Home / Romansa / My Sugar Candy / 5. Wanita Lucu

Share

5. Wanita Lucu

Author: Viallynn
last update Huling Na-update: 2023-11-01 20:33:12

Di sebuah kamar, tampak seorang pria yang terlihat pasrah dengan apa yang ia alami. Tanpa membantah Gevan membiarkan ibunya menyemprotkan parfum di tubuhnya. Jika tidak mengingat jika wanita di depannya adalah wanita yang melahirkannya, sudah dipastikan jika Gevan akan melarikan diri.

"Ma, cukup." Gevan mengambil botol parfum dari tangan ibunya.

"Pokoknya Mama nggak mau tau. Kencan sama Tasya malam ini harus berhasil."

"Habis sama Tasya sama siapa lagi?" tanya Gevan sarkasme.

"Ada Anggun."

"Ma!" Gevan menatap ibunya tidak percaya, "Mama nggak capek?"

Dengan kesal wanita itu menarik telinga Gevan, "Seharusnya Mama yang tanya. Kamu nggak capek sendiri terus? Kamu nggak iri liat temen-temen kamu udah pada gendong anak?"

"Ya kan jalan hidup orang beda-beda, Ma. Nggak bisa disamain."

"Masih bantah Mama kamu? Kamu itu udah umur 39, Gevan!"

"Kan belum 40."

"Gevan!"

Gevan berdecak, "Iya, tapi aku bisa cari sendiri. Mama nggak perlu jodoh-jodohin. Terbukti kalau semuanya nggak ada yang berhasil kan?"

Ibu Gevan menggelengkan kepalanya dan mulai berjalan menjauh. Dia tampak lelah beradu argumen dengan anaknya. Dia sudah berumur dan yang ia inginkan hanya melihat anaknya menikah. Dia iri melihat teman-temannya yang selalu bermain dengan cucunya.

"Kamu tau kenapa Mama selalu jodohin kamu sama anak temen Mama? Itu karena kamu nggak pernah kenalin pacar kamu, Gevan. Andai kamu punya pacar, pasti Mama nggak bakal jodohin kamu. Pasti Mama langsung kawinin kalian berdua."

"Emang kucing pake dikawinin," gumam Gevan pelan.

"Mama pingin cucu!" teriak Ibu Gevan tiba-tiba.

"Iya-iya... nanti malem aku bikinin cucu."

"Gevan!"

Gevan meringis saat ibunya kembali membahas tentang pernikahan. Tanpa menjawab dengan cepat dia meraih jam tangan dan juga dompetnya. Setelah itu Gevan menghampiri ibunya dan mencium keningnya cepat.

"Aku berangkat dulu."

Jika sudah membicarakan masalah cucu, maka perdebatan tidak akan selesai. Gevan tidak mau terus mendengar omelan ibunya mengenai hal yang sama setiap harinya.

***

Di belakang sebuah bangunan kafe, terihat seorang wanita yang tengah duduk bersila sambil membuka bungkus permen. Sesekali tangannya mengelus kepala anak kucing yang berada di sampingnya. Di tengah ramainya pengunjung kafe, Olin harus bisa mencuri waktu untuk istirahat makan siang. Terbukti jika dia baru makan siang di saat sore hari seperti ini.

"Dimakan ya, Yang?" ucap Olin memberikan kepala ikan sisa makannya pada kucing liar yang selalu berada di belakang kafe.

Pintu belakang kafe terbuka dan muncul Fika dan Alan. Alan adalah seorang koki di kafe tempat ia bekerja.

"Lo kasih makan apa si kuyang?" tanya Alan.

"Enak aja kuyang. Yayang nih, panggil Yayang!" ucap Olin tidak terima.

"Dih, malu udah gede manggil kucing Yayang, cari pacar sana," ledek Fika.

"Heh, Pikacu! Gue masih belum kenyang ya, jangan sampe lo ikutan gue makan."

"Mana bisa Olin cari pacar, Pik? Orang dunianya nggak jauh-jauh dari kerja, si Yayang, sama si Alif." Alan mulai menyulut rokoknya.

Beruntung keadaan kafe sudah mulai tenang sehingga mereka bisa bergantian untuk beristirahat di belakang kafe, markas mereka.

"Eh, si Alif apa kabar? Kok gue jarang liat dia di lampu merah," tanya Fika mengambil satu permen dari kantong celana Olin.

Olin menghela napas kasar mendengar pertanyaan Fika. Dia sendiri juga tidak tahu di mana keberadaan Alif dan bagaimana keadaannya. Olin hanya bisa berdoa jika Alif baik-baik saja. Dia takut jika anak itu kembali disiksa oleh ibunya.

"Terakhir gue ketemu Alif minggu lalu pas anterin dia pulang dari rumah sakit. Setelah itu nggak pernah ketemu lagi."

"Kasian Alif. Pasti dia disuruh pindah tempat jualan sama si Medusa biar lo nggak ganggu dia lagi," ucap Alan.

"Andai gue punya nomernya Kak Seto, udah gue aduin dari dulu."

Alan dan Fika hanya bisa menggeleng melihat tingkah Olin. Di tengah keterbatasan ekonomi yang wanita itu alami, Olin tidak pernah lupa dengan orang-orang di sekitarnya. Dia terlalu baik sehingga lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Seperti kata Alan, dunia Olin hanya fokus pada tiga hal, yaitu mencari uang, memberi makan si Yayang, dan menjaga Alif.

Untuk Alif, dia adalah anak kecil yang berhasil menarik simpati Olin. Dia sudah menganggap Alif seperti adiknya sendiri.

***

Di sebuah kafe yang cukup ramai itu, Olin dengan cekatan berjalan ke sana-ke mari untuk mencatat dan mengantarkan pesanan. Malam ini banyak pengunjung kafe yang datang. Meskipun malam-malam sebelumnya juga ramai, tapi malam ini ada banyak pasangan anak muda yang tengah berkencan.

"Makanannya, Kak. Spageti Aglio Olio," ucap Olin dengan senyuman manis.

"Mbak, jangan ganjen dong sama pacar saya."

Senyum Olin langsung luntur mendengar itu. Dia menatap remaja di hadapannya dengan bingung. Dia hanya bersikap ramah, bukan menggoda.

"Maaf ya, Kak." Olin memilih untuk meminta maaf dan kembali tersenyum. Dia tidak ingin memperkeruh suasana.

"Tuh kan! Mbaknya senyum lagi. Sengaja ya godain cowok saya?"

Olin kembali dibuat bingung. Apa dia melakukan kesalahan?

"Yang, kamu apa-apaan sih? Mbaknya nggak salah kok kamu omelin?" ucap laki-laki yang Olin yakini sebagai kekasih gadis yang memarahinya.

"Oh, kamu belain dia?! Emang ya kamu itu nggak ngerasa salah. Bukannya minta maaf malah caper ke Mbak ini!"

Olin memeluk nampannya erat. Dia tersenyum canggung pada pengunjung yang kini mulai menatap mereka. Jika tidak ingat dengan tata krama, sudah sedari tadi dia melayangkan nampan di tangannya.

"Sekali lagi saya minta maaf, Kak. Saya permisi dulu."

"Eh jangan pergi!" Gadis remaja itu menarik tangan Olin dan beralih pada kekasihnya, "Sekarang aku tanya sama kamu, aku sama Mbak ini cantikan mana?"

Olin menggelengkan kepalanya tidak percaya. Sepertinya gadis di depannya itu sudah gila, atau mengalami depresi? Jika sedang bertengkar dengan kekasihnya kenapa harus Olin yang mendapat getahnya?

"Kak, saya mau kerja lagi." Olin masih berusaha sabar.

"Nggak boleh!"

"Kak!" Kali ini Olin habis kesabaran. Dia menatap tajam pada gadis di depannya itu.

Dengan kesal Olin meletakkan nampannya dan mulai menggulung lengan seragamnya, "Kalau ada masalah sama pacarnya jangan bawa-bawa saya dong!"

"Heh! Kok Mbak jadi kurang ajar sama saya? Nggak sopan banget!"

"Ya maunya Kakak ini apa? Dikasih senyum salah, diomelin juga salah."

"Saya mau bicara sama manager kafe ini!" ucap gadis yang masih tidak merasa bersalah itu.

"Nggak ada manager! Manager lagi pengajian!" balas Olin tajam.

"Pembeli itu raja, harus dituruti! Cepet panggilin managernya."

"Lo itu bukan raja tapi kuyang!" Habis sudah kesabaran Olin. Dia sudah cukup lelah hari ini tapi ada manusia gila yang membuat emosinya meledak.

"Lo!"

"Ada apa ini?" tanya seorang pria yang tiba-tiba datang.

"Ini, Mas. Bocil satu ini cari gara-gara," adu Olin pada Tama.

Perlahan Tama menatap gadis remaja itu dengan senyuman. Sebagai pemilik kafe tentu dia harus bersikap ramah.

"Loh, Mas ngapain senyum-senyum ke pacar saya? Mau godain pacar saya ya?" ucap laki-laki yang sedari tadi diam.

Seketika senyum Tama luntur. Begitu juga Olin, dia semakin emosi melihat pasangan gila di depannya.

"Keluar kalian!" ucap Olin tegas.

"Jangan kurang ajar ya, Mbak!"

"Keluar!" Olin menarik dua orang itu keluar dari kafe, "Selesain masalah kalian dulu baru makan!"

Olin kembali masuk sambil merapikan pakaiannya yang kusut. Tanpa disangka para pelanggan yang sedari tadi menikmati drama yang terjadi langsung bertepuk tangan untuknya.

"Keren banget, Mbak!" ucap seseorang sambil mengacungkan kedua jempolnya, "Emang harus diusir. Dari tadi pasangan itu berantem mulu bikin ganggu."

Olin tersenyum sambil memperlihatkan wajah bangganya. Dari kejauhan, terlihat seorang pria terkekeh melihat tingkah Olin sedari tadi. Dia merasa geli dengan aksi Olin yang menarik perhatiannya.

"Van, kamu denger nggak aku ngomong apa?" ucap Tasya menyadarkan Gevan.

"Ya? Kamu ngomong apa tadi?" Gevan kembali menatap wanita di hadapannya.

"Nggak, nggak jadi."

Gevan hanya mengangguk dan kembali melihat Olin yang berjalan ke dapur sambil melambaikan tangannya seperti model. Lagi-lagi Gevan terkekeh geli.

"Lucu," gumamnya pelan.

***

TBC

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Sugar Candy   Bonus Ekstra Chapter 3: Kejutan Bidadari Prakarsa

    Di kantin sekolah, Lana mengaduk makanannya dengan tidak nafsu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, tetapi rasa bahagia itu tidak ia rasakan. Keluarganya memang telah mengucapkan selamat ulang tahun semalam di jam 12 malam, tetapi tetap saja permintaan Lana akan pesta ulang tahun tidak terkabul. Kenapa sulit sekali untuk meyakinkan orang tuanya? Bahkan Alif juga tidak bisa meyakinkan ibunya. "Diaduk mulu sotonya, ntar pusing," tegur Sheila. Lana membanting sendoknya dengan wajah yang kesal. Bibirnya sudah melengkung ke bawah ingin menangis. "Kan, nangis lagi," ucap Sheila jengah. "Lo kok nggak bantuin gue sih? Tenangin gue kek? Galau nih!" Sheila menggaruk lehernya bingung, "Ya gimana, Lan? Lo mau gue ikut yakinin orang tua lo?" "Iya! Kan lo bisa minta bantuan Om Tama buat yakinin Papa gue." "Iya, deh. Ntar gue bilangin Papa gue buat yakinin Om Gevan." "Telat!" Sheila mendengkus. Lagi-lagi dia salah. Memang sulit menghadapi bidadari keluarga Prakarsa itu. "Ciyee

  • My Sugar Candy   Bonus Ekstra Chapter 2 : Bidadari Prakarsa

    Malam minggu tidak menjadi malam yang spesial untuk anak-anak Gevan dan Olin. Mereka semua berada di rumah dengan tugas di mana Arkan, Ardan, dan Lana harus menjaga Zaine. Terlihat aneh memang di usia mereka yang sudah remaja, tiba-tiba ibunya hamil dan melahirkan Zaine. Kebobolan, itu yang sering neneknya ucapkan. Namun kehadiran Zaine memberikan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Bocah kecil itu sangat lucu dan menggemaskan. "Zaine udah tidur?" tanya Arkan saat Lana datang dengan satu toples makanan ringan dan duduk di tengah-tengah kedua kakak kembarnya. "Udah." Saat ini mereka berada di ruang tengah, menonton film horor di tengah malam. Bukan bermaksud uji nyali karena baik Arkan dan Ardan tidak menunjukkan ekspresi lain selain datar. Kadang Lana merasa heran, bagaimana bisa dia memiliki dua kakak laki-laki yang sikapnya sedingin es? Selain dingin, mereka juga menyebalkan. Apalagi jika sudah bersatu untuk mengerjainya. "Kak?" panggil Lana. "Hm?" jawab Arkan dan Arda

  • My Sugar Candy   Bonus Ekstra Chapter 1 : Pasukan Prakarsa

    Suara berisik dari dalam dapur terdengar ke seluruh area rumah. Dari jauh, terlihat seorang bocah laki-laki yang tengah bermain dengan adonan tepung di island table. Tinggi badan yang tidak seberapa membuatnya harus menggunakan kursi kecil untuk bisa mencapai meja. Jari-jari kecilnya masih fokus bermain dengan bibir yang maju. Begitu lucu karena umurnya juga baru menginjak lima tahun. Ting! Bunyi oven yang terdengar membuat kegiatan Olin terhenti. Dia melihat anaknya sebentar sebelum beralih ke oven. Senyumnya mengembang melihat kue buatannya yang berhasil ia buat. "Udah mateng, Ma?" tanya Zaine mulai tertarik. Wajahnya sangat lucu dengan pipi bulat yang dipenuhi tepung. "Udah, dong. Tinggal dihias aja." Olin membawa kuenya ke hadapan Zaine. Zaine bertepuk tangan senang. Dia tidak sabar mencicipi kue buatan ibunya. "Zaine mau coba." Dengan lancarnya tangan Zaine bergerak menyentuh kue yang masih panas itu. Beruntung dengan cepat Olin menahannya, "Masih panas. Kita hias

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 7: Bahagia Bersama

    Kehidupan Olin benar-benar berubah setelah menikah. Dia menjadi wanita yang paling bahagia. Meskipun tidak selamanya pernikahan itu indah karena ada saat di mana dia harus beradu mulut dengan Gevan, tetapi semuanya kembali membaik karena mereka sama-sama tidak egois. Seperti pesan ibu mertuanya dulu, komunikasi adalah hal yang terpenting dalam suatu hubungan. Tiga bulan menikah telah memberikan banyak pelajaran yang berharga untuk Olin, bukan hanya Olin melainkan juga Gevan. Meskipun sifat jahilnya masih ada, tetapi pria itu benar-benar bertanggung jawab sebagai suami. "Om Gevan nggak ke sini, Kak?" tanya Alif sambil memakan kentang gorengnya. "Kan Om Gevan kerja, Lif." "Nanti kalau udah besar aku mau jadi dokter juga kayak Om Gevan." Olin tersenyum dan mengelus kepala Alif sayang, "Belajar yang pinter ya." Saat ini Olin tengah berada di kafe Tama bersama Alif. Kali ini dia tidak membawa Alif secara diam-diam. Ada alasan kenapa Olin jarang bertemu Alif akhir-akhir ini,

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 6: Pasutri Gemas

    Satu bulan telah berlalu. Baik Gevan dan Olin sudah kembali ke rutinitas seperti biasanya. Bedanya, kali ini Olin sudah tidak lagi bekerja. Meskipun berat, tetapi ia melakukannya juga untuk Gevan. Olin tahu jika suaminya itu ingin dirinya berada di rumah. Namun Olin tetaplah Olin, dia tidak bisa berdiam diri terlalu lama. Sudah tiga minggu ini Olin mengikuti kursus untuk mengisi waktu yang kosong. Kursus membuat permen dan kue adalah pilihannya. Gevan juga mendukung kegiatannya selama itu positif. Itu yang Gevan inginkan dari dulu, yaitu Olin yang menikmati hidupnya. Saat ini Olin tengah sibuk di dapur. Tempat ini adalah tempat favoritnya akhir-akhir ini. Hal itu membuat Olin merasa menjadi ibu rumah tangga yang seutuhnya. "Olin, Sayang!" Suara melengking itu membuat Olin menghentikan kegiatannya. Tak lama muncul ibu mertuanya dengan banyak belanjaan yang ia bawa. "Loh, Mama dianter siapa?" tanya Olin mencuci tangannya dan bergegas menghampiri mertuanya. "Sama abang ojol

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 5: Bulan Madu

    Suara ombak pantai yang beradu dengan batu karang tidak membuat tidur Gevan terganggu. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada Olin dengan nyaman. Cahaya matahari yang masuk dari cela-cela jendela juga tidak membuat mereka terbangun. Ini karena mereka kelelahan. Semalam, Olin dan Gevan baru sampai di villa dan langsung terlelap karena perjalanan yang menguras tenaga. Sebenarnya perjalanan tidak begitu lama, hanya saja akhir-akhir ini mereka memiliki jadwal yang padat setelah resepsi sehingga tenaga mereka sudah berkurang. Saat ini, Gevan dan Olin sudah berada di Bali. Tujuan awal bulan madu mereka sebenarnya bukan di tempat ini. Karena keterbatasan waktu, mereka memilih untuk ke tempat yang lebih dekat, akan tetapi Om Burhan tiba-tiba berkata jika ia sudah menyiapkan Gevan dan Olin Villa di Bali untuk bersenang-senang. Akhirnya mereka pun terbang ke Bali. Elusan lembut di kepala mulai membangunkan tidur Gevan. Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya. Setela

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status