"Kak Rindu, Kakak ke mana aja?" Arin menarik dirinya perlahan mundur. Lalu mendongak mentapku.
"Kak Rindu sibuk," jawabku sambil mengulum senyum.
"Dia siapa, Kak?" gadis kecil berkaos putih lusuh ini mengangkat dagunya ke arah Pak Satya.
"Oh, dia temen Kakak, kenalin ya, namanya Satya," kulirik Pak Satya sesaat. Lelaki berwajah teduh itu juga menyunggingkan senyum.
"Arin, yuk kita makan sama-sama. Tadi Kakak beli nasi bungkus." titahku. Lantas mengajak ia duduk. Diikuti yang lainnya juga. Termasuk Pak Satya.
"Nggak Kak, Arin pulang aja, nanti Ibu nyariin. Ini udah mau malam, Kak."
"Iya, Kak. Kami juga pulang aja ya, kalau boleh nasinya kita bawa pulang aja." anak-anak yang lain menyahut. Sekilas kulirik mentari yang hampir tenggelam di ujung sana. Benar saja, sebentar lagi akan gelap. Lembayu
MALAM PERTAMA DENGAN DOSEN Bab 13"Maaf, maaf, nggak sengaja!" Cepat kutarik diri ke belakang agar menjauh dari Pak Satya. Secepat kilat, ia yang tadi membungkuk pun langsung berdiri tegap. Dengan wajah pias dan salah tingkah. Jelaslah, dia salah tingkah. Karena tadi bibirnya dan bibirku tak sengaja bersalaman. Eh, bersentuhan maksudnya. Ini bukan karena sengaja, melainkan sebuah tragedi yang membuat aku akan tersudut dan akan menjadi tersangka lagi."Pasti kamu sengaja 'kan?" tuduhnya dengan mata elang menyorot tajam."Enggak. Pak Satya sih, yang bikin aku kaget." sanggahku tak terima."Iya, iya, saya tahu kok." seulas senyum manis ia sunggingkan. Tak kusangka, jika ia akan semudah itu membiarkan insident tadi berlalu. Jangan-jangan dia juga mulai ada sesuatu nih sama aku. "Rindu, pulang yuk, udah malam." ajaknya lalu melangkahkan kaki menuju mobil."Tungguin!" Kakiku terasa berat untuk beranjak. Mungkin karena masih terpuk
Malam Pertama Dengan DosenBab 14Benar dugaanku, kalau suara itu berasal dari tante Sarah. Memangnya siapa lagi yang gemar mengomel seperti itu, selain dia."Aku mau nginep di rumah ini." kataku santai. Kulintasi wanita ini begitu saja."Apa? Nginep?!" pekiknya heboh. "Mira, kamu ngapain ngajak dia nginep di rumah ini. Nyusahin aja!" tambahnya terdengar memekak di telinga, meski aku sudah memasuki ruang tamu."Ma, inikan rumah Rindu, dia berhak dong tidur di sini." sanggah Kak Mira setengah berteriak.Sembari mengayunkan langkah menuju kamar, tak hentinya dua wanita berstatus Ibu dan anak itu saling adu kata demi kata. Terserah mereka mau apa? Aku tetap fokus melangkah hingga sudah sampai undakkan anak tangga di bagian tengah.Baru teringat soal Papa. Rumah ini sepi, mungkin Papa belum pulang. Pikirku.Karena memang sangat biasa sekali begitu, dari dulu Papa selalu pulang malam. Hingga akhirny
MALAM PERTAMA DENGAN DOSENPART 15Mataku membola, Kak Mira yang tadi duduk di kursi sebelah kemudi sudah tak ada di tempatnya lagi."Kak! Kak Mira!" teriakku nyaring, tak ada jawaban sedikit pun. Kulihat ponsel Kak Mira yang tergelak di atas kursi.Kugapai benda pipih itu dan lantas menyalakan senter.Sebenarnya aku agak ngeri berada di tempat ini sendirian. Di sini sangat sepi, tak ada pemukiman warga, yang ada hanya tanah lapang juga pabrik bekas pembuatan bumbu petis khas daerah sini. Seram juga alasan kenapa pabrik itu bisa non aktif, dulu ada insiden pegawainya tercebur dalam wajan panas yang berisi bumbu petis. Dengar-dengar, pegawai itu tewas dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Semua kulitnya melepuh, itulah yang kudengar dari warga sekitar rumahku juga di media sosial. Karena memang beritanya dulu sangat viral.Bergidik sendiri kedua pundakku merasakan hawa dingin yang menerpa wajah. Lagi pula, Kak Mi
Malam Pertama Dengan DosenPart 16"Mira!" Sekarang ganti Pak Satya yang berteriak hingga telinga ini berdengung.Gegas kami berdua berlari menghampiri Kak Mira yang tengah terkulai dengan luka lebam di beberapa bagian tubuhnya. Lebih miris lagi,Kak Mira tak sadarkan diri dengan tubuh setengah telanjang."Kamu kenapa, Mir?! Bangun ...!""Kak, bangun, Kak!"Teriakan kami berdua tak membuahkan hasil. Kak Mira masih terpejam rapat. Kuraih jaket yang sudah terlempar jauh dari posisi Kak Mira. Lalu menutupi tubuhnya menggunakan jaket itu.Pikiran buruk hinggap di kepalaku. Apa Kak Mira korban pemerkos**n?Bicara apa kau Rindu! Jangan aneh-aneh! Batinku bermonolog merutuki diri sendiri."Mir, apa yang terjadi?!" Berulang kali lelaki yang tengah memangku Kak Mira ini mengguncang pundak kakak tiriku. Gurat wajahnya amat terlihat sedih dan cemas."Kita bawa Kak Mira ke rumah sakit sekara
"Cie ... yang ntar malem ehem-ehem.""Cie ... udah nggak sabar ya ...?"Ejekan dari kedua sahabatku ini membuatku naik pitam.Sontak aku menginjak kaki mereka berdua begantian."Aduh!" ringis mereka berdua bersamaan."Lo kok nginjek kaki kita sih Rin? Sakit tauuuk." sungut Maya dengan memonyongkan bibirnya beberapa senti."Iya, tuh. Dasar! Padahal kita 'kan ngucapin selamat ya, May." sahut Milea. Tak kalah panjang bibirnya."Kalian diam! Atau pulang sana! Jangan menari di atas penderitaanku." balasku ketus. Siapa yang tak marah coba?" Banyak pasang mata yang menatap ke arah kami bertiga sambil geleng-geleng kepala. Ya, mungkin mereka mengira kita gadis aneh. Disaat acara sesakral ini masih saja membuat kegaduhan yang unfaedah.Mereka berdua ini sahabat baikku. Selain teman kuliah, juga teman curhat. Namun, kemalangan terjadi padaku. Hingga mengharuskan aku berada di tempat ini dengan busana yang tak kupiki
Brugh!Aku jatuh menindihnya, hingga kami berdua terjerembab. Untung jatuhnya di dada bidangnya, coba kalau di lantai, pasti sakit.Sedetik.Dua detik.Tiga detik.Kenapa mataku tak bisa berhenti menatapnya sih. Jarak wajah kami hanya sejengkal saja. Lamat aku memerhatikan dengan rinci setiap inci dari wajah Pak Satya. Di balik kaca bening itu, ada manik hitam yang indah dan membuatku terhayut akan buaian binarnya."Mau berapa lama kamu di dada saya?" celetuknya. Lantas aku bangkit dan mencari kotak yang entah jatuh di mana.Isi dari kotak itu sudah berserakan di lantai.Sial, aku kalah cepat lagi dari Pak Satya. Ia mengambil bungkus kecil beserta secarik kertas yang menempel di bungkus tersebut.Lekas aku menunduk malu. Malu semalu-malunya. Semua gara-gara Milea sama Maya! Nasib apa aku, punya teman yang kelakuannya bobrok kayak mereka."Selamat menempuh hidup
Aku menggeliat untuk meregangkan otot-ototku sambil menguap. Nih, badan rasanya sakit semua. Mungkin karena tidur di sofa. Jadi nggak bisa bergerak bebas. Semua gara-gara Pak Satya. Terpaksa 'kan, harus tidur di sini.Kusapu pandangan mata ke seluruh penjuru kamar. Nampak Pak Satya tengah duduk di atas ranjang dengan laptopnya. Sambil memerhatikan aku.Waduh, berarti dia lihat dong. Pas aku menggeliat manja sambil menguap lebar. Untung nggak ileran. Bisa malu banget aku.Ia tak menegurku atau bertanya. Bodo amatlah aku juga tak perduli. Lantas aku bangkit dan melenggang ke kamar mandi. Untuk menyegarkan badan."Itu apa di celanamu?" celetuk Pak Satya, membuat langkahku terhenti. Aku sedikit bingung. Apa maksudnya?Gegas aku menengok celanaku dibagian belakang. Piyama berwarna putih ini sudah ternodai. Huh, bersemulah mukaku karena malu.Tamu bulanan datang tanpa diundang. Dan parahnya, aku tidak bawa pembalut saat
Ternyata yang memanggil lelaki itu, Rudi. pacarnya si Maya."Sayangku, Bang Rud. Akhirnya nyampe juga." sambut Maya tersenyum lebar."Lo suruh dia ke sini?" kompak aku dan Milea bertanya pada Maya."Iya heheh." sahut Maya nyengir kuda. Haduh, ngapain sih, si Maya pake nyuruh Bang Rudnya ke sini. Makin eneg aja."Hay Maya sayang. How are you?" tanya Rudi pada Maya. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi. Tentu sebelah Maya. Ya kali, sebelah gue."I'm fine honey." balas Maya lembut."Hueeeek!" serentak aku dan Milea sama-sama berekspresi muntah."Gaya banget lo, Rud. Pake bahasa Inggris segala." celetukku."Biar gaul aja, Rin. Maklum ojol kayak aku 'kan juga harus pintar bahasa Inggris. Siapa tahu ntar dapet penumpang bule." jelas Rudi percaya diri."Aw, Baby honey. Aku bangga padamu." sahut Maya sambil menyenderkan kepala di bahu Rudi."Bule apaan Rud? Bulepotan kali wkw