Share

BAB 4 - Ayo kita buktikan

‘Kenapa kau melakukan ini ? Aku bahkan bisa memberimu pertolongan.’ batin seorang pria yang dari kejauhan memandang wajah bianca yang murung.

Dia merasa bisa membantu gadis yang sangat dia sayangi itu, tapi pasti akan selalu ditolak. Sebesar itu memang rasa luka yang pernah bianca dapatkan hingga berubah menjadi seperti ini.

Memang, saat terlalu menyayangi sesuatu dan berharap terlalu banyak maka rasa sakit dan kecewa yang didapatkan juga semakin besar apalagi jika tidak sesuai dengan harapan.

‘Aku akan mencari cara untuk menolongmu, bi.’

Setelah itu terlihat bianca yang pergi menaiki angkutan umum yang ada malam itu.

Sesampainya di sebuah rumah kecil dan sederhana tempat dimana bianca tinggal, dia masuk dan langsung meletakkan semua barang - barangnya di lantai dekat pintu kamarnya.

Rumah yang memiliki dua kamar tidur yang tidak luas dan tidak terlalu sempit dengan satu kamar mandi berukuran sedang cukup membuat bianca nyaman karena memang dia tinggal sendiri.

Rumah itu bianca temukan saat dia memutuskan untuk pergi dari tempat kosnya dahulu. Uang tabungan tidak cukup jika harus terus tinggal disana. Dan beruntungnya harga sewa rumah itu lebih murah dibandingkan harga sewa kamar kosnya per bulan. Jadi bianca memutuskan untuk pindah.

Sejujurnya dia juga ingin tinggal menyendiri. Selama dia tinggal di kos yang lebih bagus dari rumahnya itu, bianca tetap saja tertutup dan tidak memiliki teman.

Jadi memang sebaiknya dia tinggal sendirian saja. Maka dari itu bianca bekerja dengan sangat keras untuk bisa membiayai hidupnya dan menciptakan kehidupan sesuai yang dia inginkan.

“Hah…. hari yang melelahkan.” kata bianca sambil merebahkan dirinya di ranjang. Dia menatap langit - langit kamar dengan tatapan hampa.

‘Pekerjaan apa lagi yang harus aku lakukan ?’ batinnya.

Lalu, terdengar suara perutnya berbunyi.

Bianca lupa bahwa malam ini dia belum makan apapun. 

Dia bangun dari posisinya dan berjalan menuju dapur sederhana dirumahnya. Dia membuka lemari dan hanya menemukan satu - satunya mie instan yang tersisa.

Saat bianca membuka bungkus mie itu, dia sangat kaget melihat banyak sekali semut yang berada didalamnya.

“Darimana mereka bisa masuk ?” kata bianca lirih sambil membolak - balikkan bungkusan mie mencari letak lubang yang ada pada kemasan. Tapi tidak ada lubang apapun.

“Sepertinya malam ini aku juga harus berbagi bersama semut - semut ini.” 

Bianca membuang sebungkus mie terakhir miliknya dan memutuskan untuk minum air sebanyak yang dia bisa untuk mengganjal perutnya yang keroncongan sampai besok pagi.

Setelah merasa terpuaskan dengan bergelas - gelas air putih, bianca memutuskan untuk tidur saja. Besok pagi dia harus menggantikan asisten dosen di salah satu mata kuliah yang kebetulan sudah dia ambil semester lalu.

***

Dalam dua puluh empat jam yang bianca miliki, dia bisa bertahan seharian hanya dengan tidur selama empat jam sama. Dia juga merupakan sosok morning person. Jadi bangun pagi adalah sebuah keharusan dalam hidupnya.

Jika libur semester tiba, bianca akan mencari pekerjaan paruh waktu lain untuk mengisi waktu kosongnya di pagi hari. Dia biasanya mendaftarkan diri menjadi penjaga perpustakaan kota.

Tapi saat semester berjalan, bianca akan selalu mengambil kelas pagi untuk kuliahnya. Dan siang hari sampai sore biasanya diisi dengan menjadi asisten dosen.

Seperti pagi ini, jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Tapi bianca sudah siap dan rapi untuk memulai harinya. Padahal kelas paginya baru dimulai pukul tujuh.

Itu semua karena bianca harus menaiki angkutan umum yang biasanya setiap pagi masih sangat sepi jadi lebih banyak menunggu di salah satu halte sampai terisi beberapa orang. Saat itu lah bianca bisa menggunakan waktunya untuk membeli sarapannya.

Bubur ayam di halte dekat rumah kontrakannya sudah menjadi andalan bianca setiap pagi.

Sekarang ini, dia sudah duduk manis sambil menunggu pesanan buburnya tersaji. 

“Ini neng. Kayak biasanya kan ?” Kata si penjual bubur bernama ranto itu. 

“Makasih banyak, mang.” Jawab bianca sopan sambil menerima semangkuk bubur miliknya.

Bianca memang pendiam dan tertutup tapi sebenarnya dia ramah pada beberapa orang. Buktinya bianca masih bisa menampilkan senyuman pada penjual bubur langganannya. Juga pada sopir angkot yang biasanya memang menjadi langganan bianca tiap pagi.

Kegiatan ini hampir dilakukan bianca setiap hari.

Bianca makan dalam diam dan secepat yang dia bisa, karena sepertinya pagi ini angkutan umum terisi lebih cepat.

Setelah membayar, bianca duduk di kursi paling ujung belakang dekat kaca. Dia membuka jendela dan merasakan angin pagi yang menerbangkan anak rambutnya.

Perjalanan dari halte dekat rumahnya menuju halte kampusnya memakan waktu sekitar setengah jam. Bianca sampai di kampus pukul setengah tujuh. Seperti biasa pasti setengah jam lebih cepat.

Gadis cantik dengan dandanan sederhana itu berjalan menuju kelasnya.

Tak jauh dari sana seseorang sudah menunggunya.

“Selamat pagi, bi.” Sapa andi.

“…” bianca hanya membalas dengan anggukan dan wajah datar.

“Untukmu.” Andi menyodorkan sekotak susu ke arah bianca.

Ini bukan hal baru untuknya, jadi bianca menerima saja. Andi tersenyum senang melihat bianca masih menerima makanan ataupun minuman yang dia berikan.

Walaupun setelah itu, bianca pasti memberikan pada orang lain seperti pak satpam ataupun office boy kampus. Tapi andi tetap senang, gadis cantik yang dia kagumi itu memiliki hati yang baik.

Bianca tidak pernah menolak. Dia menerimanya. Setelah itu dia berikan pada orang yang lebih membutuhkan.

Seperti sekarang ini.

“Selamat pagi, pak. Belum sarapan kan ? Ada susu nih.” Kata bianca ramah. Lalu meletakkan sekotak susu pemberian andi di meja satpam yang ada di dekat gerbang fakultasnya.

“Makasi neng cantik.” Jawab pak satpam yang hanya dibalas anggukan sopan bianca.

Semua kejadian itu ternyata juga dilihat oleh seseorang yang entah ada angin apa berangkat sepagi ini.

Dia sengaja bertahan di mobil mewah miliknya karena tadi melihat gadis yang membuatnya penasaran.

Bianca sudah menghilang dari hadapannya.

Lalu…

Drrtt…. Drrtt…

Ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk.

*Dimana lo far ?*

Fareta memutuskan untuk menelpon vero daripada membalas pesannya. Itu terlihat sangat lebih mudah.

Setelah melakukan panggilan, fareta berjalan menuju ke arah kantin yang masih sepi. Dia duduk sambil membaca pesan yang mengganggunya sejak semalam.

*Gadis ‘taruhan’ itu lebih rendah dari seorang wanita murahan.*

Begitulah kira - kira isi pesan yang tyaga kirimkan padanya semalam.

Dia sengaja berangkat sepagi ini untuk melihat gadis yang dimaksud tyaga itu lebih dekat.

Dan sepertinya bianca tidak seperti yang tyaga katakan. 

“Lu kenapa far ? Kesambet lu pagi - pagi bengong.” Kata vero yang membuyarkan lamunan fareta.

Tadi vero menghubunginya karena merasa sudah dekat dengan kampus. Dia tidak ingin sendirian duduk di kantin, bisa turun reputasinya jika sepagi ini sudah dikerumuni banyak gadis - gadis penggemarnya.

Untung saja fareta sudah datang terlebih dahulu. Jadi vero merasa nyaman karena tidak harus sendirian menunggu.

“Tyaga mana ?” Fareta mengangkat bahu tanda tak tahu.

Mereka bertiga sebenarnya memiliki jadwal kelas pukul sepuluh pagi. Tapi karena pesan tyaga semalam membuat mereka ingin segera bertemu dan membicarakannya.

Ternyata dari kejauhan terlihat tyaga yang memang terlihat tampan menggunakan jaket jeans berwarna biru muda dipadukan kaos putihnya.

Fareta mengangkat tangannya untuk memberi tanda pada tyaga dari kejauhan.

Setelah tyaga sudah duduk, vero langsung menopang kedua pipinya. Dia sudah bersiap - siap mendengarkan cerita lengkap sang sahabat.

“Lu ngaparin, ver ?” Tanya tyaga.

“Nunggu cerita lu lah, ga. Susah payah gue berangkat pagi - pagi. Ini semua cuma buat denger cerita lo.” Omel vero.

Sedangkan fareta jauh lebih tenang dan menunggu tyaga menceritakannya.

“Dia kerja di bar.” Kata tyaga singkat. Membuat fareta dan vero mengerutkan alis mereka karena merasa tak faham.

“Terus ?” Tanya vero.

“Dia cuma gadis miskin yang juga murahan. Dan semuanya terlihat sangat jelas semalam.” Jelas tyaga lagi.

“Tunggu, ga. Gue nggak ngerti. Coba lo ceritain lebih detail lagi.” Pinta fareta dengan sangat sabar. Dia tahu dalam setiap kalimat tyaga mengandung rasa ketidaksukaannya pada bianca.

Vero pun mengangguk setuju.

Akhirnya tyaga menarik nafas dan membuangnya. Lalu dia mulai bercerita dari awal.

Mendengar semua cerita tyaga reaksi vero sangat bisa ditebak. Karena terlihat dari wajahnya yang menahan tawa. Padahal tidak ada yang lucu dalam cerita tyaga.

“Hahaha…. Gue nggak nyangka, ternyata nama bianca bener - bener sangat mengganggu lo ya ga.” Ejek vero sambil terus tertawa.

Berbeda dengan fareta. Wajahnya tetap datar, tapi terlihat dia tidak percaya begitu saja.

“Lo yakin, ga ?” Tanya fareta lagi.

“Gue yakin. Sangat yakin. Kalo nggak percaya lo bisa liat sendiri.” Kaya tyaga dengan menggebu.

“Oke, nanti malem kita datengin tempat kerjanya.” Usul fareta.

“Oke. Lo bakalan liat sendiri betapa murahannya gadis ‘taruhan’ itu.’

***

Yas_omi

Jangan lupa tinggalkan komen, vote, dan review kalian ya.. Hal kecil itu sangat berarti untuk penulis yang masih belajar ini... Love ya...

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status