02
Pagi menyapa hari Earlene dengan suara orang-orang yang tengah berbincang. Dia membuka mata yang terasa berat, kemudian memindai sekitar.Earlene bangkit sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Sinar terang yang menyorot dari luar, membuat perempuan berhidung mancung kesulitan melihat jelas siapa yang tengah mengobrol.Seseorang berbalik dan mendekati mobil. Dia membuka pintu bagian pengemudi untuk menekan tombol supaya penutup tempat pengisian bahan bakar bisa terbuka.Orang kedua menyambangi, lalu menuangkan sesuatu ke tangki menggunakan botol berukuran cukup besar. Aroma khas bahan bakar menguar dan Earlene spontan menutup hidungnya dengan tangan.Sekian menit berlalu, Chyou memasuki bagian pengemudi. Sementara pria lainnya menaiki mobil sedan yang berada di jalan raya.Earlene memajukan badan ke tengah-tengah kedua kursi depan. Dia baru menyadari jika jalanan di depan telah dibersihkan dari salju tebal yang kemarin malam menutupinya."Itu, siapa?" tanya Earlene, sesaat setelah mobil bergerak pelan keluar area kosong."Miguel dan Steve," terang Chyou."Temanmu?""Ya.""Mereka tinggal di sini?""Hu um.""Bagaimana mereka bisa menemukan kita?""Mereka telah menolong saya menyelamatkan Nona kemarin malam. Lalu mereka menunggu di tempat yang kami sepakati, tapi kita tidak muncul-muncul.""Terus?""Mereka menyusuri lagi jalanan ini. Saya memang tengah menunggu ada kendaraan lewat saat mereka muncul."Earlene mengangguk paham. "Aku senang mereka bisa menemukan kita.""Ehm, ada bungkusan berisi roti dan minuman. Nona, makanlah."Earlene mengamati sekeliling. Dia baru menyadari jika ada bungkusan kertas yang dimaksud Chyou. Dia mengambil benda itu untuk mengecek isinya."Apa kamu sudah makan?" tanya Earlene sembari membuka bungkusan roti."Belum. Saya bisa makan di tempat tujuan, nanti," sahut Chyou."Kita bisa berbagi roti.""Tidak. Buat Nona saja.""Aku memaksa." Earlene mengulurkan sepotong roti yang akhirnya diambil Chyou."Terima kasih.""Ya, mari kita makan."Keduanya serentak diam dan menikmati makanan masing-masing. Earlene melihat pemandangan di luar yang ternyata cukup indah.Deretan pohon dan dedaunan masih berselimut salju. Rintik gumpalan putih masih meluncur turun dari langit. Jalanan masih lengang karena hanya ada beberapa kendaraan roda empat yang melintas."Chyou, mengenai tadi malam ... kita lupakan saja," tutur Earlene seusai menghabiskan rotinya."Baik, Nona," jawab Chyou. "Tapi, saya khawatir," lanjutnya."Tentang apa?""Saya tidak pakai pengaman."Earlene terdiam sejenak, lalu berkata, "Tidak apa-apa. Ini bukan masa suburku.""Bila Nona hamil, saya akan me ....""Tidak perlu. Aku akan mengurusnya nanti."Chyou tertegun. Dia melirik Earlene melalui cermin bagian atas, sebelum kembali fokus memandangi jalan. Pria bermata sipit menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Chyou berharap hal itu bisa menghilangkan gundah dalam dadanya.Terbayang kembali kisah cinta satu malam bersama perempuan di kursi belakang. Chyou tidak menduga bila Earlene ternyata sangat panas dan sanggup mengimbanginya.Chyou menggeleng kuat untuk mengusir kenangan yang melintas. Dia harus melupakan peristiwa itu dan berlakon seolah-olah tidak terjadi apa pun di antara mereka.Earlene menyandarkan badan ke belakang. Dia memperhatikan suasana di luar yang mulai berubah seiring banyaknya bangunan.Perempuan berambut panjang menggigit bibir bawah saat mengingat hal yang dilaluinya kemarin malam bersama pria di kursi depan. Earlene merasa malu karena dirinyalah yang memaksa Chyou, bahkan dia pula yang bergerak lebih aktif.Earlene mendengkus pelan. Dia ingin melenyapkan kenangan itu dan menguburnya dalam-dalam. Earlene juga berharap bila dirinya tidak akan hamil, meskipun dia yakin sedang bukan dalam masa subur.Setibanya di tempat tujuan yang merupakan hotel, Chyou memarkirkan mobil dengan rapi. Dia mematikan mesin sebelum melepaskan sabuk pengaman. Kemudian keluar untuk membukakan pintu buat Earlene.Keduanya melangkah bersisian mengikuti Miguel. Lobi utama yang lengang menyambut dengan keheningan. Miguel mendatangi resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Kemudian dia mengajak rekan-rekannya menaiki lift."Ini kamar buat Nona," tukas Miguel, sesaat setelah membukakan pintu kamar Earlene di lantai dua."Ehm, terima kasih," sahut Earlene."Oh, ya, tas Nona. Sebentar lagi diantarkan.""Apa kamu menemukannya?""Bukan saya, tapi Steve.""Sekali lagi, terima kasih.""Baik, Nona. Saya permisi."Miguel melirik sahabatnya yang membalas dengan anggukan samar. Dia jalan menyusuri lorong dan berhenti di kamar paling dekat dengan tangga. Miguel memberi kode pada Chyou, sebelum membuka pintu kamar itu dan memasukinya."Barang-barang Nona dari hotel kita, akan segera diantarkan ke sini," ungkap Chyou sembari memasuki ruangan dan mengecek untuk memastikan tidak ada kamera tersembunyi."Maksudmu, kita pindah ke sini?" tanya Earlene."Ya, di sana kurang aman. Saya takut, orang-orang suruhan Paman Nona akan kembali datang."Earlene berpindah duduk ke kursi di dekat jendela. "Padahal kita sudah mengantisipasi terjadinya serangan. Tapi, tetap kecolongan juga.""Maafkan saya, Nona." Chyou menunduk."Bukan salahmu. Aku juga tidak menyangka jika mereka akan menyerang kita di jalan."Chyou menengadah, kemudian dia berpindah duduk di kursi depan meja rias. "Saya kurang cepat menganalisa situasi. Harusnya kita jangan berangkat bertiga saja.""Ehm, ya." Earlene mengamati sang pengawal yang balas menatapnya saksama. "Apa kamu meminta bantuan pada Miguel?" tanyanya."Ya. Waktu Nona diseret paksa ke mobil penculik, saya berusaha mengejar, tetapi kehilangan jejak. Akhirnya saya menelepon Miguel, lalu kembali ke tempat kejadian untuk menjemput Jianzhen.""Bagaimana kondisinya sekarang?""Sudah membaik. Kata Miguel, setelah diperiksa dokter, Jianzhen bisa menemui kita di sini.""Aku penasaran, bagaimana caranya kamu bisa menemukanku?""Ponsel Nona menggunakan fitur pelacak. Steve berhasil menyambungkan sinyal dari ponsel itu ke ipad-nya."Earlene manggut-manggut. "Chyou, menurutku, kita harus segera pulang.""Belum bisa sekarang. Kita harus bersembunyi.""Sampai kapan?""Menunggu suasana kondusif."Earlene mendengkus. "Pekerjaanku sangat banyak.""Nona bisa menyelesaikannya dari sini.""Hmm, ya.""Nona harus segera menghubungi Jessica.""Hu um.""Minta dia untuk memindahkan isi rekening pribadi Nona, ke rekening lain."Earlene mengerutkan keningnya. "Kenapa harus begitu?""Persiapan bila sewaktu-waktu rencana mereka berhasil untuk menyingkirkan Nona.""Kamu membuatku takut.""Kita sudah sering membahas ini dengan kedua Tuan muda."Earlene kembali mendengkus. Dia sadar, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan kekayaan pribadi, kecuali segera memindahkannya ke tempat teraman.Setelah tasnya dikembalikan, Earlene segera menelepon asistennya, Jessica. Keduanya mengatur segala sesuatu agar tidak terdeteksi pihak keluarga Yang-Zhang.Puluhan menit terlewati, Earlene baru selesai mandi ketika pintu kamarnya diketuk dan terdengar suara Chyou meminta izin untuk masuk.Earlene membukakan pintu, kemudian mundur untuk memberi jalan pada pengawalnya yang tengah menyeret koper hitam berukuran sedang."Nona, apa mau makan siang sekarang?" tanya Chyou seusai meletakkan koper di dekat lemari.Earlene melirik jam dinding, lalu menyahut, "Ya. Aku mau makan nasi Hainan.""Baik, segera saya pesankan.""Bisakah kita makan di restorannya saja?""Lebih baik tetap di sini, Nona. Bila muncul keluar, saya khawatir masih ada yang mengintai.""Maksudmu, kita dibuntuti?""Ya, karena jadwal kegiatan Nona hanya kita dan Jessica yang tahu. Mereka pasti mengirimkan penguntit untuk memata-matai Nona."03Earlene mematikan laptop, kemudian mengurut pangkal hidungnya yang sedikit berdenyut. Perempuan berbaju krem merentangkan kedua tangan, lalu menggeliat hingga tulang-tulangnya berbunyi. Earlene membulatkan mata. Dia baru menyadari jika saat itu sudah sore. Perempuan yang menjepit rambutnya dengan sirkam kecil, menimbang-nimbang sesaat, sebelum meraih ponsel dari meja dan mengetikkan pesan yang dikirimkan pada Chyou. Sekian menit berlalu, suara Chyou terdengar dari luar kamar. Earlene berdiri dan jalan untuk membuka pintu. Dia memandangi pria bersweter hijau yang balas menatapnya saksama. "Miguel mengajak kita makan di rumah makan. Tidak jauh dari sini," jelas Chyou. "Ya, sebentar. Aku mau ke toilet dulu," balas Earlene sembari berbalik untuk memasuki bilik mandi. Belasan menit terlewati, Earlene dan ketiga pria berbeda tampilan telah berada di sebuah tempat makan. Mereka sengaja memilih area depan lantai dua, agar bisa mengamati sekitar. "Jianzhen nanti malam menyusul kita k
04Hari berganti. Earlene bangun tidur sambil meringis. Sendi-sendinya sakit, demikian pula dengan kepalanya. Tenggorokan kering menjadikan Earlene curiga bila dirinya terserang gejala flu. Earlene memaksakan diri untuk bangkit dengan bertumpu pada kedua siku. Dia memejamkan mata sambil memijat pangkal hidung saat kepalanya kian berdenyut. Perempuan bersweter merah beringsut ke tepi kasur. Dia membuka mata, lalu berdiri dan jalan ke toilet sambil berpegangan pada dinding. Sekian menit berikutnya, Earlene sudah kembali bergelung di kasur. Meskipun selimut tebal telah menutupi badannya, perempuan berusia dua puluh delapan tahun tetap kedinginan. Earlene menahan gigil sambil membatin bila dirinya harus memesan minuman dan makanan hangat. Perempuan berbibir penuh mengeluh dalam hati karena merindukan sup ginseng buatan ibunya, yang jadi obat mujarab bila dirinya di rumah. Perempuan berambut panjang menggapai ponselnya dari bantal samping kiri. Dia terpaksa menghubungi Chyou agar pria
05Sepanjang siang hingga malam, Chyou menemani Earlene di kamarnya. Sekali-sekali pria berkaus hitam lengan panjang akan keluar kamar untuk meregangkan otot. Kemudian dia kembali karena mengkhawatirkan kondisi sang nona. Seusai bersantap malam, Earlene menekan-nekan remote televisi untuk mencari tayangan menarik. Namun, karena tidak menemukan yang sesuai dengan keinginannya, perempuan bermata sipit akhirnya memutuskan menonton film romantis dari negeri Hollywood. "Nona, kalau diizinkan, saya mau istirahat," tutur Chyou. Earlene melirik pengawalnya, kemudian mengangguk mengiakan. "Ya, boleh." "Terima kasih." "Besok kita ada pertemuan dengan Paman Liu Wei.""Baik. Saya akan menyiapkan teman-teman untuk ikut mengawal." "Setelahnya, aku mau jalan-jalan sebentar. Karena lusa kita sudah pulang." "Ya, Nona." Chyou berdiri dan merunduk sedikit. Dia menegakkan badan, lalu mengayunkan tungkai menuju pintu. Earlene memperhatikan lelaki bertubuh tegap hingga menghilang di balik pintu. Kem
06Earlene terbangun karena merasa haus. Dia membuka mata dan seketika terkesiap menyaksikan Chyou berada di samping kiri. Earlene baru menyadari bila dirinya sedang berbaring beralaskan lengan kanan lelaki tersebut. Selama beberapa saat Earlene mengamati Chyou. Kebersamaan mereka selama dua bulan terakhir menjadikan perempuan berambut panjang tidak menyadari betapa manisnya sang ajudan. Tanpa sadar Earlene mengulurkan tangan kanan untuk mengusap wajah pria berusia tiga puluh dua tahun. Dia tertegun kala merasakan kulit Chyou yang cukup halus. Pertanda lelaki berambut cepak rajin merawat kulit. Jemari Earlene bergerak pelan menyusuri rahang kokoh pria berkemeja putih. Janggut pendek tumbuh di dagu Chyou. Demikian pula dengan kumis yang menghiasi atas bibir tipis sang lelaki berhidung mancung. Tiba-tiba Chyou membuka mata. Earlene terkejut dan segera menarik tangannya. Namun, gerakan Chyou lebih cepat. Dia memegangi pergelangan tangan Nona muda, lalu mengamati Earlene yang pipinya
07Keesokan harinya, Earlene tiba di kediaman Robert untuk menghadiri jamuan makan malam. Meskipun sebetulnya dia enggan untuk bertemu rival, tetapi Earlene tidak punya pilihan lain dan mau tidak mau harus berhadapan dengan keluarga Zhang. Perempuan bergaun panjang salem mengayunkan tungkai memasuki ruangan besar, di mana semua anggota keluarga telah menunggu. Earlene mendatangi Kakek dan neneknya terlebih dahulu, sebelum berpindah menyalami kedua Adik papanya. Bila Seth Yang menyambut keponakannya dengan pelukan hangat, Sophie Yang justru berbeda. Dia menyalami Earlene dengan ujung jemari, kemudian melengos. Earlene tetap terlihat tenang, sama sekali tidak terusik dengan perlakuan Sophie yang kentara sekali tidak menyukainya. Earlene bergeser untuk menyalami Vinson dan Alfred yang merupakan anak-anak Seth dan Jenny. Kemudian berpindah untuk bersalaman dengan Pamela, istri Vinson. Setelahnya, Earlene melenggang untuk menempati kursinya di antara Carver dan Diana, tanpa berniat ber
08Dixon memijat dahinya saat melihat foto yang menampilkan Halton, suami Veronica yang sedang memberikan amplop pada seorang pria berjaket tebal. Sebuah foto lain memperlihatkan jika orang tersebut telah ditangkap polisi Shanghai. Foto selanjutnya menjadikan semua orang memandangi Grandel. Pria bermata tajam tetap berusaha tenang. Meskipun pada foto itu mencantumkan tanggal pengambilan gambar yang berbeda. Pada bagian atas, tercantum tiga tahun lalu, sedangkan bagian bawah menjelaskan bila foto yang sama tanggalnya berubah menjadi beberapa hari lalu. Padahal pakaian Earlene dan ketiga orang di belakangnya, sama sekali tidak berubah. Beberapa foto berikutnya, membuat Yvete dan Veronica saling melirik. Mereka mulai khawatir rahasia pekerjaan yang tidak becus dari suami masing-masing akan terungkap pada khalayak. "Ini, trik kuno," tutur Vinson. "Ya, tapi masih saja ada yang pakai," balas Darren. "Anehnya itu, yang percaya pada gambar editan," ledek Alfred seraya tersenyum. "Begit
09"Tadi malam, kamu masuk ke kamar jam berapa?" tanya Miguel sambil memandangi sahabatnya yang baru keluar dari toilet di ujung kanan ruangan. "Tidak lama setelah kamu tidur," balas Chyou sembari jalan ke lemari dan membuka pintunya. "Aku menunggumu sampai jam satu." "Kenapa harus menunggu?" "Apakah kamu bermain api dengan Nona muda?" Chyou segera mengenakan kaus putih, sebelum mengambil kemeja biru muda dari gantungan. Dia sengaja mengabaikan pertanyaan Miguel, dan bergegas menuntaskan berpakaian. "Chyou, kamu belum menjawab pertanyaanku," desak Miguel. "Aku tidak akan menjawabnya," cakap Chyou sembari memasang dasi biru tua motif bintik-bintik. "Berarti benar." Miguel mengulum senyuman. "Hati-hati, jangan sampai dia hamil," selorohnya. "Diamlah!" Miguel tergelak, sedangkan Chyou melengos. Yuze memasuki kamar bersama Steve sambil membawa nampan. Mereka memandangi Miguel yang masih terkekeh, kemudian keduanya mengalihkan pandangan pada Chyou yang sedang menyisiri rambut di
10"Ke mana mereka?" tanya seiring pria bertopi bisbol hitam sambil memindai sekitar. "Aku tidak tahu," jawab pria kedua. "Padahal tadi mereka berhenti di sini," sela lelaki ketiga sembari memperhatikan sekeliling. "Mungkin mereka tahu bila tengah dibuntuti," sahut pria keempat. Lelaki bertopi bisbol hitam mengerutkan keningnya. Dia benar-benar tidak menduga jika keempat pengawal keluarga Yang, ternyata mengetahui jika tengah dipantau. Ketiga pria lainnya masih mengamati sekitar. Mereka bingung bagaimana caranya kelompok Chyou bisa menghilang. Padahal hanya dalam hitungan menit, terapi target mereka langsung lenyap. Derap langkah dari belakang salah satu stand pedagang, menjadikan keempat penguntit terkejut. Mereka bersiap menyambut kehadiran ketiga pengawal Nona muda Yang, dengan memasang kuda-kuda sesuai ilmu bela diri masing-masing. Perkelahian tidak bisa dihindarkan. Kedua kubu sama-sama mengeluarkan segenap kemampuan untuk mengalahkan lawan. Kelompok penguntit merasa akan