Share

Bab 3 Aku (Tidak) Peduli

"Jika kamu berani bermain hati, maka harus siap patah hati. Karena selalu ada dua pilihan untuk satu keputusan. Mati atau bertahan."

~Aera~

๐ŸŒบ๐ŸŒบ๐ŸŒบ

"Hai, nama gue Vando. Temen sengkleknya si Arsen," ucap laki-laki berparas oriental dengan retina coklat, seraya mengulurkan tangan.

Belum juga dibalas ulurannya, satu lagi laki-laki menggeser tempat Vando. "Gue Ali. Campuran Arab betawi dengan wajah mirip Aladin," ujar laki-laki dengan kulit hitam dan hidung bangir.

Vando yang tidak terima dengan ulah Ali malah memelototinya. Vando dan Ali saling adu pandang, tangan mereka masih sama-sama terulur. Ingin Aruna tertawa, tapi diurungkan saat Arsen kembali menatapnya nyalang.

"Elah, elu pada caper amat! Dia kagak ada bagus-bagusnya. Ayolah cabut!" seru Arsen, menarik kerah kedua laki-laki itu.

Terdengar mereka beradu argumen tentang Aruna sebelum hilang di balik pintu. 

โ€œElu sensi amat, Sen. PMS, ya?โ€ cetus Ali. 

Arsen mendelik, kepalanya menoleh sebentar ke arah Aruna.

โ€œDiem! Gue seal mulut lu!โ€ bentak Arsen pada Ali.

Vando terbahak dan mereka hilang di balik pintu.

โ€˜Ah, biarkan saja, aku tak perduli. Terpenting, aku harus belajar dengan benar di sini,โ€™ batin Aruna sembari menghela napas.

"Mereka itu lucu," celetuk Hara sambil terkekeh.

Aruna langsung memutar kepala ke kiri. Lupa jika ada orang di sebelahnya. "Kenapa?" tanyanya, heran.

Bukannya menjawab, Hara malah semakin terkekeh. Aruna yang bingung pun ikut terkekeh. Lucu melihat wajah gadis itu.

"Ya, mereka itu sering disebut geng sengklek. Tiga cowok dengan polah aneh. Kadang, ada saja tingkah mereka," papar Hara, lalu kembali tertawa.

Aruna hanya menyunggingkan senyum, antara ingin tertawa dan miris. Iya, mirisnya Arsen memang laki-laki sengklek. Kasihan sekali dirinya, menikahi laki-laki absurd seperti Arsen.

"Ayolah, kita ke kantin! Akan aku ajak kamu mengelilingi sekolah setelah makan. Gimana?" tawar Hara.

Aruna berlonjak, senang. Tentu saja dia mau, apalagi ditemani kawan baru. "Oke," jawabnya singkat.

Mereka bergegas pergi ke kantin. Menuntaskan rasa lapar yang sudah mendera di menit-menit terakhir jam pelajaran tadi. Sepanjang perjalanan menuju kantin, Hara bercerita tentang sekolah ini.

Dia begitu hapal seluk-beluk tempatnya belajar. Caranya menerangkan, Aruna yakini dia anak pintar. Beruntungnya Aruna mendapatkan teman baru seperti Hara. Semoga saja ke depannya, Aruna dan Hara menjadi teman baik.

***

Beberapa kali Aruna menggeser tempat duduk, risi karena pergerakan Ali. Belum lagi Vando, dia mencuri-curi pandang ke arahnya. Oh, ya, tentu saja Arsen ada di sana. Sedang mengulitinya dengan tatapan tajam, seperti biasa.

"Kampret! Elu ngapain ngajak mereka kemari?" Arsen menyenggol lengan Vando yang hendak menyuapkan bakso.

Say good bye for your bakso, Vando.

Aruna tertawa dalam hati, kasihan melihat raut wajah laki-laki itu.

"Elah, Sen. Bakso gue!" Vando tak menjawab pertanyaan Arsen, dia berseru kesal.

Ali dan Hara tertawa melihat tingkah Vando. Selagi mereka asyik mengolok-olok Vando, Arsen tiba-tiba memberi isyarat pada Aruna.

Ada sesuatu yang menendang kaki Aruna di bawah meja, dan bisa dipastikan itu ulah Arsen. Gadis itu mendelik padanya, anggap sebagai peringatan. Kalau mereka tahu ulah Arsen, bisa bocor rahasia.

"Sttt!" Arsen memanggil dan Aruna diam.

"Sttt!" Lagi, Arsen memberi kode. Aruna malah ikut menertawakan Vando.

"Woi, cewek bar-bar!" kali ini dia kembali menendang kaki Aruna.

Gadis itu menutup mata, mencoba menahan emosi. Dengan pelan dilontarkan senyum terbaik.

"Ada apa?" tanya Aruna pelan, jangan sampai mereka memergokinya.

"Inget, kalau ditanya, bilang lu sepupu gue. Paham?!" Mata Arsen melotot untuk menengaskan perkataannya.

Hendak menimpali, Ali tiba-tiba berseru serius. "Eh, Sen. Itu Ruri!" Tangannya menunjuk pada satu sosok.

Mereka berlima sontak mengikuti arah telunjuk Ali. Dari ambang pintu kantin, seorang siswi cantik dengan rambut tergerai sepinggang berjalan menuju ke tempat mereka. Penampilannya menarik dengan tubuh ramping, wajah ber-make-up tipis membuatnya memesona. Dia pasti bidadari yang nyasar ke sekolah.

Aruna menatapnya tanpa berkedip, mengikuti ke mana perempuan itu berjalan. Saat dia duduk di samping Arsen, barulah Aruna sadar. Laki-laki itu tersenyum licik padanya.

"Yang, kok enggak ke kelasku dulu?" tanya perempuan itu seraya mengapit tangan Arsen.

Bukannya menjawab, laki-laki galak itu malah semakin menatap Aruna aneh.

"Sen, aku lagi bicara sama kamu!" seru perempuan yang disebut Ruri.

Arsen membuang napas. Raut wajahnya tak bersahabat. Dia menoleh pada Ruri dengan senyum yang terlihat seperti dipaksakan.

"Sorry, gue keburu laper. Lu bisa kan datang sendiri ke sini? Enggak melulu dijemput. Emang gue ojol?" papar Arsen membuat Vando dan Ali cekikikan.

Hara tampak menahan tawa, sedangkan Aruna diam tak mengerti. Tentang situasi yang terjadi, Arsen seperti sedang memamerkan padanya bahwa dia didekati oleh seorang siswi cantik. 

Norak.

"Oh, ya. Kenalkan, dia Aruna. Sepupuku," ucap Arsen tiba-tiba. Tangannya merangkul bahu Ruri.

Aruna diam sesaat, menatapnya tajam. Bukan, bukan karena cemburu. Akan tetapi, muak dengan sandiwara murahannya.

"Oh, wow! Hai, aku Ruri. Pacar Arsen. Salam kenal calon ipar," ujarnya memperkenalkan diri dengan tangan terulur.

Aruna tersenyum, kikuk. Rasanya geli mendengar Ruri mengatakan 'calon ipar'. Kalau saja tahu statusnya, pasti dia akan mengamuk.

"Aruna." Gadis itu menyambut uluran tangan Ruri.

Mereka kembali menyantap makan dalam kebisingan. Tentu saja, karena Vando dan Ali terus bertanya tentang hal yang tidak berfaedah. Aruna jengah.

Penderitaannya berakhir saat bel masuk berbunyi. Aruna bernapas lega, bisa bebas dari obrolan yang tak tentu arah. Gadis itu yakini ke depannya, peristiwa tadi akan sering terjadi. Semoga benteng pertahanannya tetap tangguh.

***

Suara alunan musik dari Bruno Mars mengiringi perjalanan Aruna dan Arsen. Memecah keheningan di antara mereka. Mobil Honda hitam membelah jalanan sore, cukup ramai karena waktu bertepatan dengan jam pulang kantor.

"Kenapa lu setuju nikah sama gue?" tanyanya tiba-tiba, saat lampu merah menghentikan laju mobil.

Aruna menoleh padanya sekilas dan kembali menatap jalanan. Lalu lalang di jalanan tak pernah sepi, sama seperti alasan Aruna untuk menjawab pertanyaan Arsen.

"Karena, menurutku ini jalan yang tepat," jawab gadis itu.

Kali ini, Aruna membenarkan posisi duduk, sedikit membungkuk dan menelengkan kepala. Gumpalan awan hitam sudah menggantung di cakrawala, siap menumpahkan isinya.

"Menguasi harta keluarga gue?" ucap Arsen yang Aruna yakini sebagai pertanyaan daripada pernyataan.

Aruna diam sesaat, memikirkan jawaban yang pantas untuk suaminya. Ya, bagaimanapun Arsen tetap suami Aruna. 

"Kalau aku ingin menguasai hartamu, harusnya kupasrahkan diri padamu saat malam pertama pengantin kita. Tapi, sayangnya bukan itu alasanku," jawabnya membuat bola mata Arsen sempat membulat.

Lampu lalu lintas berganti hijau, suara klakson saling bersahutan. Pelan Arsen menginjak gas. Mobil meluncur dengan kecepatan sedang.

Mereka kembali terdiam. Aruna hanya menatap kosong jalanan yang sudah dibasahi air hujan. Arsen? Entahlah, mungkin sedang memikirkan jawabannya barusan.

"Dia pacar gue," ucapnya lagi, pelan.

Suaranya teredam bersama hujan yang semakin deras. Arsen mengulurkan tangan untuk menurunkan suhu AC. Lalu, kembali terdiam.

"Aku gak perduli," ujar Aruna, menimpali ucapan sebelumnya.

"Mau dia istri kedua kamu pun, aku tak perduli. Aku hanya ingin berbakti pada kedua orang tuamu yang sekarang orang tuaku juga," tuturnya, sukses membuat Arsen menoleh.

Hanya per sekian menit mata mereka saling bertemu. Sorot mata Arsen, tak ada kebencian yang seperti kemarin-kemarin. Justru, sesuatu sukses menghujam dada Aruna, sesak dan aneh.

Aruna langsung membuang muka, tak kuasa. Debaran jantungnya berbeda, ada sesuatu yang asing di dalam sana. 

Arsen tak bersuara. Gadis itu kembali mencuri pandang lewat ekor mata. Arsen tengah fokus memerhatikan jalan. Seketika Aruna bernapas lega.

Obrolan tadi terlalu serius untuk dibicarakan. Harusnya Aruna lebih sadar dalam berucap. 

'Semoga Arsen tak menilaiku aneh dan berharap semua akan baik-baik saja.'


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status