Maaf dari awal memang cerita ini tanpa edit. Maaf kalau banyak typo. Happy reading.
__________________
"Halo, Sayang. Masih mau di sini atau pulang?"
Viona menoleh dan mendapati Robbi sudah ada di hadapannya beserta Aliqa anaknya.
"Pak Robbi, anaknya imut sekali, siapa namanya?" tanya Clara melihat gadis cantik berumur sepuluh tahun dengan gaun berwarna navy yang sama seperti Viona. Sepertinya Viona memang sangat siap untuk menjadikan mereka keluarganya.
"Namaku Aliqa, Tante," jawab gadis itu menyambut uluran tangan Clara.
"Kalau Tante namanya Clara. Aliqa, gaun kamu bagus banget. Kamu cantik pake gaun itu," puji Clara seraya melirik Viona.
"Ini yang pilihin, Tante Vio. Lihat, kami pakai gaun couple." Aliqa mendekati Viona dan berdiri di sebelahnya.
Clara menyatukan tangan kagum. "Kalian sangat serasi, cocok jadi ibu dan anak."
Aliqa menatap Viona yang terseny
Terima kasih yang udah mau baca sampai bab ini. Dukung terus cerita ini ya, Gaes dengan memberi ulasan bintang lima kalian. Terima kasih. ^^_________________Dania menatap Clara dengan mata berkaca-kaca. Tanpa banyak kata, dia memeluk sahabatnya dengan erat."Yang sabar, ya, Dan. Gue yakin lo bakal bahagia," ucap Clara ikut merasakan kesedihan sahabatnya."Terima kasih, Cla." Dania menyeka hidungnya yang basah. Semoga ini bukan terakhir kalinya dia bertemu Clara. Alvin kejam jika dia benar-benar tidak mengizinkannya untuk bertemu kedua sahabatnya.Setelah sedikit menguatkan Dania, Clara beringsut menyalami Alvin dan memberi selamat sekadarnya kepada laki-laki itu. Dia lantas bergegas turun dari panggung."Sudah siap pulang?" tanya Arnold begitu Clara sampai ke bawah lagi.Clara mengangguk dan berjalan lebih dulu keluar gedung resepsi yang megah ini."Kita tunggu layanan
Alian gelagapan. Dia bingung mau menjelaskan apa atas semua kebohongan yang sudah dia lakukan kepada Clara. Wanita di sebelahnya juga tampak meminta penjelasan."Clara, sori, tapi ini benar-benar di luar dugaan. Aku beneran ke Makassar hanya saja—""Di luar dugaan bakal ketemu aku di sini kan? Kamu kaget kan aku bisa melihat kamu nyeleweng. Sudah sejak kapan?" tanya Clara menatap Alian tajam. Sungut di atas kepalanya makin memanjang."Cla, aku nggak nyeleweng, aku—""Sudah berapa lama kalian berhubungan?" potong Clara melihat kepada wanita di sebelah Alian.Wanita itu menampakkan muka kesalnya. "Gue sudah lama kenal Alian, tapi baru dua bulan ini jalan bareng."Clara tersenyum miris. "Hebat banget, ya." Dia mengangguk. Hatinya terasa remuk mendengar pengakuan wanita itu. Dia melihat wajah Alian yang tampak gusar. Beberapa kali pria itu mengusap wajahnya. Semua sudah berakhir. Alian tidak mungkin bisa menge
Arnold melihat Clara tertidur rapat di bawah selimutnya. Senyumnya terbit lantas mendekati wanita itu. Sebenarnya dia kasihan melihat Clara menangis. Hanya saja alasan wanita itu menangis yang membuatnya tidak terlalu menunjukkan empatinya. Hah! bagaimana tidak? Clara menangisi pria lain. Entah untuk alasan apa dia tidak suka melihat Clara menangis seperti tadi. Seandainya penyebab wanita itu menangis ada di hadapannya mungkin sudah dia habisi laki-laki itu.Tangan arnold terulur membelai pipi Clara. Kelihatannya wanita itu benar-benar sudah pulas. Arnold melebarkan senyum. Dia yakin, mata wanita itu akan bengkak saat bangun nanti. Arnold merapatkan selimut perempuan itu sebelum beranjak keluar dari kamarnya. Dia sendiri akhirnya mengalah dan tidur di sofa ruang tengah.***Sementara Viona di rumah Robbi baru saja keluar dari kamar Aliqa. Setelah membaca dua buah buku dongeng, Aliqa lelah dan tertidur dengan sendirinya. Viona yang menemani anak itu b
Viona kontan berdiri dan tersenyum canggung kepada Ibu Ambar yang tengah menatap tajam berganti antara Viona dan Robbi."Nek, Nenek, kita lagi makan pagi bareng sama Tante Vio. Nasi goreng buatan Tante Vio enak banget loh, Nek. Yuk, kita makan sama-sama." Aliqa menarik tangan neneknya menuju meja makan.Wanita dengan sanggul di kepalanya itu menurut. Matanya masih awas mengawasi Viona dan Robbi."Selamat pagi, Ma. Tumben banget pagi-pagi Mama ke sini?" tanya Robbi basa-basi.Bu Ambar tidak menjawab dia hanya melirik sekilas putranya itu.Viona yang masih berdiri menelan ludah gugup. "Se-selamat pagi, Bu," sapa Viona tergagap.Jangankan Viona, sapaan Robbi saja tidak dijawab."Nek, ayo duduk." Aliqa menyentak tangan neneknya agar duduk di dekatnya.Wanita setengah baya itu akhirnya bisa tersenyum. Itu pun yang dia peruntukan hanya pada cucunya."Nenek bawa apa?" tanya Aliqa.
Dania melepas aksesoris yang menghiasi rambutnya. Lalu beralih membersihkan make up tebal yang menempel pada wajahnya. Pukul sepuluh malam dia memutuskan naik ke kamar meninggalkan keriuhan pesta di bawah. Pesta yang didominasi oleh teman-teman Alvin. Rasa lelahnya bergelayut berat. Tambah berat karena pernikahan ini bukan keinginannya.Setelah menghilangkan make up pada wajahnya, dia langsung membersihkan diri di kamar mandi. Menyiram tubuhnya dengan air hangat. Mulai hari ini dia milik Alvin sepenuhnya. Hukum dan agama telah melegalkan lelaki itu untuk menyentuhnya. Dania tidak bisa mengelak atau pun menolak lagi. Mengingat itu membuatnya ingin berteriak sekeras mungkin.Matanya terpejam erat merasakan bulir air menyentuh kulit. Kepalanya yang penuh dan berat kembali mengingat kebersamaannya dengan Alex. Apa kabar pria itu? Seharian ini, Dania tidak mendapat kabarnya.Dia segera mengakhiri kegiatannya, dan bergegas keluar dari kamar mandi. Da
"Sore kita terbang ke Maldives," ucap Alvin di tengah kegiatannya sarapan.Hanya anggukan yang dia lakukan sebagai jawaban. Seandainya Alex yang mengatakan itu, Dania pasti akan meloncat kegirangan."Kita di sana sekitar enam harian," lanjut Alvin menatap wajah Dania yang menunduk. Wanita itu tampak serius menekuri piringnya."Enam hari? Ngapain aja selama itu?" tanya Dania. Waktu enam hari bersama Alvin rasanya sudah seperti enam tahun. Lalu apa kabar dengan pernikahan ini? Dia bahkan akan menghabiskan seumur hidup dengan pria itu."Honeymoon, Sayang. Akan aku buat kamu tidak menyesal menikah denganku." Alvin menyeringai.Mata Dania terpejam sesaat sebelum kembali melanjutkan sarapannya. Anggap saja tadi dia tidak mendengar apa pun.Seusai sarapan pagi, Alvin tampak sibuk di depan laptop. Dania menggunakan waktu tersebut untuk mengutak-atik ponsel. Beberapa pesan dari grupnya membrudul. Clara dan Viona tengah s
Dania masih tidur di kursinya ketika Alvin membangunkannya dengan lembut. Saat ini mereka sudah sampai di International Airport Velana dengan jet pribadi milik Alvin. Dania mengerjap dan membenarkan posisi tidurnya. Ketika masuk ke dalam pesawat matanya sudah berat. Jadi, dalam lima jam perjalanan ini, dia lebih memilih memejamkan mata. Alvin juga tidak nampak ingin mengganggunya. Karena dia sendiri yang sudah membuat istrinya kelelahan sebelum berangkat."Kaki kamu masih lemas, Honey?" tanya Alvin.Sejujurnya, Dania tidak menyukai senyum yang Alvin tunjukkan. Dia memilih tidak menanggapi pertanyaan lelaki itu."Apa kita turun sekarang? Kita sudah sampai resort?"Alvin terkekeh. "Kita masih membutuhkan sekitar satu jam lagi untuk sampai ke resort kita, Honey."Dania mengembuskan napas, lantas menaikkan kedua tangannya ke atas dan menariknya, mengendurkan otot-otot yang terasa kaku."Padahal a
WARNING SKIP YANG BELUM 18+Alvin terkekeh melihat muka Dania yang bak kepiting rebus. Wanita itu sontak memunggungi pria berkulit pucat tersebut. Ini gara-gara jubah mandi sialan itu. Pas pertama kali pakai padahal tidak ada masalah, tapi kenapa mendadak jadi menimbulkan rasa gatal?"Aku sudah bilang, 'kan?" Alvin masih menatap punggung istrinya yang belum mau berbalik. "Ya udah tidur saja kalau mau tidur sekarang. Aku masih ada kerjaan." Alvin mengulum senyum dan menggeleng. Jujur, tadi dia menikmati pemandangan Dania yang seperti cacing kepanasan karena gatal. Lingerie yang wanita itu kenakan sangat menggoda. Dania cocok memakainya. Kulitnya yang putih tanpa noda sangat kontras dengan lingerie hitam itu. Intinya memesona di mata Alvin.Alvin bisa merasakan Dania bergerak duduk di pinggiran tempat tidur. Masih dengan posisi memunggunginya, wanita itu pelan-pelan merebah. Alvin melirik dengan ujung matanya, dan melihat Dania beri