RAHASIA DI KOPER SUAMIKU 19
"Kamu nggak kerja Han?" tanyaku pada lelaki yang tengah mengemban senyuman di depanku.
"Kerja sih, tapi ...." jawabnya menggantung.
"Tapi apa?"
"Ya, nggak pa-pa, pengen ke sini aja,"
"Han, kamu pergi ke kantor kamu aja deh, aku nggak enak kamu lama-lama berduaan sama aku dalam satu ruangan. Ntar para staf di sini pada ghibahin kita lagi," cecarku seraya meletakan siku di atas meja.
"Iya, Wi. Aku balik." tukas Rehan dengan bibir cemberut.
"Kamu nggak marah 'kan? Udah sana balik. Atau mau aku panggil satpam?" kelakarku. Rehan menatapku nanar.
"Iya, iya, aku balik. Dada ... Dewi, semangat kerjanya," ucapnya seraya bangkit dari duduk dan melenggang pergi dari ruanganku.
Punggung lelaki itu sudah menghilang di balik pintu.
Aku kembali fokus pada berkas-berkas ini.
Tiba-tiba saja terlintas nama lelaki yang sudah berada di penjara itu. Membuat t
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (20)Itu 'kan Rehan. Ngapain dia di sini?Aku terus memerhatikan gerak-geriknya. Tak ada yang mencurigakan. Dia terlihat hanya sedang berteleponan dengan seseorang.Akhirnya aku menghampiri lelaki itu.Rehan yang menyadari keberadaanku segera mematikan sambungan teleponnya. Dan memasukan benda digital itu ke saku. Padahal jarakku dengannya masih agak jauh. Sekitar sepuluh meter lebih."Dewi, kamu di sini?" Rehan memasang wajah yang agak canggung. Menurutku. Ah, mungkin itu hanya pikiranku saja."Kamu sendiri kok ada di sini? Bukannya tadi pagi bilang ke kantor ya?" aku bertanya balik. Sekarang posisiku berada tepat di depannya."Em, iya, aku ada urusan sama clieent aku, kebetulan dia ngajak ketemuan di kafe ini.""Oh, ketemuan sama siapa? Sama Arya kah?" tebakku."Bukan, emang ada apa sama Arya?""Nggaka ada apa-apa. Aku kira kamu mau k
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (21)Aku salah tingkah mendapati tatapan Rahmad yang tak biasa. Apakah dia tahu? Kalau aku mengintip ponselnya. Beruntung benda pipih itu layarnya segera meredup."Em, nggak ada apa-apa kok." jawabku mengulum senyum."Mbak, kalau begitu saya pamit dulu ya, salam buat mamanya Embak." Rahmad meraih ponselnya yang tergelak di atas meja kaca. Lalu memasukannya ke dalam saku celana."Heem, Mas. Hati-hati ya,"Rahmad mengangguk dan segera pergi.Sepeninggalan pria itu. Lantas aku melenggang ke kamar untuk beristirahat.Entah mengapa nama di HP-nya Rahmad membuatku kepikiran terus-menerus. "Adikku In." siapa dia? Jangan-jangan Intan lagi. Ah, apa benar Rahmad itu ada hubungannya sama Intan. Dan mau menuntut balas padaku. Tapi waktu itu, Intan bilang, bahwa dia akan berubah ke jalan yang benar. Apa dia berbohong? Hati manusia memang sering seperti itu. Tatkala dendam lebih menguasai. Lain di mu
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (22)"Mbak lagi ngapain? Jangan-jangan mau maling ya?" Aku terlonjak kaget dan sontak berbalik badan. Saat pertanyaan itu tiba-tiba saja masuk ke gendang telingaku. Diiringi dengan tepukan di pundak sebelah kanan yang lumayan keras.Sosok wanita berdaster oranye tepat di depanku ini menatapku penuh curiga. Gawat nih kalau Rahmad tahu aku di sini.Semua gara-gara Ibu-Ibu ini. Mengganggu saja."Ngaku! Mbak mau maling 'kan?" ulangnya. Telunjuk gendut itu menunjuk-nunjuk wajahku."Dengar ya, Bu. Saya nggak maling. Mending Ibu pergi dari sini. Jangan ganggu saya," suaraku tertekan namun pelan."Halah, nggak usah ngeles deh. Mana ada maling ngaku, kalau semua maling ngaku ... bisa penuh lah penjara." ujarnya. Lebih tepat ejeknya menurutku."Udah, Bu. Jangan ganggu saya, mendingan Ibu pergi deh," kulibaskan telapak tangan. Bermaksud mengusir orang ini. Eh, malah tak kunjung paham.
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU (23)Entah, evakuasi tubuh mungil Albert berjalan berapa lama. Yang ada dalam benakku hanya cemas, cemas dan cemas. Bukan aku ada rasa sama anak itu. Hanya saja rasa kasihanlah yang mendominasi isi ulu hatiku. Ya, kurasa ini manusiawi.Tubuh mungil yang bersimbah darah terlunglai dalam bopongan lelaki dewasa. Aku berinisiatif untuk membawanya ke rumah sakit lebih dulu. Karena Intan dan Rahmad masih berada di dalam mobil. Badan mereka terhimpit dan sangat susah di keluarkan."Pak, tolong bawa anak kecil ini ke mobil saya, biar saya bawa ke rumah sakit lebih dulu," kataku was-was."Baik, Mbak." lelaki berbadan gempal itu langsung membawa Albert merangkak naik menuju mobilku. Sesekali nafasnya tersenggal. Karena medan curam yang lumayan miring.Akhirnya Albert di letakan di kursi belakang. Gegas aku tancap gas dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Sepanjang perjalanan. Mataku sesekali melirik A
RAHASIA DI KOPER SUAMIKUPART 24PemakamanTanah kuburan yang masih basah bertabur beraneka macam bunga. Dua gundukan tanah itu berisi jasad Intan dan Rahmad. Keduanya di makamkan bersisihan.Kutatap lama dua batu nisan yang bertengger di pusara. Semoga kalian tenang di alam sana. Rahmad, Intan, aku sudah memaafkan semua kesalahan yang pernah kalian perbuat di hidupku.Kuhunuskan nafas panjang. Dengan langkah gontai aku pergi meninggalkan TPU setempat.Aku kembali ke rumah sakit. Dikarenakan masih ada Albert yang harus kuurus. Jika Albert bukan aku yang bertanggung jawab. Lalu siapa lagi, dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.Mas Hakam, dia bukan Ayah kandungnya.Aku terlarut dalam pikiran yang mengitari kepala. Berpikir bagaimana ke depannya. Apakah Albert harus aku berikan ke panti asuhan. Atau aku sendiri yang merawatnya. Ah, lagi-lagi aku teringat pesan Intan. Bisakah aku abai akan wejanga
RAHASIA DI KOPER SUAMIKUBab 25Bulan Telah Berlalu🌹🌹🌹Enam bulan kemudian ....Alhamdulillah, mamaku tidak keberatan aku mengadopsi Albert. Meski awalnya Mama menolak, namun sekarang Mama sudah bisa menerima Albert di rumah ini. Wanita yang sudah melahirkan aku ke dunia ini itu, juga memperlakukan Albert dengan baik."Mama kenapa melamun?" suara itu membuyarkan lamunanku. Tangan halusnya membelai pipiku dengan lembut."Enggak, Sayang. Mama Dewi lagi mikirin nanti kamu sekolah di mana." kataku lalu memapah bocah kecil ini menuju teras depan. Kami tadi sedang berada di ruang tamu. Memang biasanya setiap hari minggu atau libur, aku dan Albert menghabiskan waktu di rumah. Jarang kami jalan-jalan, karena aku sibuk mengurus urusan kantor."Albert duduk di sini ya, Sayang." Kunaikan Albert ke atas kursi. Dan aku pun turut duduk di sampingnya."Mama Dewi, Bunda kapan pulang ke rumah ini?" tanya Albert membuatk
RAHASIA DI KOPER SUAMIKU Bab 26 Lamaran Yang Datang 🌹🌹🌹 Albert melepaskan genggaman tangan Rehan dan berlari ke arah wanita yang tengah berada di toko itu. "Albert, jangan lari, Nak." aku memekik. Cepat Rehan dan aku mengejar Albert. "Bunda, Albet kangen." ucap Albert pada wanita berbaju merah muda itu. Sontak wanita yang tadi menghadap ke rak sepatu itu memutar badan. "Maaf, Adek siapa? Bunda siapa?" tanya wanita itu perlahan mendorong tubuh Albert pelan. "Maaf, Mbak. Ini anak saya," kutarik Albert mendekat di antara aku dan Rehan. "sekali lagi maaf ya, Mbak. Salah orang." kuulangi kata-kataku. Wanita ini sama sekali tidak mirip Intan. Hanya gaya potongan rambutnya saja yang agak sama. "Iya, nggak apa-apa kok, Mbak." ucap wanita itu. Kubalas dengan tersenyum simpul. Setelahnya kami bertiga pamit untuk pergi dari tempat itu. Kami sama-sama mengedarkan padangan
RAHASIA DI KOPER SUAMIKUBab 27Bimbang (Tamat)Terima atau tidak, ya?Jantungku berdegub lebih cepat dari biasanya. Ada gelenyar aneh yang menjalar menyusuri sudut Hatiku. Perasaan apa ini? Kenapa aku jadi berdebar begini. Berulang kutelan saliva yang mengganjal di tenggorokan. Namun tak juga mengurangi rasa campur aduk yang bersemayam dalam hati.Apa aku harus menerima lamaran Rehan? Atau menolaknya? Jujur, aku nyaman dengannya. Rehan lelaki yang baik, ia juga penyabar. Mapan, punya banyak aset. Secara materi dan fisik. Rehan memang sudah mumpuni untuk dijadikan pendamping hidup. Tapi, bayang kelam masa lalu dalam pernikahan dulu dengan Mas Hakam. Membuatku agak getir untuk menerimanya. Trauma yang masih terpahat sempurna masih terlalu lekat menapak dalam ingatan. Begitu menohok dan sangat menyakitkan. Pengkhianatan itu masih kuingat sampai sekarang. Jika, bertanya apakah aku mencintai Rehan? Hati kecilku mengatakan belum. Namun, ada