Halo semua, maaf karena saya begitu lama hiatus disini. Ada pekerjaan offline yang sedang saya lakukan beberapa bulan terakhir, saya begitu sulit untuk menyeimbangkan waktu menulis dan juga fokus pada pekerjaan saya sehingga saya harus merelakan untuk melepaskan menulis sementara waktu dan kini pekerjaan itu sudah selesai, saya akan kembali bulan depan di cerita ini, saya harap kalian semua masih mau membacanya! Mohon maaf jika cerita ini begitu lama alurnya, saya ingin membuat setiap karakter punya cerita masing-masing meskipun nantinya saya akan membuat cerita dengan judul berbeda untuk mereka. Saya harap kalian bisa terus mengikuti ke 7 orang ini dan juga mengikuti Alba!
Terima kasih banyak, love!
Geya membuka matanya, langit-langit kamar berwarna putih terlihat begitu menyilaukan di hadapannya. Sayup-sayup suara mesin vakum terdengar, dia melirik kearah nakas di samping tempat tidurnya, air putih telah terisi, dan semangkuk bubur yang masih terlihat kepulan asapnya berada disana bersama dengan obat yang begitu familiar untuknya. Dia bangun, dan duduk di tepian kasur. Kepalanya sakit. Dia menenggak habis segelas air putih dan mengisinya dengan yang baru, kemudian menyentuh mangkok putih itu, dia harus makan. Menyendokkan bubur ke dalam mulutnya setelah bangun pagi bukanlah ide yang bagus, perutnya terasa tidak nyaman tapi dia tetap melanjutkannya. Di suapan ketiga, dia berhenti. Setidaknya, lambungnya sudah terisi sesuatu. Dia terdiam, kembali meminum air di dalam gelas. Dalam diam, dia bisa mendengar apa yang terjadi diluar kamar, suara mbak Cicih dan bu Ria yang tengah berbincang mengenai menu makanan yang akan dimasak. Terdengar bu Ria kemudian berpamitan untuk ke pasar mem
Janu menjemput putrinya di sore hari, setelah dia mampir ke tempat Yuwa dan mengobrol sebentar dengan pria itu kemudian dia bergegas pergi menuju agensi, menjalani rapat yang sesak dan serius, membicarakan banyak hal mengenai pembuatan lagu untuk album salah satu artis di agensi. Kali ini, Janu mendapatkan giliran mengisi dua lagu utama, maka dari itu dia diwajibkan mengikut rapat ini. Agensinya memang tidak pernah main-main masalah memilih lagu ataupun pembuatannya apalagi jika si artis adalah artis lama yang sudah memiliki banyak penggemar. Agensi mereka selalu mengutamakan kepuasan para penggemar. Obrolan dengan Yuwa masih tersisa di benak Janu termasuk pertanyaan laki-laki itu mengenai perasaannya terhadap Geya. Dia tidak bisa memastikan, masih terlalu dini, dia juga tidak tahu. Tidak mengerti. Keduanya belum pernah mengobrol dengan intim, membicarakan masalah pribadi misalnya. Geya masih menutupi banyak hal, obrolan mereka hanya berputar dari hobi, atau membicarakan rumah dan t
Pagi ini dimulai seperti pagi biasanya, Alba turun dari tempat tidur dan mendapati daddy-nya sudah berada di meja makan dengan tablet ditangan yang dia pakai untuk membaca koran dan tentu saja segelas kopi diatas meja. Alba mendekat kearah sang ayah dan pria itu seperti biasa memeluk dan menciumnya, mengucapkan selamat pagi pada putri kecilnya sambil mengelus rambut panjang berwarna hitamnya. Mbak Ayu kemudian mengajak gadis itu untuk mandi dan bersiap-siap ke sekolah. Hari ini hari jumat, yang berarti hari terakhir Alba sekolah dan memasuki akhir pekan. Biasanya, salah satu pamannya membawanya untuk berkeliling, entah pergi ke taman, atau sekedar menemani paman-pamannya berbelanja. Terkadang belanja bahan makanan, terkadang juga belanja jarum untuk keperluan Magani, atau juga belanja gunting atau pot baru untuk toko bunga Yuwa. Belanja barang-barang berbahaya bersama para paman memang mengasyikkan! Kali ini, Alba menebak-nebak apakah besok dia akan diajak paman Javis, paman Rainer
Malam ini rumah Janu cukup ramai karena kelima temannya datang berurutan, awalnya Yuwa dilanjut ke Magani dan seterusnya. Mereka datang dengan membawa banyak barang dan makanan, kebanyakan semuanya untuk Alba. Alba begitu senang melihat kedatangan mereka karena sudah cukup lama semenjak mereka semua bertemu, bocah itu begitu girang sampai-sampai sebelumnya ketika Janu mengajaknya tidur dia tidak mau. Javis mengajaknya ke kamar dan akhirnya bocah itu tidur dalam 10 menit, sudah mengantuk tapi memaksakan untuk terjaga hanya karena semua pamannya ada disini. Kecuali, Theo.Benar, mereka berkumpul disini juga karena Theo.Sudah hampir seminggu setelah mere
Ayas melirik kearah spion, Sadam keluar dari dalam gedung agensi sambil menghindari cahaya matahari yang terik. Pria itu sedikit berlari memasuki Van yang terpakir tidak jauh dari sana. Ayas sudah menunggu selama 2 jam dan dia sama sekali tidak berani menghubungi artisnya untuk sekedar bertanya bagaimana reaksi bosnya mengenai keinginan hiatus pemuda itu. Sadam membuka pintu Van dan masuk, melempar dirinya ke kursi yang empuk dan AC yang dipasang dingin oleh Ayas. “Gila! Diluar panas banget!” Keluhnya. Ayas menoleh, tidak bertanya tapi Sadam tahu betul managernya itu ingin tahu dengan detil bagaimana tanggapan para ketua agensi mengenai keputusannya. “Ya, gue diomelin abis-abisan Yas.” Kata Sadam. Ayas menghela napas, sudah bisa menebak hal itu, tentu saja, Sadam yang menyumbang banyak sekali pendapatan untuk agensi, tidak mungkin para petinggi mengiyakan hal itu seperti membalikkan telapak tangan. Akan ada konsekuensi besar jika Sadam harus berhenti untuk sementara. “Tapi diizin
Pagi ini seperti biasa Janu duduk di salah satu kursi meja makan dekat jendela, di hadapannya mangkok bubur yang isinya sudah tandas sejak satu jam lalu masih disana dengan gelas kosong yang tadinya berisi air putih hangat. Kopi di cangkir masih sedikit mengepul, dia menyesapnya beberapa kali dalam sekali teguk untuk menikmatinya sambil membaca berita di Ipad. Cklek. Janu menggerakan matanya, mengikuti alur suara, senyumnya mengembang ketika pintu kamar terbuka dan gadis kecilnya keluar dari sana. Dengan wajah yang masih mengantuk, rambut acak-acakan mendekat padanya. “Selamat pagi, sayang.” Ucapnya lembut, mengecup puncak kepala Alba yang kini menguap dan menggosok-gosok matanya, gadis kecil itu berada di pelukan Janu kurang lebih 5 menit sampai pengasuhnya datang dan mengajaknya mandi. Pemandangan yang setiap pagi selalu terulang dan dia sukai. Janu, tidak pernah memiliki sudut favorit di rumah ini. Rumah yang dia beli sejak lama namun jarang sekali dia tempati, dia lebih sering
Hidup seseorang tidak akan ada yang pernah tahu, seperti kehidupan seorang bujangan yang tidak pernah memikirkan hal lain selain pekerjaan dan mengejar karir setinggi langit. Janu. Setelah kedatangan putri kecil, hidupnya berubah drastis. Yang tadinya makan dan tidur adalah hal kesekian dalam hidup, kini menjadi prioritasnya. Yang tadinya rumah hanyalah tempat singgah sementara kini dijadikan fungsi sesungguhnya. Mengerjakan pekerjaan kini diburu waktu untuk pulang ke rumah, untuk bertemu putri kecilnya, disela kerjanya kini ada hal lain yang harus dia kerjakan, menelepon putri kecilnya. Setelah berita mengenai dirinya keluar di media, banyak sekali pro dan kontra mengenai mengapa dia dibolehkan mengasuh putrinya padahal pernikahan tidak diselenggarakan, benar, tidak ada pernikahan. Kasarnya, anak itu adalah anak yang lahir diluar pernikahan. Banyak tanggapan masyarakat mengenai hal ini, termasuk bagaimana pertanggung jawaban Janu sebagai seorang publik figur yang pastinya dilihat ol
Hari ini adalah hari libur untuk Alba, seperti biasa dia diperbolehkan untuk bangun siang hari. Namun sejak malam dia tidur dengan gelisah, ingin cepat-cepat pagi datang. Ceritanya, kemarin dia bertemu dengan Tante Geya. Iya, tante Geya yang sangat dia sayangi itu datang ke rumahnya untuk pertama kalinya. Sebenarnya ketika dia berangkat sekolah, Dad sudah memberitahunya kalau tante Geya akan datang nanti sore, jadi Dad mengajaknya untuk berbelanja. Alba suka berbelanja, apalagi berbelanja untuk keperluan bertemu dengan tante Geya. Jadi begitu sampai di taman kanak-kanak dia mulai berceloteh mengenai hal itu pada Nina dan ibu guru, keduanya terlihat sangat antusias mendengar ocehannya, dia jadi semakin tidak sabar. Beberapa kali dia bertanya pada ibu guru apakah sudah waktunya pulang? Bahkan ketika waktunya tidur siang dia sudah bisa memperkirakan kapan bisa pulang. Bangun tidur siang, makan camilan, bernyanyi, kemudian menggambar, berhitung setelahnya pulang! Dia ingin cepat