All Chapters of My Secret Wife: Chapter 1 - Chapter 10
26 Chapters
Prolog
"Apakah kesempurnaan sebuah rasa harus selalu nyata untuk mata? Jika itu benar, maka cinta sejati hanya bualan belaka."~Aruna Ardhani~***"Lu tidur di sofa!" serunya, saat kaki sang gadis melangkah melewatinya.Untuk sesaat, Aruna diam sejenak, memindai datar wajahnya yang tak bersahabat. Dengan cepat, Aruna menggerakkan kepala ke bawah, tanda setuju atas seruan yang gadis itu yakini sebagai sebuah perintah. Dia mendengkus seraya berkacak pinggang, mungkin kesal atau marah mendapati respon Aruna.Aruna berjalan menuju sofa hitam di samping ranjang pengantin mereka. Ya, ranjang yang penuh taburan bunga di atasnya. Tetapi, itu hanya formalitas pelengkap rentetan rencana konyol atas dasar wasiat sang ayah.Di atas kasur, dia mendelik pada Aruna. Seperti ingin ber
Read more
Bab 1 Awal yang Ambigu
   "Ada banyak cara orang bertahan hidup. Tapi, hanya sedikit yang siap dengan keadaan terburuk." ~Aruna Ardhani~ *** Suara jam weker menginterupsi Aruna dari alam mimpi. Dari samping, Arsen berdesis lalu samar terlihat tangannya menutup telinga dengan bantal. Masih terdengar umpatan tertahannya. "Berisik, matikan jam wekernya!" Suaranya teredam di balik gumpalan bantal. Aruna menghela napas panjang, mencoba untuk bisa bersabar menghadapi laki-laki yang bahkan tak menghargainya. Aruna segera menekan bagian atas jam weker agar berhenti berbunyi. Pukul 03.00 WIB, gadis itu sengaja memasang jam weker di saat sepertiga malam. Bermunajat pada Sang Ilahi, membisikkan doa di bumi. Berharap langit ikut mengamini, hingga ijabah adalah bukti k
Read more
Bab 2 Sekolah Baru
"Tak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Kadang, apa yang kita rasa baik, belum tentu benar."~Aruna Ardhani~***Suara dentingan alat makan saling beradu, menjadi pemecah kesunyian di antara mereka. Sebenarnya, suasana di ruang makan lebih terasa tegang dibanding canggung. Apalagi laki-laki itu sesekali menatap tajam pada Aruna.Ah, sudah dipastikan dia menabuh genderang perang. Tentu saja, orang asing seperti Aruna berani bermain kasar dengan membangunkan tidur nyenyaknya. Akan tetapi, semua sudah terjadi. Biarkan saja berjalan semestinya.Dari ekor mata, terlihat Bu Ningrum mengamati mereka. Posisi duduknya yang ada di antara dua remaja itu seperti penonton gratisan. Sesekali dia terkekeh. Mungkin lucu atau jengah melihat tingkah mereka."Ekhm. Sen, jangan melihat Aruna seperti itu. Enggak sopan!" seru Bu Ningru
Read more
Bab 3 Aku (Tidak) Peduli
"Jika kamu berani bermain hati, maka harus siap patah hati. Karena selalu ada dua pilihan untuk satu keputusan. Mati atau bertahan."~Aera~๐ŸŒบ๐ŸŒบ๐ŸŒบ"Hai, nama gue Vando. Temen sengkleknya si Arsen," ucap laki-laki berparas oriental dengan retina coklat, seraya mengulurkan tangan.Belum juga dibalas ulurannya, satu lagi laki-laki menggeser tempat Vando. "Gue Ali. Campuran Arab betawi dengan wajah mirip Aladin," ujar laki-laki dengan kulit hitam dan hidung bangir.Vando yang tidak terima dengan ulah Ali malah memelototinya. Vando dan Ali saling adu pandang, tangan mereka masih sama-sama terulur. Ingin Aruna tertawa, tapi diurungkan saat Arsen kembali menatapnya nyalang."Elah, elu pada caper amat! Dia kagak ada bagus-bagusnya. Ayolah cabut!" seru Arsen, menarik kerah kedua laki-laki itu.
Read more
Bab 4 Hitam di Atas Putih
"Tak perlu ada hitam untuk menorehkan penjanjian. Cukup ikrar yang mampu menggetarkan hati. Itulah laki-laki sejati."~Aera~๐ŸŒบ๐ŸŒบ๐ŸŒบKetegangan begitu kentara di ruangan yang didominasi warna putih dan abu-abu. Sepertinya bernapas pun harus hati-hati karena mendapat tatapan aneh dari Pak Arya--Papa mertua Aruna. Belum lagi Bu Ningrum yang tersenyum mencurigakan, menjadi pelengkap kegundahan hati."Ayo, Pa! Sekarang saja." Bu Ningrum menepuk tangan suaminya, memberi isyarat entah untuk apa.Pak Arya mengangguk, dia menghela napas panjang. Tangannya merogoh sesuatu dari dalam tas kerja. Mata Aruna membulat sempurna saat Pak Arya memberikan kertas di depannya dan Arsen."Apa ini, Pa?" Pertanyaan sama diajukan Arsen. Alis tebalnya saling bertautan.Pak Arya dan Bu Ningrum malah saling pa
Read more
Bab 5 Saling Balas
"Aku benci karena kau yang menaburnya. Tapi, iba masih setia hadir di sanubari. Lalu, jika rasa lain tumbuh, siapa yang salah?" ~Aruna Ardhani~ ๐ŸŒบ๐ŸŒบ๐ŸŒบ Matahari masih malu menampakkan cahaya. Bulan sabit yang mulai memudar pun setia menggantung di cakrawala pagi. Jangan lupakan dengan sepoi angin mengusik ketenangan dari sela ventilasi udara. Baru pukul 04.00, tapi Aruna harus berurusan dengan setumpuk pakaian yang Arsen beri. Entah apa tujuannya? Pagi buta menggedor pintu kamar hanya untuk menyuruh Aruna setrika baju. "Nah, elu kan udah jadi istri gue. Jadi, noh baju-baju gue setrikain. Hari Senin gini harus rapi, kan?" Arsen berkacak pinggang seraya menunjuk-nunjuk pakaian putih-abu yang akan dikenakan olehnya. "Tapi, ini masih terlalu pagi untuk setrika, Sen," rutuk Aruna sembari melirik ja
Read more
Bab 6 Tragedi
"Aku pikir, kau melakukannya karena itu hakmu. Tapi, aku salah. Kau menorehkan luka amat dalam dengan dalih balas dendam. Brengsek!" ~Aruna Ardhani~ ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน Suara bel tanda satu jam mata pelajaran berakhir. Masih dengan guru Bahasa Indonesia, memberikan pelajaran tentang membuat berita tertulis untuk dijadikan tugas. Bersamaan dengan itu, Arsen masuk. Wajahnya masih merah, hasil dari berjemur di lapangan terbuka. Saat dia masuk dan melewati Aruna, matanya melirik tajam. Berhasil menggetarkan sesuatu di dalam sana. Dia duduk di belakang bangku Aruna dan berbisik pelan. "Awas lu! Tunggu pembalasan gue!" ancamnya dengan suara mendesis. Gadis itu menelan ludah dengan susah payah. Semakin gentar keberanian yang sebelumnya sempat berdiri kokoh di batas hati. Aruna tak menoleh atau membalas
Read more
Bab 7 Berubah
“Kupikir ini benci, ternyata awal dari perasaan yang tersembunyi.” ~Arsen Ganendra~ ๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“ Arsen membuka pintu seraya bersenandung. Dia bahkan bersiul saat melewati Mbok Nah yang sedang menyapu ruang keluarga. “Den, sendiri?” tanya Mbok Nah, polos. Arsen menghentikan langkah dengan alis yang terangkat sebelah. “Iya, Mbok. Kenapa? Emang sama siapa lagi?” ujar Arsen dengan enteng. Mbok Nah tersenyum kikuk. Dia enggak ikut campur, tapi kekhawatirannya pada Aruna membuatnya buka suara. “Non Aruna, Den,” ucap Mbok Nah singkat.Seketika wajah Arsen berubah.  Lengkungan senyum menghiasi wajahnya. “Oh, cewek bar-bar itu. Mungkin dia lagi pingsan berdiri, Mbok. Arsen naik dulu, ya.&rd
Read more
Bab 8 Mengalah untuk Kebaikan
“Kenapa kau mengalah? Berontaklah! Agar rasa ini tak tumbuh semakin mengakar.” ~Arsen Ganendra~ ๐Ÿ“๐Ÿ“๐Ÿ“ Malam telah larut, tapi Aruna tak jua memejamkan mata. Pikirannya di penuhi tiga kejadian. Namun, yang paling mengganggu pikiran adalah permintaan Bu Ningrum. “Mama mohon, terus dampingi Arsen. Jika bisa rubah dia, tapi kalau Aruna tak mampu setidaknya jangan tinggalkan dia. Mama tidak mau melihat Arsen lebih buruk dari ini,” pinta Bu Ningrum menutup obrolan di meja makan kala itu. “Ta-tapi, bagaimana jika Kari—“ “Kamu harus tetap di sampingnya. Harus, Aruna. Hanya itu yang Mama minta. Mama mohon.” Semakin erat genggaman tangan Bu Ningrum pada Aruna. Entah apa yang mendorong Aruna untuk menyetujui permintaan sulit yang
Read more
Bab 9 Memberi Batas
“Harusnya aku memberi batas agar kau tak semena-mena memorak-porandakan perasaan yang tengah kususun dengan susah payah. Nyatanya, aku terlalu lemah untuk memberontak.” ~Aruna Ardhani~ ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน Aruna menunduk dalam saat Arsen terus menatapnya tajam. Jam istirahat masih ada, dan kelas masih kosong. Ini dijadikan kesempatan untuk Arsen berbicara pada Aruna. “Lu kenal dia di mana?” tanya Arsen akhirnya bersuara. Aruna bungkam. Dia bingung harus berkata jujur atau bohong. Pasti akan ada dampak untuk dirinya. “Aruna, jawab!” seru Arsen sembari menggebrak meja. Aruna langsung mendongak, menatap mata Arsen yang masih diliputi emosi. “Di jalan,” jawab Aruna kembali menunduk.Arsen mengernyit bing
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status