Saat ini, Irin sedang bermake up ria. Dia benar-benar sangat cantik, hari ini adalah hari yang harusnya bahagia untuknya dan untuk Dante.
Namun, wajah Irin tidak menunjukkan tanda-tanda bahagia, dia tak berekspresi apapun.
"Nona, kau sangat cantik, benar-benar menakjubkan," puji sang make over dengan tatapan kagum pada Irin.
"Terimakasih, kak. Ini kan berkat make up dan karyamu," jawab Irin dengan terkikik geli.
"Tapi, kau benar-benar sangat cantik, Irin." Sambung sang bunda yang kini masuk ke dalam kamar inap Irin.
"Ah, bunda…" Irin pun merentangkan kedua tangannya, meminta sang bunda untuk mendekat dan mereka pun berpelukan.
"Anak bunda udah dewasa, hm…"
"Irin sayang sama bunda, sama ayah… Irin tetap putri manja kalian," mata Irin berkaca-kaca saat ia sadar, jika setelah ini hidupnya akan bergantung pada Dante.
Ah, tidak. Aku tidak akan bergantung hidup pada Dante, batin Irin berkata.
Hingga sang ayah pun datang menghampiri mereka berdua, Arman mengecup kening sang istri lalu beralih mengecup kening putrinya.
"Sayang, kamu cantik sekali,"
"Ayah…" Irin pun berbinar melihat sang ayah masuk ke dalam kamarnya,
"Kita siap-siap ya, mempelai pria udah ada dibawah,"
Irin menarik napasnya dalam-dalam dan lalu dengan menghembuskan pelan.
"Iya, ayah…" Irin berjalan menuju altar dengan di temani sang ayah.
Semua para tamu undangan menatap kagum pada Irin, dia benar-benar terlihat sangat cantik dan mempesona.
Bahkan, Darren tersenyum miring saat melihat Dante yang kini terlihat tegang dan fokus menatap takjub pada calon istrinya.
Hingga sampai di depan Dante, Arman melepaskan genggaman Irin dan menyerahkan Irin pada Dante.
"Dante, ayah percayakan Irin padamu,"
Dante pun hanya mengangguk dan tersenyum tipis, Irin dengan terpaksa menggandeng lengan Dante.
Hingga mereka berdiri di depan pendeta, Dante mengucap janji suci dengan lantang dan lancar hingga membuat Irin sedikit terkejut, Irin pikir Dante tak akan menjawabnya dengan selantang ini.
Begitu pula dengan Irin, ia mengucapkan janji suci dengan jelas dan serius.
Dan tiba saatnya Dante dan Irin yang kini sudah berstatus sebagai suami istri di minta untuk saling berciuman,
Dante dengan cepat menarik tengkuk Irin, dan melumat bibirnya dengan lembut.
Mata Irin melebar saat ia tersadar, Irin pun menahan dada Dante.
Hingga ciuman itu terlepas, Dante melepas ciuman dan beralih memeluk Irin.
"Itu semua cuma adegan biar orang tua kita percaya kalo kita nikah beneran, dan yah… selamat datang di kehidupan yang akan buat hidup lo menderita, Irin." Bisik Dante lirih di telinga Irin.
Irin tersenyum manis mendengar ucapan sang suami,
"Terima kasih," hanya itu yang Irin ucapkan.
Dante dan Irin menatap pada kamera dan pada para tamu undangan.
Mereka berdua memasang wajah bahagia, namun siapa sangka jika itu adalah senyuman palsu.
Hingga berakhir pada ucapan selamat dari para tamu undangan, Darren pun mendekat dan tersenyum miring pada sang adik.
"Selamat menempuh hidup baru, brother." Dante memutar bola mata jengah,
"Makasih," jawab Dante dengan ketus membuat Darren terkekeh kecil.
"Nanti gue kasih tau obat kuat yang bagus buat nanti malam," bisik Darren namun masih terdengar oleh Dante dan Irin.
Tubuh mereka menegang seketika, tidak. Bukan itu yang mereka mau,
"Sialan!" Umpat Dante pada sang kakak.
Kini Darren beralih pada Irin, lalu tersenyum lembut menatap Irin.
Irin pun sedikit kagum melihat senyum manis terukir di wajah kakak iparnya, ia baru menyadari jika Darren pun sangat tampan.
Bahkan, dia terlihat sangat lembut pada seorang wanita.
"Selamat adik ipar, semoga bahagia. Kau sangat cantik hari ini, dan yah… aku menunggu jandamu," ucap Darren dengan dibumbui candaan membuat Irin tersenyum.
"Terimakasih, kak. Kau juga sangat tampan.hari ini."
Darren tersenyum dan mengangguk.
Setelah beberapa jam berdiri, kini acara telah usai.
Para tamu undangan pun telah pulang, hanya menyisakan dua keluarga di hotel mewah milik keluarga Wicaksana.
"Dante, ajak Irin ke kamar. Dia sangat kelelahan," ucap Emy pada putranya.
"Eum, baiklah. Ayo, Irin.. kita ke kamar dan bersiaplah malam ini,"
Irin hanya tersenyum tipis,berbeda dengan semua orang yang mendengar ucapan Dante, mereka tertawa bahagia. Hanya Darren yang menyadari, jika mereka berdua hanya menampilkan kebahagiaan yang palsu.
Gue bakal terus culik istri lo, Dante. Batin Darren berkata.
Dante memeluk pinggang Irin, jujur saja, ia pun benar-benar sangat kelelahan.
Dan ia pun melihat jika Irin terlihat sangat kelelahan, mereka masuk ke dalam kamar hotel.
Dante merebahkan tubuhnya di ranjang yang sudah berisi kelopak bunga mawar dan juga sepasang boneka angsa.
Berbeda dengan Irin, ia berjalan mengambil piyamanya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Irin pun sebenarnya merasa sangat lelah, hanya saja ia harus segera membersihkan diri.
Dante menautkan kedua alisnya bingung, Irin yang sekarang benar-benar sangat berbeda dengan Irin yang dulu.
Irin yang sekarang jauh lebih banyak diam dan dia bisa saja bersikap ketus, bahkan Dante sedikit terkejut saat mendengar Irin berkata dengan sebutan lo-gue.
Berbeda dengan Irin yang dulu, dia adalah gadis yang lembut, manja dan yah...dia sangat ceria.
Hidupnya terlihat jauh lebih berwarna dari sekarang.
Sekali lagi, Dante merasa itu tidaklah penting baginya.
Lalu pintu kamar mandi terbuka, Irin keluar dengan rambut yang basah dan juga wajahnya pun sudah polos tanpa make up.
Jika boleh jujur, Dante pun sedikit terpesona dengan penampilan Irin yang seperti sekarang, polos tanpa make up.
Dia jauh lebih cantik sekarang.
"Lo nggak mau mandi?" tanya Irin dengan baik pada Dante.
"Hm,"
Dante pun hanya menjawab dengan deheman lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi, Irin teringat pada ucapan sang bunda, jika dia harus menyiapkan keperluan Dante.
Irin menghela napasnya dalam, ia menyiapkan piyama tidur untuk Dante dan meletakkannya di atas ranjang.
Irin pun yang merasa sangat kelelahan, tertidur di atas ranjang yang akan ia gunakan untuk malam pertamanya dengan Dante.
Dante keluar kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya.
Ia pun tertegun saat melihat Irin sudah terlelap dan juga ada pakaian miliknya disana.
Dante tak banyak berpikir, lalu mengambil pakaiannya dan segera memakainya.
Ia pun merebahkan tubuhnya di samping Irin, ia mencium aroma lavender di tubuh sang istri.
Baunya masih sama, batin Dante berkata.
Dia menatap wajah Irin lekat, lalu terkejut saat melihat Irin pun tersentak dari tidurnya.
Napasnya memburu dan matanya berkaca-kaca, Dante sedikit bingung, sebenarnya apa yang terjadi pada Irin.
Namun, bukan Dante jika ia peduli.
Ah, ternyata dugaanku salah.
"Gue nggak tau lo itu kenapa, buat malam ini aja gue mau bersikap baik sama lo, tapi kedepannya jangan banyak berharap," Dante pun mendekatkan diri pada Irin.
Ia membawa Irin ke dalam dekapannya, air mata Irin menetes di pelukan Dante.
Tidak ada yang tahu, jika hatinya benar-benar sangat sakit.
Dante mengusap lembut punggung Irin, jujur saja, Dante merasa tak tega dengan Irin.
Hingga Irin kembali terlelap, Dante menatap wajah Irin dengan tatapan benci.
Namun, untuk malam ini saja, biarkan dia bersikap baik pada istrinya itu.
…
Tbc
"Epilog."Beberapa hari kemudian setelah kepergian Irin.Tampak Irin, terlihat berjalan di dalam suatu gedung bersama Reylan dan kemudian menaiki sebuah Lift.Ketika Lift itu terbuka, terlihat dengan cepat seluruh karyawan yang ada di dalam ruangan tersebut menyambut dengan memberikan salam kepada dirinya."Selamat pagi, Ketua Komisaris." Teriak seluruh para Karyawan menyambut Irin.Irin, hanya terlihat tersenyum lalu berjalan menuju ke dalam ruangannya diikuti oleh Reylan di belakang dirinya.Terdengar Irin, berkata kepada Reylan."Apakah semua para Investor telah hadir?" Tanya Irin."Sudah, mereka telah menunggu anda di ruangan rapat sekarang." Jawab Reylan."Bagus sekali, Kita akan selesaikan ini semua dengan cepat." Sahut Irin.&he
"Kenangan Reylan Bagian Akhir."Semua mata pun menatap terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Aslan, lalu terdengar Reylan dan Andressa sedikit menahan tawa,"Ckckck…" suara tawa.Reylan sambil menepuk bahu Andressa berkata,"Sungguh lucu sekali adikmu ini sobat. Ckckck…" Ujar Reylan."Ckckck… Aslan, Dia ini masih saja sama seperti dahulu. Pandai sekali berbicara yang tidak masuk akal." Sahut Andressa."Dia itu konyol dan cerdas. sama sekali seperti dirimu sobatku, ckckck…" Ucap Reylan.Mike dan Veve pun, terlihat sedikit menahan tawa dan terdengar berkata,"Pacarku, teman kamu ini sungguh sungguh unik, ya! Hahaha…" Ujar Veve."Begitulah, Aslan. Ternyata dia masih saja tetap sama seperti dahulu, hahaha…" Sahut Mike.&nbs
"Kenangan Reylan Bagian IX." Masih di dalam sebuah Cafe. Beberapa waktu yang lalu kembali terdengar perdebatan antara mereka. "Cukup, kalian semua diamlah!" Teriak Ayahnya Bos Alex. Mereka semua pun dengan seketika tertunduk diam ketika mendengar teriakan dari ayahnya Bos Alex. "Tuan, baiklah kami akan melakukannya." Ucap Ayahnya Bos Alex. Seketika mereka, Bos Alex dan kawan kawan terkejut dengan keputusan tersebut. "Ayah, apa yang telah kamu katakan, kenapa kamu terlalu mengikuti kemauan mereka! biar bagaimanapun kita adalah orang terkaya di kota ini! Tidak cukupkah dengan permintaan maaf kami ini!" Sergah Bos Alex. "Benar, Paman!" Sahut salah satu dari teman Bos Alex, tidak setuju. Dengan cepat wajah Bos Alex, terkena tamparan dari a
"Kenangan Reylan Bagian VIII."Tampak senang dari raut wajah Bos Alex, lalu terdengar beberapa orang bersuara,"Mampus kau! Rasakanlah jika berani berurusan denganku, maka kehancuran yang akan kau terima, bedebah!" Teriak Bos Alex."Hahaha… akhirnya akan mati juga bocah ini, kita lihat saja sehebat apa dia atau hanya mampu membual saja!" Ujar teman Bos Alex."Palingan nanti dia akan merengek dan memohon belas ampun dari kita semua. Namun, semua itu sudah terlambat." Ucap teman Bos Alex, lainnya."Hei, Nak! Kita lihat apakah gayamu itu seimbang dengan kemampuanmu. Kalian semua serang dia sekarang!" Sahut Ayahnya Bos Alex.Dari jauh Reylan melihat Aslan yang sedang dikepung oleh beberapa orang, lalu memberitahu kepada Andressa,"Teman, lihatlah! Disana adikmu sedang dalam masalah." Ucap Reylan kepada Andre
"Kenangan Reylan Bagian VII."Beberapa waktu kemudian.Terlihat dari arah jalanan di luar cafe tersebut, tampak beberapa mobil sedan berdatangan dan keluarlah segerombol orang dari dalam mobil itu, lalu berjalan masuk menuju cafe.Terdengar Andressa bertanya kepada Reylan,"Ada apa ini? Sebenarnya apa yang telah terjadi, hingga banyak sekali orang yang datang ke dalam cafe?" Tanya Andressa, pelan.Reylan dengan wajah sedikit terkejut seperti orang berpikir dia lalu menjawab,"Oh ya, bukankah Aslan, adikmu saat ini juga sedang ada di dalam cafe tersebut, Andressa! Sebaiknya kita segera melihat ke dalam, aku seperti merasa sesuatu hal buruk akan terjadi padanya." Jawab Reylan."Apa maksudmu itu, Teman?" Tanya Andressa, kembali."Sudahlah, sebaiknya kita sekarang cepat bergegas masuk ke dalam
"Kenangan Reylan Bagian VI."Terlihat Aslan, berjalan menuju orang orang yang sedang berdebat itu.Hingga akhirnya dia Aslan, berada di belakang pria besar itu lalu berkata, "Mike."Perlahan pria besar itu pun menoleh ke arah Aslan yang berada di belakang.Dengan mata yang membesar pria itu tampak terlihat terkejut dan berkata, "Aslan!""Hey… apakah kau ini beneran, Aslan?" Teriak Pria besar yang dipanggil Mike itu sambil kedua tangannya menggenggam kedua bahu Aslan."Bodoh… memang kau pikir siapa aku ini! Apakah kamu tidak yakin bahwa aku ini adalah Aslan?" Tanya Aslan."Hahaha… kapan kau kembali, ketua? Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Jawab Mike."Sekarang sudah yakin kau, bahwa aku ini adalah Aslan. Hahaha… baru saja aku datang ke kota ini pria bodoh. Oh iya ada apa
"Kenangan Reylan Bagian V."Di Suatu tempat yang ramai.Tampak Aslan, terlihat baru saja datang lalu memarkirkan sepeda motornya di depan cafe.Terlihat Reylan muda bersama Andressa duduk bersama menoleh ke arah Aslan yang berjalan ke arah mereka berdua.Terdengar Aslan berkata,"Maaf, aku terlambat." Ujar Aslan, sambil tersenyum berjalan ke arah Andressa yang langsung berdiri dan menyambutnya."Tidak masalah adikku, selamat datang." Sahut Andressa, langsung berpelukan menyambut Aslan."Perkenalkan ini adalah Eko, teman kecilku waktu di asrama. Namun, kini telah berganti nama setelah bersama keluarga barunya." Ujar Andressa kepada Aslan."Lalu sobatku, perkenalkanlah dia adalah adikku, Aslan." Ucap Andressa, memperkenalkan.Langsung saja terlihat Reylan/Eko mengulurkan salah satu tan
"Kenangan Reylan Bagian IV."Di Tempat yang lain Pria Botak berbadan besar bersama pria berambut dikuncir dan Pria Tampan berdasi sedang mengadakan suatu pertemuan bersama di sebuah Cafe tempat makan yang sangat mewah."Apakah kalian berdua telah mendengar informasinya" Tanya Pria Tampan Berdasi."Apa maksudmu Leon, Apa kau fikir hanya kau saja yang mempunyai mata mata" Ucap Pria berkuncir."Bukan begitu maksud aku Bob" Ucap Pria Tampan Berdasi yang diketahui bernama Leon."Lalu apa maksudmu" Ucap Pria berkuncir yang telah diketahui bernama Bob."Sudahlah kalian selalu saja bertengkar dengan hal kecil, Apakah kalian telah lupa dengan pesan ketua selama ini coba untuk kali ini saja kita kita meributkan hal kecil seperti itu" Ucap Pria Botak berbadan besar yang bernama Doski.Tampak Bob dan Leon terdiam tanda paham dengan apa
"Kenangan Reylan Bagian III."Di dalam ruangan rumah Arman, keadaan masih terlihat tegang.Terlihat Reylan, kembali tersadar. Kemudian terdengar suara orang berbicara,"Apa maksudmu! Jangan kamu membawa terus menerus nama, Tuan Muda Omega!" Teriak Kira, membentak Irin."Benar, itu lain urusannya! Beginikah balasanmu untuk keluarga yang telah membesarkanmu! Dasar wanita tidak tahu diuntung!" Sahut Mike."Bukan begitu, bibi. Aku bukan bermaksud melawanmu atau kalian semua. Hanya saja, aku berpikir ini adalah masalahku sendiri. Tak layak, jika kalian semua terus saja selalu mencampuri kehidupanku dengan Dante!" Jawab Irin."Apa! Kamu bilang kami, mencampuri hidupmu dan Dante. Suami bodoh yang sudah mencoreng nama baik keluarga besar kita ini!" Ujar Kira, kembali melanjutkan."Apakah kamu pikir, kami semua melakukan ini semata-m