Malam di kota London begitu terasa menusuk dan menyeramkan di sebuah bangunan kumuh di sudut kota. Rintik air hujan yang masuk ke dalam atap turun membasahi lantai. Hujan turun begitu derasnya di luar sana. Suasana di luar terasa tentram. Tapi terasa sunyi dan menyeramkan di dalam sebuah bangunan kumuh.
Tiga orang pria dengan kemeja putih yang sudah kotor menundukkan kepala ketakutan. Wajah mereka terlihat sangar tapi berbeda dengan ekspresi yang mereka tunjukkan. Ada guratan ketakutan di raut wajah mereka yang tidak bisa disembunyikan.
Di depan ketiga orang tersebut. Ada sepuluh orang pria yang memakai setelan jas hitam yang rapi dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung mereka. Sepuluh orang tersebut menatap ke depan tanpa ekspresi.
Tak
Tak
Tak
Suara langkah kaki seseorang bergema di bangunan kumuh tersebut. Seorang pria dengan setelan jas hitam datang. Sorot matanya dingin dengan ekspresi wajah yang datar. Ia berjalan angkuh dengan aura yang menyeramkan.
Ketiga orang dengan kemeja putih yang tengah menundukkan kepala itu semakin menundukkan kepala mereka penuh ketakutan. Tubuh mereka bergetar seiring dengan langkah kaki pria tersebut. Aura menyeramkan dari pria tersebut membuat semua orang yang ada disana merasa seperti bertemu dengan malaikat pencabut nyawa.
Salah satu dari sepuluh orang itu dengan sigap menyiapkan kursi untuk sang pria duduk.
"Flush Them!" Pria itu memberikan perintah. (Siram mereka!)
Tiga orang pria dibelakangnya mengangguk lalu mengambil ember berisikan air panas. Ketiga pria tersebut yang melihat hal itu menggelengkan kepala dengan kuat.
"No, no, no, don't--AAKKHHH!!!" (Tidak, tidak, tidak, jangan---AAKKHHH!!!)
BYUURR!
Tak peduli pada perkataan pria berjas putih itu. Ketiga orang tersebut segera menyiram mereka dengan air panas.
Jeritan kesakitan terdengar memenuhi ruangan itu. Ketiga pria tersebut berusaha memberontak saat merasakan sakitnya air panas yang menyiram mereka. Wajah mereka berubah kemerahan dengan kulit yang melepuh.
Pria yang tadi memberikan perintah itu hanya duduk sambil menatap mereka tanpa ekspresi. Tidak ada rasa kasihan di hatinya saat menyaksikan keadaan ketiga pria tersebut yang sangat menyedihkan.
Dua dari ketiga pria tersebut sudah terkapar menyedihkan. Sementara yang satunya masih bertahan walau dengan keadaan yang sama-sama menyedihkan.
Pria yang masih bertahan itu menatap ke depan dengan tatapan memohon. "P-please l-let me go. I promise to give you all the information you want." (T-tolong b-biarkan aku pergi. Aku berjanji akan memberikan semua informasi yang kau inginkan.)
"I will say everything." Ujar pria itu memohon. (Aku akan mengatakan semuanya.)
"I don't need it." Ujarnya. (Aku tidak membutuhkan itu.)
Pria itu bangkit dari duduknya lalu mencondongkan wajahnya ke pria yang memohon itu. Sebuah seringai tipis terbentuk di sudut bibirnya. "All I need is your death!" (Yang aku butuhkan hanyalah kematianmu!)
"No, don't kill me. I--" (Tidak, jangan bunuh aku. Aku---)
DORR!
Terlambat. Pria itu sudah lebih dulu menembak kepalanya. Satu tembakan itu berhasil membuat orang di bawahnya itu mati hanya dalam 3 detik.
Pria itu menyeringai. "Go to hell!" (Pergilah ke neraka.)
"Kill the rest!" Pria itu pergi setelah mengatakan kalimat perintah itu. Para anak buahnya mengangguk lalu mengeluarkan pistol mereka dari sakunya. (Bunuh sisanya!)
DORR!
DORR!
Dua pria lainnya tewas!
Pria itu hanya tersenyum tipis sambil terus berjalan ke depan. Tidak terganggu dengan suara tembakan tersebut. Apalagi merasa kasihan karena telah menyuruh anak buahnya membunuh dua orang itu.
Tidak ada rasa kasihan di hatinya. Karena seorang mafia tidak pernah merasa kasihan!
Caesar Alexander. Itulah namanya. Seorang mafia kejam dan kriminal dari negara Inggris. Penjahat yang paling disegani dan ditakuti di negaranya dan juga negara-negara lain.
Entah sebuah keberuntungan atau kesialan, karena kalian tau siapa nama aslinya. Karena di dunia ini. Tidak seorangpun yang tau siapa nama aslinya. Semua orang hanya tau jika mafia yang terkenal kejam dan bengis ini dijuluki sebagai penjahat paling berbahaya di Inggris.
Ada dua kemungkinan jika ada seseorang yang mengetahui indentitas aslinya.
Pertama, orang itu akan mati.
Kedua, orang itu akan pergi ke neraka.
Artinya, tidak ada manusia yang masih bernapas jika mengetahui indentitas aslinya.
Sebuah mobil Lamborghini Veneno Roadster berwarna hitam sudah terparkir di depan bangunan kumuh tersebut. Caesar masuk ke dalam mobil tersebut. Sebelum meninggalkan tempat itu, Caesar membuka sebuah pematik lalu melemparkannya ke luar.
Pematik itu jatuh ke atas tumpahan minyak dan...
Sruss!
Api dengan cepat menyebar di sekitar bangunan kumuh itu lalu dengan secepat kilat membakarnya. Meninggalkan bangunan kumuh yang sudah terbakar habis di gelapnya kota London yang sunyi.
Mobil Lamborghini hitam itu melaju dengan kencang meninggalkan tempat kebakaran itu. Caesar menyesap rokoknya. Kumpulan asap kecil keluar dari kaca mobil.
Tiba-tiba handphone miliknya berdering. Caesar mengeluarkan handphone dari saku kemejanya lalu melihat inisial dari penelfon.
Inisialnya adalah J. Caesar tau siapa orangnya. Ia lalu mengangkat telpon berdering itu.
"Caesar, where are you?" (Caesar, kau ada dimana?)
"In the car. Why?" (Di mobil. Kenapa?)
"There is bad news!" (Ada berita buruk!)
"What?" (Apa?)
Tidak ada jawaban. Terjadi keheningan beberapa saat hingga suara itu kembali muncul.
"Dady is dead... "
***
Caesar turun dari mobilnya. Ia berdiri di sebuah mansion mewah dan gelap. Berpuluh-puluh pria dengan setelah jas hitam datang merapat membentuk barisan panjang begitu melihat Caesar tiba.
Dengan langkah yang angkuh dan sorot mata yang dingin Caesar berjalan masuk ke dalam mansion. Barisan pria itu langsung membungkukkan badannya begitu Caesar berjalan. Layaknya seorang pangeran yang ditunggu kehadirannya di sebuah kerajaan.
John, adik Caesar yang melihat Caesar datang segera menghampirinya.
"You finally came. I'm afraid you won't come to see your dady one last time." Ujar John menghela napas lega di samping Caesar. (Akhirnya kau datang. Aku khawatir kau tidak akan datang untuk melihat ayahmu untuk yang terakhir kalinya.)
Caesar diam tidak membalas ucapan John. Matanya fokus melihat sebuah peti mati dimana ayahnya dibaringkan.
Perlahan, Caesar mulai mendekati peti mati itu. John masih berdiri di tempatnya, melihat apa yang akan dilakukan oleh Caesar.
Caesar tersenyum saat menatap wajah ayahnya yang terbaring pucat di peti mati tersebut. Walaupun ini adalah hari kematiannya. Ekspresi ayahnya tetap sama. Wajah dingin yang terlihat bengis. Andai saja kedua mata itu terbuka mata Caesar pastikan mata itu juga akan tetap memancarkan sorot mata dingin seperti biasa.
Caesar tidak bisa membohongi hatinya. Ada rasa sedih di hatinya saat John mengatakan jika ayahnya sudah mati. Begitu juga saat ia melihat tubuh ayahnya yang terbaring kaku didalam peti mati tersebut. Ada rasa sesak yang ia rasakan.
Tapi lebih dari itu, Caesar lebih merasa bahagia dan juga lega. Bukan karena kematian ayahnya. Tapi saat ia mengetahui bahwa akhirnya dirinya sudah bebas.
"Of course I came. Because today is the day I've been waiting for for a long time." (Tentu saja aku datang. Karena hari ini adalah hari yang sudah aku tunggu sejak lama.)
"Thank you, dady." Bisik Caesar tepat di telinga ayahnya.
"Ini cek lima ratus juta. Kau bisa mendapatkannya sekarang jika menyetujui kontrak ini." "Aku tidak yakin lima ratus juta hanya untuk berpura-pura sebagai sepasang kekasih." Kenapa dia sangat pintar? Batin Camelia. Dia benar-benar tidak bisa ditipu. Baiklah, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Camelia menyandarkan punggungnya. "Yah, baiklah. Sebenarnya aku ingin hubungan ini berlanjut bukan hanya untuk balas dendam. Tapi karena hal lain..." Bagaimana mengatakan hal itu? Camelia ragu. Caesar menyeringai. Sudah ia duga, uang sebanyak itu hanya untuk melakukan hal konyol ini? Itu tidak mungkin. Apa yang diinginkan gadis ini darinya? "Apa yang kau inginkan?" Berdeham canggung dengan ragu Camelia menjawab, "Aku ingin kau bersikap sebagai kekasih yang baik dan emm... romantis?" "Romantis?" Bingung Caesar. Camelia menghela napas pasrah. Sepertinya ia harus menjelaskannya dari awal. Mengambil napas dalam-dalam Camelia pun menjelaskan mulai dari cita-citanya yang ingin menjadi p
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan itu akhirnya melepaskan tautan tangan mereka saat tiba di parkiran. Camelia berjalan mundur ke samping begitu juga dengan Caesar."Kenapa tiba-tiba rencananya berubah?" Caesar bertanya sambil bersedekap dada menatap Camelia dengan tajam.Rencana mereka Camelia akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih. Tapi mendadak Camelia mengganti kata-kata itu menjadi 'calon suami'. Bahkan mengatakan mereka sudah bertunangan. Benar-benar tidak seperti yang direncanakan.Camelia berdeham singkat. "Karena pria brengsek itu aku jadi tidak dapat mengontrol ucapanku. Melihat wajahnya langsung membuatku jengkel. Saat melihat tatapan cemburunya aku merasa senang lalu mengatakan kalimat itu tanpa pikir panjang," jelas Camelia sedikit gugup.Tatapan mata Caesar masih tajam. Camelia mendesah kesal melihat itu. "Mau aku bilang pacar atau calon suami, itu tidak ada bedanya. Tujuannya kan sama. Yaitu membuat pria brengsek itu cemburu.""Ngomong-ngomong, ken
"Selamat atas kehamilannya, kak Jian." Deg! Semua orang yang berada di pesta terkejut mendengarnya. "KAU!" Tuan Thomas berteriak marah, "Beraninya gadis rendahan sepertimu mengatakan omong kosong seperti itu!!" Tuan Thomas mengangkat tangannya dengan tinggi bersiap menampar Camelia. "Dasar gadis rendahan!" Drep! Sebuah tangan lebih dulu menahan tangan kasar tuan Thomas. Bahkan tangan itu sekarang mencengkram tangan tuan Thomas dengan kuat. Pemilik tangan itu menatap dengan tajam dan dingin pada tuan Thomas. Aura tidak menyenangkan keluar dari tubuhnya membawa ketakutan pada sosok tua di depannya. "Mengangkat tangan pada seorang perempuan, bukankah itu kasar?" suara dingin Caesar terdengar sangat menakutkan. Siapa yang tidak akan merasa merinding saat mendengar suaranya. Ta
Sebuah pesta pernikahan digelar dengan megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu undangan berbondong-bondong memasuki aula pesta. Semuanya menggunakan jas dan gaun pesta yang mewah. Berbaur dengan sesama tamu undangan yang ikut menikmati pesta. Sepasang pengantin berdiri di pelaminan sambil menyalami para tamu undangan. Sepasang pengantin itu adalah Angga dan Jian. Kedua pengantin yang baru menikah itu menampilkan senyum ramah saat menyalami para tamu undangan. Atau lebih tepatnya, hanya Jian saja yang selalu menampilkan senyum ramah dan bahagianya. Sedangkan Angga malah sebaliknya. Berusaha menampilkan senyum ramah yang justru berbanding terbalik dengan sorot matanya yang redup. Jian bukannya tidak menyadari ekspresi ganjil itu. Dia tentu saja tau jika Angga sama sekali tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi, dia tidak peduli. Keegoisan hatinya untuk bisa memiliki Angga mengalahkan hati nuraninya sendiri. Apapun akan