

TO BE CONTINUED

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status