Share

Sebenarnya..

Sebenarnya..

Sepanjang minggu ini menjadi hari - hari yang berat bagi Ody. Dia harus betah berhadapan dengan El sepanjang hari bahkan terkadang terpaksa lembur.

Entah bagaimana mendeskripsikan apa yang dirasa Ody saat ini, semua bercampur jadi satu hingga mulutnya tak sanggup lagi berkata-kata. Kepalanya berdenyut-denyut ketika mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Nafsu makannya turun drastis hingga rasanya semua pakaian kerjanya mendadak longgar.

"Dy, ayo makan." Ajak El yang mengamati perubahan Ody sejak pulang dari Macau.

"Silahkan Pak, saya nanti saja. Kebetulan pekerjaan saya menumpuk dan besok saya sudah mulai cuti."

"Kamu nggak lagi sakit kan? Muka kamu pucet banget loh."

"Nggak Pak, saya baik-baik saja."

"Kamu yakin?"

"Yakin Pak. Sudah Bapak makan siang dulu saja. Tadi Mbak Amara kontak saya katanya sudah tunggu Bapak⁹ di bawah."

"Okey deh. Kamu beneran nggak mau ikut makan siang bareng?"

"Nggak Pak, terima kasih."

"Ya udah."

Ody menghela nafas panjang ketika El keluar melewati pintu kantornya. Tubuh Ody luruh terduduk di kursi kerjanya. Dari pagi perut Ody tak kemasukan apapun, mungkin saat ini dia sudah masuk angin.

Pandangannya mulai berkunang - kunang, tubuhnya terasa begitu lemas, perutnya terasa mual, dan keringat dingin mulai bercucuran. Ody mulai menelungkupkan kepalanya diatas meja kerjanya.

"Mbak Ody, ini berkas yang mbak minta tadi." Ucap Riza yang tiba-tiba sudah berdiri di depan Meja kerjanya.

"Taruh situ aja Riz. Terus pergi istirahat sana."

"Mbak Ody nggak papa? Mbak nggak lagi sakit kan?"

"Okey kok Riz."

"Ya ampun mbak Ody pucat banget. Mbak Ody nggak mau ijin aja gitu?"

"Nggak papa Ri..." Ucap Ody yang tak terselesaikan karena dia sudah berlari menuju kamar mandi di ujung ruang kerjanya.

"Mbak Ody!!" Teriak Riza panik melihat Ody yang berlari kalang kabut menuju ke toilet.

"Mbak, Mbak Ody nggak papa?" Teriak Riza panik

Ody menumpahkan seluruh isi perutnya, yang hanya terisi air putih sejak pagi. Kepalanya semakin berdenyut, tubuhnya begitu lemas.

"Mbak, mau saya antar ke dokter?" Tanya Riza saat Ody sudah kembali ke meja kerjanya.

"Nggak usah Riz, aku cuma masuk angin biasa kok. Belakangan karena banyak kerjaan jadi telat makan dan sering begadang. It's okey." Ujar Ody sambil mengurut-ngurut kepalanya yang pusing berdenyut-denyut.

"Ya udah, Mbak pulang aja kalau gitu."

"Nggak bisa. Besok aku mulai cuti, jadi semua pekerjaan harus aku beresin hari ini."

"Udah, nanti aku aja yang lanjutin. Mbak Ody pulang aja, nanti yang ada cuti liburnya abis buat cuti sakit. Pulang yah." Bujuk Riza.

"Tapi aku belum pamit Riz."

"Udah, nanti aku yang pamitin. Mbak Ody udah kondisi begini masa Pak El nggak kasih ijin. Pasti kasih lah, mungkin kalau beliau tau Mbak Ody langsung di bawa rumah sakit buat rawat inap."

"Aku cuma masuk angin ya Riz, bukan kena penyakit yang bikin aku harus rawat inap."

“Ya makanya Mbak Ody jangan bandel. Udah pulang aja.”

“Iya, iya.”

“Bisa pulang sendiri apa mau aku temenin?”

“Aku pulang sendiri aja. Aku tau kalau kamu mau kabur di jam kantor.”

“Hiss.. Sejak kapan Mbak Ody jadi paranormal yang bisa baca pikiran orang? Jadi suka bener deh kalau ngomong, pastul..”

“Nggak perlu jadi dukun buat lihat isi pikiran kamu Riz, udah nyata terpampang dari muka kamu yang mupeng. Lagian apa pastul? Aku taunya pastel, enak.”

“Hiss.. Pas betul Mabk Ody.”

“Iya-iya, pas betul. Udah, aku pulang ya Riz. Tolong kamu serahkan dokumen ini ke Pak El setelah dia pulang makan siang nanti."

"Beres, pokoknya aman deh. Mbak Ody fokus ajah liburan jangan pikirin urusan kantor."

"Sip. Thanks Riz, aku balik dulu."

Ody berjalan pelan merasakan tubuhnya yang tak karu-karuan. Rasanya kakinya tak menapak di lantai, ringan, gontai. Perlahan Ody keluar dari kantor dan kembali ke apartemennya. Pikirannya berkecamuk, hingga seperti orang linglung.

"Bagaimana Kalau…" pikir Ody yang langsung segera di tepisnya. 

*****

Seperti yang telah direncanakan Ody pulang ke Bandung dan memulai cutinya selama 1 minggu penuh. Peringatan meninggalnya sang ayah sudah berlangsung kemarin, dan rasanya dia tak ingin menyia-nyiakan sisa waktu cutinya.

"Mami, lagi masak apa?" Tanya Ody sambil memeluk tubuh ibunya dari belakang.

"Mami masak makanan kesukaan kamu, nanti makan yang banyak yah. Mami lihat badan kamu kurus banget." Ucap Erina sambil mencium pipi putri kesayangannya itu.

"Hemm, pasti enak deh. Mau Ody bantuin?"

"Nggak usah Nak, udah kamu istirahat dulu aja nanti begitu selesai Mami panggil deh."

"Ya udah kalau gitu… Oya Mam, Koko mana?"

"Kalau jam segini seharusnya masih di empang."

"Ody nyusulin ke empang dulu deh."

"Ya udah, sekalian nanti ajakin Koko pulang buat makan siang bareng yah."

"Okey Mam. Ody pergi dulu yah. Bye Mam." Ucap Ody sambil mencium pipi ibunya lalu beranjak pergi.

"Bye, hati-hati ya Dy." 

"Okey Mami." teriak Ody dari depan pintu dapur

Ody mengendarai skuter motor miliknya berjalan pelan menuju empang milik Aryo kakaknya. Pikirannya saat ini sedang melanglang buana entah kemana. Dia mulai memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi kedepan, bagaimana dengan hidupnya setelah ini. Semua begitu membebani dan menekan hati Ody.

“Ko..”Panggil Ody begitu melihat Aryo sedang bersiap memberi makan ikan di empang.

“Dy, ngapain kesini?” Tanya Aryo sambil membelai kepala adiknya lembut.

“Bantuin Koko lah.” Ucap Ody sambil tersenyum.

“Hiss, nanti kulit putih bersih kamu jadi item gimana?”

“Aku bukan cewek manja ya Ko.”

“Iyah cantik. Nih pakai capingnya ya jangan sampai kulit kamu kebakar.” Ujar Aryo sambil memakaikan caping ke kepala Ody.

“Iya. Sekarang aku bantu apa?”

“Kasih makan ikannya aja deh. Koko mau ke kebun sebentar abis itu kita pulang bareng buat makan siang, okey?”

“Siap bos.”

Aryo berjalan meninggalkan Ody di empang sendirian. Ody memilih duduk di pojokan empang yang teduh, sambil sesekali melempar pelet pakan ikan dengan pandangan kosong. Beberapa karyawan Aryo yang berlalu lalang sesekali mencoba menyapa Ody tapi tak satupun yang dijawab karena pikirannya sedang tak pada tempatnya. Tugas yang diberikan Aryo pun akhirnya hanya dijadikan objek yang dipandanginya lama hingga Aryo kembali dari kebun hidroponik di samping empang.    

“Dy, kamu kenapa?” Tanya Aryo setelah mengamati adiknya yang duduk melamun.

“Hah? Kenapa Ko?”

“Koko tanya kamu kenapa?” 

“Aku? Aku kenapa?”

“Kamu ditanya malah balik nanya. Kamu kenapa ngelamun? Itu tadi Koko suruh kamu kasih makan ikan kenapa sekarang pakannya cuma dipandangin?”

“Ah.. Ini..” Jawab Ody panik

“Dy, kamu lagi ada masalah ya? Mau coba cerita sama Koko?” Tawar Aryo

“Masalah? Nggak kok, aku baik-baik aja.” Jawab Ody berusaha menutupi kepanikannya

“Kalau baik-baik aja, kamu nggak akan panik. Sekarang malah matanya berkaca-kaca gitu.”

“I’m fine Ko. Ini kelilipan.”

“Kelilipan pakan ikan? Jangan bohong deh. Koko itu kenal kamu Dy. Ayo cerita sama Koko kamu ada masalah apa?”

“Ko..”

“Hemm..”

“Aku.. Aku..”

“Kamu kenapa? Coba cerita aja, siapa tau koko bisa bantu masalah kamu.”

“Koko nggak bisa bantu.”

“Kenapa? Masalah sama bos kamu?” Tanya Aryo yang tepat sasaran

“Memang bos kamu kenapa? Kamu di pecat?” Lanjut Aryo

“Nggak.” Jawab Ody lemah

“Terus kenapa?”

“Aku... Pengen resign.”

“Kenapa?”

“Karena..”

“Dy, ada masalah apa sampai kamu mau resign? Bukannya kerja kamu disitu bagus?”

“Masalahnya..” Kata-kata Ody kembali terhenti, rasanya begitu berat untuk memulai cerita.

“Dy, sebenarnya apa yang kamu sembunyikan dari Koko?”

“Aku bingung gimana ceritanya.”

“Gini deh, jawab dulu kenapa kamu mau resign?”

“Karena.. Aku..”

“Ody, kamu percaya sama Koko kan?” Tanya Aryo yang dijawab Ody dengan anggukan kepala.

“Kalau kamu percaya please, cerita sama Koko. Apa pekerjaannya terlalu berat?”

“Bukan ko. Aku bertahan di perusahaan itu karena aku suka pekerjaannya. Walaupun berat tapi aku suka makanya aku jalanin.”

“Jadi kenapa dong kamu mau resign?”

Sulit bagi Ody untuk menceritakan masalah yang sebenarnya dialaminya. Lidahnya terasa kelu, suaranya tercekat, air mata mulai meleleh di pipinya. Arya sadar bahwa masalah yang dihadapi adiknya pasti berat.

“Sekarang Koko tanya dan kamu jawab pake ngangguk sama geleng aja, okey! Apa alasan resign kamu ada hubungannya sama bos kamu?” Tanya Aryo yang sudah mulai kesal tapi berusaha di tahannya dan dijawab Ody dengan mengangguk.

“Bos kamu kasar sama kamu?” Tanyanya lagi dan dijawab dengan anggukan.

“Dia pukul kamu?” Tanya Aryo yang mulai panas karena tau bos adiknya berlaku kasar. Ody hanya menggelengkan kepala.

“Dia berbuat nggak senonoh sama kamu?” Tembak Aryo langsung membuat Ody tak berkutik.

“Ody, jawab! Apa dia berbuat nggak senonoh sama kamu?!”  Tanya Aryo dengan wajah memerah menahan amarahnya. Ody tak sanggup menjawab namun Aryo yakin jawabannya iya.

“Sekarang jawab dengan jelas, dia apain kamu?” Tanya Aryo sudah tak mampu menahan amarahnya. Ody yang ketakutan hanya bisa menangis sambil menutupi wajahnya. Dari suara tangisannya, Aryo dapat mengasumsikan beban berat yang ditanggung adiknya.

“Ody Jawab!”

“Dia perkosa aku minggu lalu.” Jawab Ody akhirnya yang membuat Aryo bagai december petir di siang bolong. Aryo meradang, matanya memerah, dia mulai menggertakkan giginya menahan amarahnya.

“Bajingan!!! Koko harus kasih pelajaran sama cowok bajingan kaya dia!” Teriak Aryo akhirnya penuh amarah

“Ko, please. Jangan marah-marah gini, jangan kasih tau Mami juga masalah ini.” Ujar Ody di sela tangisannya.

“Gimana nggak marah?! Dy, dia itu sudah ngerusak kamu! Gila namanya kalau Koko nggak marah kamu diperlakukan begitu.” Seru Aryo sambil mengepalkan tangannya, hatinya panas bukan main.

“Udah Resign aja! Sisanya biar Koko yang urus!” Ucap Aryo yang dengan cepat melenggang namun gerakannya terhenti saat Ody tiba-tiba memeluk tubuhnya erat dari belakang. 

“Ko, aku takut. Gimana kalau terjadi sesuatu sama aku?” Ujar Ody pelan, sambil masih terisak. 

Aryo membalik tubuhnya lalu mendekap erat adik perempuannya. Ada perasaan nyeri di dadanya mengetahui fakta bahwa adik kesayangannya telah diperkosa. Aryo merasa begitu bersalah, karena tak mampu menjaga adiknya dengan baik.

“Dy, maafin Koko yang nggak bisa jagain kamu seperti pesan almarhum Papi. Maafin Koko yang lalai Dy. Koko yang salah karena nggak bisa melindungi kamu dari pria bajingan kaya bos kamu itu.” Ucap Aryo sambil menciumi puncak kepala Ody. Dia sadar adiknya yang kuat itu sudah sangat rapuh saat ini.

“Koko nggak salah, ini salah Ody yang nggak bisa jaga diri.”

“Adik Koko nggak salah, kamu itu adik Koko yang terbaik. Sekarang denger Koko, biar Koko bantu kamu urus semuanya. Kamu bisa resign dengan tenang, nggak usah mikirin macem-macem lagi.”

“Aku nggak bisa resign sekarang Ko.”

“Kenapa?”

“Karena sebenarnya..”

“Sebenarnya apa?”

“Sebenarnya aku sudah jatuh cinta sama bosku itu.”

Mommy Audy

Holla kesayangan Mommy Audy.. Apa kabar? Huh, akhirnya Mommy bisa mulai Up bab baru lagi deh.. Mulai bulan ini Mommy akan Up bab baru setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Jadi tungguin cerita Mommy yah.. Jangan sampai ketinggalan, akan ada banyak babak seru kedepannya. Jangan lupa juga tambahkan buku ini di daftar pustaka kalian dan tinggalkan juga komentar kalian.. Love you kesayangan Mommy...

| 1
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Mario Arno
good good story
goodnovel comment avatar
Innaa LoLo
good good story
goodnovel comment avatar
Ria andriani
good story
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status