BAK!
"Tuan!"
Seketika kedua orang itu membelalakkan mata, tatapan mereka tertuju pada satu arah yang sama.
"Kau?"
Lingga langsung memberi sinyal dengan isyarat mata kepada seorang pria di awang pintu sana. Tanpa di ketahui gadis di hadapannya. Tahu kondisi apa yang sedang di alami sekarang, pria itu pergi dengan cepat.
"Siapa dia?" batin Ira penasaran. Menatap mata pria di hadapannya dengan tatapan penuh tanya.
Sepasang bola mata pria itu mengelak kesembarang arah, menghindar dari apa yang mungkin akan segera gadis itu tanyakan.
"Emm...kau tunggu dulu di sini," ucap Lingga kemudian bergegas pergi.
Saat Kakinya menghampiri pria yang membuat kegaduhan tadi, di lihatnya pria itu tengah duduk di atas lantai, wajahnya menampakkan raut penuh cemas dan gelisah.
"Ada apa?" tanya Lingga.
Suara besar itu berhasil membuat pria yang sedang menggigit jarinya langsung mendongak, dia lihat ke arah suara itu beras
Lingga menatap tingkah wanita itu di depan sana tentu hal itu membuat Lingga terdiam, sesaat wajahnya menampakkan raut dingin, yah, tak perlu tahu lagi wanita ini memang sedang melakukan aksinya. Tiba-tiba Lingga menyeringai melemahkan, menatap sepasang mata polos di depan sana dengan tatapan elang. "Haha...ternyata aku ke sini hanya membuang-buang waktu saja," ucap Lingga dengan seringai tipis. Lingga menarik hendel pintu hendak pergi, tak ada gunanya lagi berada di sini, yang terjadi malah pembicaraan yang kosong tanpa arti, itu akan terus terjadi jika dirinya berusaha seperti dulu. "Kak!" Teriak Lisya tertuju pada Lingga, berusaha untuk menghentikan langkahnya. Seketika pria itu berhenti, menoleh beberapa derajat dengan senyum tipisnya dan kembali melanjutkan kegiatannya. "Berhenti!" Bentak Lisya, namun sama sekali tidak di dengar oleh Lingga, dirinya terus melangkah hingga lantai bawah. Seakan apa yang terjadi ini jauh dari perkira
Tak...tak...Langkah kecil mulai menghampiri sebuah meja dengan laptop yang tergeletak di atasnya, dalam bayangan yang tak masuk akal, seharusnya saat ini Lingga berada di depan layar itu menatap dengan tatapan indah di tambah senyuman manis yang khusus terpancar untuk Ira layak sepasang kekasih, namun sepertinya bayangan itu terlalu tinggi, dirinya kini hanya melihat benda-benda itu tergeletak tanpa penghuni, seolah menyadarkan Ira bayangan itu tidak akan pernah terjadi."Ke mana Paman?" batin Ira seraya membawa secangkir kopi di tangannya.Dia terus melangkah menuju meja, walaupun tak menemukan Lingga di sana, Ira tetap melangkah lalu menyimpan kopi di atasnya yang telah dia buat sepenuh hati untuk Sang Paman.Tak..."Apa ini?" batin Ira dalam hati tatkala melihat layar yang masih menyala, menampakkan sebuah layar di penuhi berbagai kata di dalamnya.Tatapannya langsung tertuju pada kalimat penuh penekanan itu, semakin menarik saja, Ira ma
Ira mulai menggerakkan sekujur tubuh, meregangkan sendi-sendi yang terasa pegal di setiap selanya, dia lihat rupa tubuh ini di cermin, tubuh kecil di tambah wajah yang tak mendukung membuat dia berdecak heran. "Siapa yang akan melirik tubuh ini? aku saja enggan melihatnya," ucap gadis itu pelan. Dia menyingsingkan rambut yang tergerai sebahu seraya mengelusnya pelan. "Gadis ini, tidak bisakah merawat dirinya sendiri?" decaknya. Rupa wajah ini, sungguh tak memikat hati, apakah yang di lakukan gadis itu selama ini hingga wajahnya bisa seperti ini? Mungkin dia terlalu sibuk untuk memperhatikan hal kecil semacam ini, tidak ada jalan lagi, mungkin inilah sebab kehadirannya, dia harus mengubah segalanya dengan jiwa ini. "Ira, aku akan mengubahnya, kau pasti akan senang dengan apa yang aku lakukan," ucap pribadi lain yang sekarang mengambil alih tubuh Ira. "Aku Fiolyn akan mengubahnya." Tak...tak... Langkah kaki terdenga
DI MALL.... Ira turun sambil merapatkan masker dan topi yang dia kenakan, menutupi hingga terlihat sepasang mata saja. Lingga yang tengah membereskan rambut sedikit menampakkan senyum beralih memandang Ira yang tengah celingukan. Pak... "Ayo!" ucap Lingga seraya menepuk topi yang Ira kenakan. Lingga melangkahkan kakinya dengan santai menuju dalam pusat perbelanjaan, namun hal itu jauh berbeda dengan yang Ira rasakan, dia berlari dengan kencang hanya untuk menyelaraskan langkahnya, Lingga benar-benar lupa bahwa Ira seorang gadis pendek yang tak akan pernah bisa menyelaraskan langkah dengan Lingga. "Hosh...hosh..." Di tengah keramaian pusat perbelanjaan besar ini, Ira terengah-engah menyusul langkah Lingga, pria itu sama sekali tak memedulikannya, namun karena suara lelah yang mengganggu telinga Pria itu, membuat Lingga segera berbalik menghampiri Ira. "Kau kenapa?" tanya Lingga seraya memasukkan kedua tangan di saku celananya, m
Jalanan perkotaan mulai memadat, asap kendaraan sangat memuakkan memenuhi jalanan kota, sepanjang memandang tak lepas dari bangunan pencakar langit berdiri kokoh di sepanjang jalan, seolah menampakkan keagungan yang begitu besar. Ira duduk dengan tegap, sambil menjinjing setumpukkan belanjaan di pangkuannya. Harum maskulin nyaman tercium, hingga Ira tak sadar kini kendaraan yang dia tumpangi berhenti di sebuah tempat. "Ini bukan rumah kita kan?" Ira celingukan, layaknya anak kecil dia mendekati Lingga dengan pandangan penuh tanya. "Aku lapar, kita makan dulu di sini." Lingga mengelus kepala gadis itu, elusan yang dia berikan selalu saja di sertai senyum mengademkan. "Ini bagaimana?" Ira mengangkat belanjaan, dirinya jelas tak mau membawa barang berat ini, tubuhnya terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan itu. "Kau yang bawa." Lingga berjalan pergi. Dengan wajah masam Ira membawa semua belanjaan menuju dalam restoran. ...
Tak....tak.... Suara langkah kaki terdengar merdu di telinga seorang gadis, menuju sebuah motor sport mengkilap yang terparkir berjejer rapi di depan sana. "Paman memakai motor sport?" Ira tak melepas pandangannya, tertegun melihat Lingga terlalu memesona menaiki kendaraan itu. "Kenapa diam?" tanya Lingga tiba-tiba. "Eng-gak, aku akan segera ke sana." Ira berlari kecil mendekati Lingga, senyum yang dia tahan kini tak terkendali, luapan kebahagiaan menggebu-gebu dari dalam jiwanya. "Akh...aku boncengan sama paman! semalam aku mimpi apa bisa dapat hujan meteor seperti ini!" Ira berusaha menahan senyumnya, melihat Lingga layak seperti seorang suami idaman di matannya. Tak...tak... "Kalingga!" Kedua matannya langsung tertuju pada sumber suara. Terlihat seorang wanita berparas cantik mengenakan pakaian serba hitam dengan lengan pendek mendekati Lingga. "Kamu?" "Kalingga, kita harus bicara." Wanita itu
Sontak saja Ira langsung berlari menjauh, setelah mendengar kalimat itu, Lingga hanya bisa terkekeh melihat tingkah Ira yang lucu, berlari ke lantai atas bagai kilat. PAGI HARI... Tok....tok... Ira mengedipkan mata, berusaha bangun dari tidurnya. Dia lihat jam dinding menunjukkan pukul 03.00, jarang-jarang seseorang mengetuk pintu di jam begini, sungguh mengganggu. Cklek... Sambil mengusap mata Ira berhadapan dengan Pria di Awang pintu. "Hari ini kamu mulai sekolah, bersiaplah." Tidak salahkan dirinya membangunkan seseorang di pagi buta seperti ini? Ira yang masih belum sadar sepenuhnya cukup mengiyakan saja. "Hmm...aku akan bersiap." Sambil menguap Ira menutup pintu. Stt... Lingga menyela pintu, merasa ada yang mengganjal Ira membukanya lagi. "Akan ku awasi cara mu bersiap." Ira menaikkan alisnya, tak salahkah dengan yang dia dengar? Ira menepis apa yang terdengar olehnya, mungkin itu ha
Di pagi yang cerah, hari-hari di sekolah berhasil dia lalui dengan gembira, untuk pertama kalinya, selama sekian lama, Ira tak mendapat cemooh lagi dari teman sekelasnya, hinaan dan cacian pun tak lagi dia dengar, layak seperti siswa pada umumnya, mereka tak mengusik sedikit pun siswa yang terkenal akan kejelekan dan kebodohan itu. Tak...tak... "Ra, nanti pulang bareng yuk!" sapa teman sekelasnya. Ira berbalik, ternyata salah satu teman paling pendiam sekaligus pintar, untuk pertama kalinya menyapa. "Hmm...ayo." Syina itulah panggilannya, seorang gadis pendiam dengan beribu misteri, orang-orang terlalu melebihkannya bukan? Dia gadis pendiam biasa, cuek dan dingin, kecerdasannya tak perlu di ragukan lagi, semua orang juga tahu gadis pendiam seperti apa, selalu membuat kejutan yang tak terduga, sepanjang dia bersekolah tak pernah sekalipun menduduki jajaran empat hingga bawah, dirinya selalu berada di jajaran teratas tak lupa dia juga masuk dala