"Menjadi pembantu dan sekaligus pemuas nafsuku."
Salsa menatap Bagas, tidak percaya. Apakah pria yang dinikahinya 13 tahun yang lalu. Sekarang menjadi maniak seks?
"Mau atau tidak? Jika kau keberatan bisa keluar dari apartemen ini." Tanya Bagas lagi.
"Aku bersedia." Jawab Salsa.
"Bagus, sekarang aku bebaskan kamu dari tugas lain. Istirahatlah, kau bekerja mulai besok untukku. Tapi, ingat jangan libatkan perasaanmu dan jangan pernah berharap kita kembali bersama. Ini hanya kontrak di atas kertas. Kau pembantuku dan aku majikanmu. Mengerti?" Jelas Bagas.
Salsa mengangguk. "Aku mengerti."
"Dan satu lagi, jangan risih kalau aku membawa teman-temanku kesini." Ucap Bagas lalu pergi dari hadapan Salsa dan masuk kedalam kamarnya. Ia membuka dasinya dan melepas kancing kemeja paling atas dua biji. Ia merebahkan badannya di ranjang, tatapannya mengarah kelangit-langit.
Salsa duduk disisi ranjang, ia hanya pembantu disini. Cinta Bagas bukan lagi untuknya. Pria itu sudah berubah banyak setelah 10 tahun lamanya tidak bertemu. Bagas sudah menjadi pria kaya, bahkan melebihi dulu. Menyesal?
Tentu saja tidak, buat apa disesali. Cerai adalah keputusannya untuk terbebas dari Bagas yang mempunyai sifat egois dan ingin menang sendiri.
Sepuluh tahun yang lalu, ia memutuskan untuk menetap di New York dan bekerja di sini. Karena selain uang yang didapatkannya lebih besar di banding di tanah air. Ia jugaa sudah terbiasa disini.🙁🙁🙁
Bagas terbangun karena bau yang enak ini, penciumannya menangkan harum masakan. Ia bangun dan duduk diranjang, semalaman ia lupa berganti baju. Jadinya ia harus tidur dengan kemeja dan celana bahan. Kalau dulu, mungkin Salsa akan menggantikkannya baju ketika ia kelelahan.
Memikirkan masa lalu tidak akan ada habisnya. Bagas berjalan ke arah kamar mandi. Membersihkan diri sebelum keluar untuk bertemu dengan wanita itu.
Salsa menghidangkan masakan yang dulu sering ia buatkan untuk Bagas. Ada ayam kecap, sayur, dan buah-buahan. Tiba-tiba saja Bagas datang dan menghampiri Salsa.
"Sudah selesai?" Tanya Bagas di ambang pintu dapur.
Salsa mengangguk. "Sudah pak." Jawab Salsa. Lalu menghidangkan satu persatu dimeja makan.
Bagas duduk disalah satu meja makan. "Kau juga ikut makan." Ucap Bagas.
"Tidak pak, aku bisa nanti." Ucap Salsa.
"Aku bilang makan, ya makan!" Teriak Bagas.
Salsa mengangguk dan duduk disalah satu kursi berhadapan dengan Bagas. Rasa canggung meliputi keduanya.
"Ambilkan makanan untukku." Perintah Bagas. Salsa mengambilkan makanan untuk Bagas. "Kamu juga makan."
Salsa mengangguk dan membawa makanan untuk dirinya sendiri. Mereka makan dalam keheningan, ia rindu memanggil Bagas dengan sebutan suami. Dulu pria itu begitu hangat, hanya saja ketika usahanya bangkrut. Sifat dia berubah.
Bagas selesai dengan makannnya, ia menatap Salsa yang makan seperti tidak nafsu dan sambil melamun.
Brak!!! Bagas menggebrak meja. "kalau makan jangan sambil melamun!" Teriak Bagas.
Salsa Kaget. "Maaf."
"Cih, aku sudah tidak selera makan satu meja denganmu lagi. Muka lesuh mu itu membuatku jijik makan dimeja dekat dengnmu. Mulai sekarang kamu tidak boleh ada disaat aku makan dan panggil aku tuan. Aku majikanmu, kau harus ingat itu." Salsa mengangguk.
Bagas berdiri. "Tu.. Tuan tidak melanjutkan makannya?" Tanya Salsa pelan dengan wajah yang menunduk.
Bagas kembali dan mengangkat wajah Salsa. "Gue sudah tidak nafsu. Cuih" Ucap Bagas seraya meludah tepat diwajah Salsa. Lalu pergi masuk kedalam kamar.
Salsa berjalan kearah dapur dan membersihkan mukannya dari ludah Bagas. Pria itu benar-benar berubah bahkan lebih parah. Buat apa ia memikirkan Bagas, dia juga tidak memikirkan perasaannya.
Salsa membereskan meja makan dan mencuci semua piring dan peralatan kotor. Selesai itu, ia menyapu dan mengepel lantai. Terdengar suara pintu yang terbuka dan ternyata Bagas keluar dari kamar dengan balutan jas. Dia duduk di salah satu sofa.
"Bawakan aku sepatu." Perintah Bagas.
Salsa dengan cepat mengambil sepatu dan menyimpannya di dekat kaki Bagas. "Ini pak."
"Pakaikan!" Ucap Bagas.
Salsa mengangguk dan memakaikan sepatu satu persatu ke kaki Bagas serta tidak lupa dengan kaus kakinya.
"Aku mau berangkat dan kamu tidak boleh kemana-mana, aku tidak ingin saat pulang kamu tidak ada di apartemen." Perintah Bagas.
Salsa mengangguk. "Iya tuan."
Bagas merogoh sakunya dan melepar beberapa uang lembar dollar ke wajah Salsa. "Gunakan uang itu untuk perawatanmu dan jangan lupa gunakan KB yang paling bagus. Aku tidak ingin memiliki anak dari dirimu. Aku juga tidak ingin melakukan sex dengan wanita yang tidak becus merawat dirinya sendiri." Ucap Bagas, laku keluar dari apartemen.
Ucapan Bagas, membuat hatinya sakit. Ia tau kalau wajahnya tidak sebagus dan secantik dulu saat uang banyak dan perawatan kulit pun rutin. Sekarang dirinya hanya wanita miskin dan seorang janda.
Salsa memungut uang-uang itu dan menyimpannya di atas meja. Uang yang dilempar Bagas lumayan banyak. Ia akan gunakan semua itu dengan maksimal mungkin.
Salsa pergi keluar dari apartemen, hari ini ia akan membeli beberapa kebutuhan untuk memasak dan untuk mencuci pakaian. Supermarketnya tidak jauh dari apartemen, mengingat apartemen milik Bagas berada di tengah kota. Dan ia juga membeli beberapa keperluan untuk kulit, rambut dan wajahnya. Bukan Make-up tapi perawatan saja. Ia tidak ingin mengecewakan Bagas.Sesampainya dirumah, ia melihat Sazkia duduk di sofa dengan gelas berisi soda ditangannnya."Hai." Ucap Sazkia.Salsa tersenyum. "Sebentar aku akan menyimpan ini dulu." Ucap Salsa."Tidak usah terburu-buru." Ucap Sazkia.Salsa menyimpan semua belanjaannya di meja dapur. Lalu membawa beberapa cemilan untuk Sazkia."Ada apa bu Sazkia?" Tanya Salsa.Sazkia tersenyum lalu menyimpan gelas itu di meja. "Saya hanya memastikan kalau kamu tidak akan kabur dari sini. Kau sudah bertemu dengan pak Bagas k
Salsa pulang dengan wajah yang murung dan mood yang kacau. Tidak ada semangat dalam dirinya. Tidak jauh dari klinik ada taman kecil yang dibuat sederhana dan ia duduk disalah satu kursinya seraya menatap kearah jalanan yang begitu lenggang. Hanya beberapa mobil saja yang lewat, mungkin karena waktu yang sudah menunjukan pukul setengah sebelas. Dimana semua orang sudah masuk kedalam aktivitas kerjanya.Salsa membuka hpnya dan menghubungi seseorang. Ia merindukan kabar baik dari orang itu."Hallo." Ucap Salsa saat panggilannya di angkat."kakak, apa kabar kak? Kakak betah kerja disana?" Ucap adik angkatnya itu, yah Salsa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Maka saat bercerai dengan Bagas, ia tidak pergi ke tanah air. Buat apa? Dia hidup miskin untuk pulang ke tanah air saja membutuhkan uang banyak. Lebih baik ia diam di negara orang. Tidak jadi masalah, karena ia sudah mempunyai izin untuk tingga
Bagas membuka bagasi ketika sudah sampai di bassment kantor. Ia mengajak mantan istrinya itu untuk masuk keruangannya."Selamat datang pak." Ucap Sazkia melihat Bagas datang melewati mejanya.Bagas hanya tersenyum dan berjalan lurus masuk kedalam ruangannya. Salsa tersenyum kaku saat berhadapan dengan Sazkia.Bagas duduk di kursi kebesarannya dan Salsa hanya diam mematung. Pria itu mengabaikan dirinya. Salsa berinisiatif duduk disalah satu sofa."Siapa suruh kamu duduk." Ucap Bagas melihat Salsa duduk di sofa.Salsa berdiri lagi. "Aku lelah tuan." Ucap Salsa."Aku heran, kenapa dulu aku bisa jatuh cinta padamu dan memilih menikah denganmu. Padahal sekarang, kalau diliat-liat. Kamu sama sekali tidak menarik dan tidak cantik. Kamu melakukan ilmu hitam ya?" Tanya Bagas curiga.Salsa menggelengkan kepalanya. "Tidak tuan. Sama sekali tidak, lupakan semua masa lal
Bagas kembali mengerjakan beberapa lembar berkasnya saat mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Ia menahan sekuat tenaga agar tidak menoleh kepada Salsa. Dan tidak menanyakan apa pun yang menyangkut wanita itu."Tuan." Ucap Salsa."Hemm." Sahut Bagas."A.. Aku mau izin pulang kampung Sebentar saja hanya tiga hari. Ada sesuatu yang harus aku urus disana. Apakah tuan mengizinkan?" Tanya Salsa.Bagas menyimpan pulpennya dan menatap Salsa. "Ada urusan apa kamu disana?""Keluarga.""Tidak Boleh!" Tolak Bagas dengan tegas."Tapi tuan.. Aku mohon sekali ini saja. Ini sangat mendesak." Mohon Salsa.Bagas menggelengkan kepalanya. "Tetap jawabannya tidak, kalau kamu tetap memaksa. Maka kamu aku pecat dan kamu harus mengembalikan semua uang yang telah diberikan Sazkia padamu dua kali lipat!" Ancam Bagas.Salsa menggelengkan k
Setelah selesai makan di restoran, Bagas membawa Salsa kembali pulang ke apartemen. Tanpa sepatah kata pun, Bagas tetap diam membisu. Begitu pun dengan Salsa. Entahlah, ia harus berbicara apa. Karyawan yang di pukul oleh Bagas diberikan uang oleh Bagas untuk berobat. Namun, yahh kalian tau kan sifat Bagas yang sombong dan angkuh. Dia memberikan sebuah cek yang sudah di tanda tangan dan diisi oleh Bagas dengan nominal 20 juta. Cek itu dia berikan tepat di wajah karyawan itu.Sesampainya di apartemen, Salsa masuk kedalam bersama Bagas. Namun, Saat masuk kedalam apartemennya, Bagas memojokan Salsa di belakang pintu dan mengurung badannya dengan kedua tangan Bagas berada di samping kanan dan kirinya."Siapa Rendy?" Tanya Bagas, sedaritadi. Nama itu menghantui kepalanya, membuat kepalanya pening dan berneka-neka. Siapa Rendy? Dan apa hubungannya dengan Salsa.&nb
Setelah satu jam perjalanan akhirnya Bagas sampai di rumah sakit, dimana anaknya berada. Ia masuk kedalam rumah sakit, tanpa basa basi menanyakan kepada suster. Bagas masuk saja keruangan flower Ros 1.Sesampainya Bagas di depan ruang inap Rendy. Tiba-tiba saja ada wanota yang keluar, otomatis Bagas berpura-pura tidak melihat. Wanita itu menjauh dari ruangan Rendy, saatnya Bagas masuk.Didalam ruangan ada enam orang, untung saja Bagas sudah mengetahui rupa atau wajah sang anak. Lagian ada papan nama yang tergantung jelas diatas ranjang rumah sakit. Dan ternyata Rendy kebagian yang paling ujung dekat kamar mandi.Bagas membuka tirai itu setelah tadi mengitip sedikit. Lalu tersenyum menatap Rendy yang sedang menatapnya."Haii." Sapa Bagas."Om siapa?" Tanya Rendy heran.Bagas maju dan duduk di pinggir ranjang Rendy. "Kenalkan nama om adalah Bagas. Senang bertemu kamu, kamu Rendy kan?" Rendy mengangguk, "Cepat semb
'Cinta, terkadang dia datang untuk bertahan atau datang untuk menyakiti'Keesokan harinya, sesuai yang sudah direncanakan Salsa dan Renata. Mereka datang di pagi hari pukul tujuh, dimana karyawannya pun belum pada datang. Mereka menunggu di ruang tunggu dengan air putih yang disediakan oleh satpam.Sampai jam sembilan, seorang resepsionis menghampiri Salsa dan Renata yang senantiasa menunggu."Selamat pagi nyonya, seperti pak Bagas. Tidak akan datang ke kantor hari ini." Beritahunya.Salsa berdiri, "Apakah anda bisa menghubunginya lagi? Katakan kalau saya ingin bertemu dengannya. Ini sangat penting." Ucap Salsa."Maaf sekali nyonya, tidak bisa. Karena tidak se
"Delina!"Delina menatap seseorang yang berani memanggilnya dengan sebutan nama. Dan ternyata orang itu adalah suaminya."Sayang. Ngapain kamu disini? Bukannya kamu sedang ada urusan ke luar negri?" Tanya Delina."Turunkan pisau itu!" Perintah Akas, Delina menurunkan pisaunya dan menyimpannya kembali. "Daddy kembali dan mencarimu. Orang-orangku mengatakan, kamu sedang berada disini dengan putra kita. Apa yang kamu lakukan sehingga ingin bunuh diri?! Kau ingin meninggalkan aku?" Tanya Akas.Delina menggelengkan kepalanya. "Daddy salah paham. Mom disini, karena anakmu ini ingin kembali dengan Salsa dan dia sudah memiliki anak. Bernama Rendy." Ucap Delina.Akas mengangkat alisnya. "Sudahlah Delina! Aku cape, lupakan dendammu terhadap ibunya Salsa. Dia tidak salah, kamu hanya salah paham sayang. Biarkan yang berlalu menjadi kenangan dan pelajaran buat kita. Bukannya ibunya Salsa juga sudah meninggal? Kamu tidak perlu menyi