My Sugar Candy

My Sugar Candy

Oleh:  Viallynn  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
78Bab
6.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Menginjak 39 tahun, Gevan mulai resah saat umurnya terus bertambah. Didesak dengan pernikahan yang tak ia inginkan membuatnya gelisah. Jika bukan karena ibunya, Gevan tidak mau melakukan kencan buta dan memilih untuk berserah. Namun semuanya berubah saat ia bertemu dengan seorang gadis muda. Gadis yang bernama Olin itu mampu membuat Gevan ingin segera menikah. Penolakan yang Olin berikan tidak membuatnya menyerah. Justru Gevan semakin bersemangat untuk membuat gadis itu bertekuk lutut di hadapannya dengan pasrah. "Kamu itu kayak permen," ucap Gevan. "Permen?" "Iya, enak diemut." "Dokter gila!" teriak Olin.

Lihat lebih banyak
My Sugar Candy Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Kikiw
banyak ngakaknya liat kelakuan buaya tua!! cerita seru, gak bosen2 bacanya.
2024-01-29 15:42:56
1
user avatar
Elok Firdaus
Ceritanya humoris jadi penasaran ingin baca terus
2023-12-03 20:14:31
3
78 Bab
1. Jomblo Akut
Lampu operasi yang berubah padam menjadi pertanda jika operasi telah selesai. Terlihat jelas gurat lelah di wajah seorang pria. Tentu saja, Gevan baru saja melakukan operasi yang berlangsung selama lima jam. Cukup lama karena dia menangani pasien dengan penyakit jantung. Setelah mengurus dan memeriksa beberapa hal, akhirnya Gevan bisa bebas. Dia berjalan menuju ruang istirahat dokter dengan langkah mantap. Dia berniat untuk tidur sebentar sebelum pulang. Sebenarnya hari ini bukan jadwal prakteknya, tapi Gevan harus menggantikan Anton yang tengah cuti bulan madu saat ini. Saat membuka pintu ruangan, Gevan menghela napas kasar. Dia menatap datar pada dua manusia yang tengah bermesraan di dalam ruangan saat ini. Seketika batinnya menjerit kesal melihat itu. "Kenapa harus di sini?" tanya Gevan jengah. Melihat keberadaan Gevan, Martin dan Eca hanya bisa tersenyum konyol. Mereka mulai saling menjauhkan diri. "Cuma di sini yang sepi, Van," balas Martin. Martin adalah sahabat
Baca selengkapnya
2. Hiburan Malam
Di dalam sebuah kafe, terlihat seorang wanita tengah sibuk membersihkan sebuah piring. Dahinya berkerut dalam berusaha keras untuk menghilangkan noda kotor yang membuatnya kesal. Bahkan mesin pencuci piring pun tidak banyak membantu. "Aduh, bikin kerjaan banget," gumam Olin masih menggosok piringnya. Jam yang sudah menunjukkan pukul 11 malam dan membuatnya ingin segera pulang. Jika bukan karena jadwal piketnya untuk mengunci kafe, mungkin Olin sudah bersantai di atas tempat tidur saat ini. "Gue pecahin aja kali ya?" Olin menggeram kesal. "Belum selesai, Lin?" tanya Fika, temannya yang juga mendapatkan jadwal piket bersamanya malam ini. "Belum. Lo udah selesai ngepel?" "Udah. Aduh punggung gue." Fika mulai merenggangkan tubuhnya. "Ya udah lo tunggu di depan aja," ucap Olin, "Habis ini gue selesai." "Oke, gue tunggu di depan." Olin hanya bergumam dan kembali fokus pada pekerjaannya. Setelah lima menit berkutat, akhirnya piring yang menjadi musuhnya sedari tadi su
Baca selengkapnya
3. Malam Melelahkan
Gevan melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Meskipun tubuhnya sudah terasa panas tapi bukan berarti dia akan membahayakan keselamatannya. Beruntung jalanan di jam dua pagi ini tampak sepi sehingga Gevan bisa membagi fokusnya dengan wanita di sampingnya. Saat di lampu merah, mata Gevan mulai terpejam menikmati sentuhan tangan wanita itu di tubuhnya. Napasnya berubah berat berusaha untuk menahan diri. Sebentar lagi mereka akan sampai di hotel. Lampu berubah menjadi hijau, dengan cepat Gevan mulai melajukan mobilnya. Namun jantung Gevan terasa lepas dari tempatnya saat melihat anak kecil yang berlari ke arah mobilnya. Beruntung dia bisa mengerem secara mendadak. "Sial!" umpat Gevan mulai keluar dari mobil. Dia bisa melihat anak itu terjatuh sambil menyentuh kakinya. Beruntung jalanan begitu sepi sehingga peristiwa ini tidak menimbulkan kemacetan. "Kamu nggak papa?" tanya Gevan khawatir. Rasa panas di tubuhnya mendadak hilang karena terkejut setelah menabrak seseorang.
Baca selengkapnya
4. Mulai Tertarik
Getaran pada sebuah ponsel membuat tidur Gevan terganggu. Dengan mata yang setengah terpejam, dia mulai mematikan alarm di ponselnya. Gevan mengedipkan matanya beberapa kali sebelum benar-benar bangun dari tidurnya. Dia baru sadar jika masih berada di rumah sakit saat ini. Perlahan dia bangkit untuk melihat kondisi Alif. Anak itu masih tertidur pulas. Beruntung wajahnya tidak lagi pucat seperti semalam. Sepertinya anak itu benar-benar kelelahan. Ingatkan Gevan untuk membeli beberapa vitamin untuk Alif. Pandangannya mulai beralih pada wanita yang tertidur di samping ranjang. Gevan tersenyum miring saat melihat Olin yang tengah tertidur dalam posisi duduk dengan kepala yang bersandar pada ranjang. Jujur saja Gevan sedikit kagum pada Olin yang begitu memperhatikan Alif. Tidak adanya hubungan darah di antara mereka tidak membuat Olin bersikap berbeda. Gevan bisa melihat jika wanita itu tulus menyayangi Alif. "Heh, bangun." Gevan menepuk pipi Olin pelan. Mereka harus segera pulan
Baca selengkapnya
5. Wanita Lucu
Di sebuah kamar, tampak seorang pria yang terlihat pasrah dengan apa yang ia alami. Tanpa membantah Gevan membiarkan ibunya menyemprotkan parfum di tubuhnya. Jika tidak mengingat jika wanita di depannya adalah wanita yang melahirkannya, sudah dipastikan jika Gevan akan melarikan diri. "Ma, cukup." Gevan mengambil botol parfum dari tangan ibunya. "Pokoknya Mama nggak mau tau. Kencan sama Tasya malam ini harus berhasil." "Habis sama Tasya sama siapa lagi?" tanya Gevan sarkasme. "Ada Anggun." "Ma!" Gevan menatap ibunya tidak percaya, "Mama nggak capek?" Dengan kesal wanita itu menarik telinga Gevan, "Seharusnya Mama yang tanya. Kamu nggak capek sendiri terus? Kamu nggak iri liat temen-temen kamu udah pada gendong anak?" "Ya kan jalan hidup orang beda-beda, Ma. Nggak bisa disamain." "Masih bantah Mama kamu? Kamu itu udah umur 39, Gevan!" "Kan belum 40." "Gevan!" Gevan berdecak, "Iya, tapi aku bisa cari sendiri. Mama nggak perlu jodoh-jodohin. Terbukti kalau semu
Baca selengkapnya
6. Rasa Stroberi
Seperti yang sudah-sudah, kencan buta Gevan malam ini lagi-lagi tidak berhasil. Bedanya kali ini bukan dia yang pergi, melainkan Tasya. Sepertinya Tasya adalah tipe wanita yang tidak suka diabaikan. Sengaja Gevan melakukannya dan ternyata rencananya berhasil. Seperti biasa juga, Gevan tidak akan kembali pulang malam ini. Untuk apa lagi jika bukan menghindari ibunya? Gevan bahkan sudah mematikan ponselnya sejak dua jam yang lalu. "Kita langsung ke hotel?" tanya seorang wanita yang masuk ke dalam mobil Gevan. "Hm." Gevan hanya bergumam dan mulai melajukan mobilnya keluar dari area parkir tempat hiburan malam. Di dalam mobil, hanya ada keheningan yang terjadi. Gevan membiarkan tangan wanita itu mulai menyentuh bahunya dan mulai naik hingga ke leher. "Aku beli sesuatu dulu,” ucap Gevan. Dia menghentikan mobilnya di depan supermarket yang buka 24 jam. Dengan berlari kecil, dia masuk ke dalam supermarket dan membeli barang yang sangat ia butuhkan saat ini. "Mas, rasa stro
Baca selengkapnya
7. Kanjeng Ratu
Suara bel yang terus berbunyi membuat tidur Olin terganggu. Dia mengerang dan mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Suara bel yang tak kunjung berhenti membuat Olin terpaksa membuka matanya. Perlahan dia meraih ponsel untuk melihat jam, masih jam delapan, terlalu pagi untuk Olin yang baru bisa memejamkan mata di jam empat pagi. "Iya, sebentar." Dengan malas Olin bangun dari sofa dan berjalan menuju pintu apartemen yang ia tinggali semalam. Olin memang sengaja tidur di sofa ruang tengah karena merasa tidak nyaman jika tidur di kamar utama. Olin membuka pintu dan mulai kebingungan saat melihat wanita paruh baya di hadapannya. "Kamu siapa?" Rasa kantuk Olin langsung menguap. Dia merapikan penampilannya cepat dan menatap wanita di hadapannya dengan canggung. "Maaf, Tante siapa ya?" tanya Olin sedikit menunduk. Mata wanita paruh baya itu menyipit. Olin dibuat semakin ketakutan saat wania itu melihatnya dari atas ke bawah dengan lekat. "Seharusnya saya yang tan
Baca selengkapnya
8. Sosok Ibu
Sambil mengelap piring basah, Olin menatap ponselnya yang terus berdering sedari tadi. Raut wajahnya sangat masam merasa enggan untuk mengangkat panggilan dari seseorang yang baru hadir ke dalam hidupnya akhir-akhir ini. Bahkan Olin lebih memilih dihubungi rentenir sat ini dari pada Gevan, pria yang terus menghubunginya sejak tadi siang. "Jangan ngelamun." Fika menepuk bahu Olin dan ikut melihat ponsel wanita itu. "Om Gevan? Kenapa nggak diangkat?" tanyanya. Olin menggeleng cepat, "Nggak ah, males." Mata Fika menyipit, "Gue liat-liat lo makin deket sama sepupunya Mas Tama. Lo nggak cerita sama gue?" Olin berbalik dan menatap Fika tajam, "Buat apa gue cerita sama lo? Lo sendiri juga nggak cerita sama gue tentang hubungan lo sama Mas Tama. Mana udah main caplok-caplokan lagi." Fika mendengkus, "Gue digantung," bisiknya lirih. "Sama Mas Tama?" Olin mulai penasaran dan ikut memelankan suaranya. Beruntung suara mereka teredam oleh alat-alat dapur yang saling berbunyi nyari
Baca selengkapnya
9. Ajakan Mendadak
Suasana dapur yang awalnya terasa canggung perlahan mulai mencair. Olin yang sedari tadi berusaha untuk membentengi diri perlahan mulai terbiasa. Meskipun hanya sandiwara, tetapi entah mengapa Olin melihat ketulusan dari Ibu Gevan. "Ini resep puding andalan Tante. Kamu harus coba nanti." "Pasti, Tan. Belum jadi aja baunya udah enak." Olin berucap jujur. Sudah lama dia tidak melihat banyaknya makanan rumahan yang dihidangkan untuknya. Ada sedikit rasa bersalah karena semuanya hanyalah kebohongan. Ibu Gevan benar-benar senang saat mengetahui anaknya memiliki kekasih. "Dulu ketemu sama Gevan di mana, Lin?" "Di kafenya Mas Tama, Tante." "Tama?" "Iya, saya kerja di sana." Olin tersenyum tipis. Dia tidak percaya diri saat memberitahu pekerjaannya. Ibu Gevan terlihat terkejut, tapi perlahan dia kembali santai dan tersenyum. "Udah berapa lama kerja sama Tama?" "Udah lama, Tante. Sejak orang tua saya meninggal." Olin merasakan elusan di bahunya, "Maaf ya, Tante ja
Baca selengkapnya
10. Terus Berusaha
Dengan merenggangkan lehernya, Gevan mulai memasuki kantin rumah sakit. Matanya mengedar untuk mencari orang yang mungkin dia kenal. Setelah melihat Anton, dia mulai berjalan mendekat. Gevan menepuk bahu Anton sebentar dan duduk di kursi kosong. "Udah selesai?" tanya Anton sambil menyantap makanannya. Gevan hanya mengangguk dan mulai memilih menu makan siang yang akan ia makan. Sebenarnya dia tidak terlalu lapar, tapi dia harus tetap makan untuk kesehatan tubuhnya sendiri. Menu makan siang yang Gevan pilih kali ini adalah salad dan jus wortel. "Tumben makan siang di sini? Biasanya dibawain bekal sama istri lo,” tanga Gevan. Anton menggeleng, "Viola nggak masak hari ini." "Padahal seminggu kemarin rutin. Kenapa? Udah bosen?" Anton menatap Gevan sinis. "Bilang aja lo iri! Dasar jomblo!" "Ngapain iri? Bentar lagi gue juga nyusul." Anton terbatuk mendengar itu, "Lo serius? Akhirnya usaha Tante Ajeng membuahkan hasil!" ucapnya bersemangat. "Jadi sama yang mana? Tiara?
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status