Home / Romansa / My Sugar Candy / 7. Kanjeng Ratu

Share

7. Kanjeng Ratu

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2023-11-05 21:58:02

Suara bel yang terus berbunyi membuat tidur Olin terganggu. Dia mengerang dan mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Suara bel yang tak kunjung berhenti membuat Olin terpaksa membuka matanya. Perlahan dia meraih ponsel untuk melihat jam, masih jam delapan, terlalu pagi untuk Olin yang baru bisa memejamkan mata di jam empat pagi.

"Iya, sebentar."

Dengan malas Olin bangun dari sofa dan berjalan menuju pintu apartemen yang ia tinggali semalam. Olin memang sengaja tidur di sofa ruang tengah karena merasa tidak nyaman jika tidur di kamar utama.

Olin membuka pintu dan mulai kebingungan saat melihat wanita paruh baya di hadapannya.

"Kamu siapa?"

Rasa kantuk Olin langsung menguap. Dia merapikan penampilannya cepat dan menatap wanita di hadapannya dengan canggung.

"Maaf, Tante siapa ya?" tanya Olin sedikit menunduk.

Mata wanita paruh baya itu menyipit. Olin dibuat semakin ketakutan saat wania itu melihatnya dari atas ke bawah dengan lekat.

"Seharusnya saya yang tanya, kamu itu siapa?"

"Sa—saya Olin, Tante."

"Siapanya Gevan?"

"Om Gevan?" tanya Olin bingung, "Saya...," Dia menggaruk lehernya sambil berpikir. Olin tidak tahu harus menjawab apa. Jika dikatakan teman pun mereka bukanlah teman. Lagipula Gevan sudah terlalu tua untuk menjadi temannya.

"Di mana Gevan?" Wanita paruh baya itu berdecak dan mulai masuk ke dalam apartemen.

"Maaf, kalau boleh saya tau Tante siapa ya?"

Wanita itu berbalik dan menatap Olin tajam, "Saya ibunya Gevan."

Mata Olin membulat mendengar itu. Dengan cepat dia berjalan mendekat dan mencium tangan Ibu Gevan dengan sopan.

"Maaf, Tante. Saya nggak tau." Olin meringis.

"Di mana anak saya?" Ibu Gevan mulai masuk semakin dalam dan memeriksa semua kamar. “Gevan keluar kamu!" teriaknya.

Olin berlari kecil mengikuti, "Om Gevan nggak ada di sini, Tante."

"Jujur sama saya. Di mana dia sembunyi? Dasar anak nakal!"

Olin meringis dan mulai mengambil ponselnya. Dia mengetikkan pesan untuk Gevan untuk segera datang membantunya. Jujur saja Olin sedikit takut dengan wanita di hadapannya itu.

"Sekarang kamu bilang sama saya, dibayar berapa kamu sama dia?" Kali ini Ibu Gevan mulai menatap Olin sepenuhnya.

"Maksudnya, Tan?" Olin tampak bingung.

"Nggak usah pura-pura nggak tau. Saya tau kalau kamu salah satu dari sekian banyaknya wanita yang jadi temen main Gevan kalau malem. Iya kan?"

Dengan reflek Olin memeluk tubuhnya sendiri. Dia bergerak mundur dan menggeleng cepat.

"Tante salah paham. Saya bukan temen main kuda-kudaannya Om Gevan."

"Kamu pikir saya percaya?"

"Ya harus percaya dong, Tan. Kan saya memang bukan cewek kayak begitu." Olin mulai memelas.

"Udah lah, sekarang kamu bilang di mana anak saya sekarang?"

Saat akan menjawab, Olin mendengar suara pintu apartemen yang dibuka.

"Olin, ini saya bawain sarapan." Suara Gevan membuat tubuh Olin menegang.

"Kamu bohong sama saya? Gevan keluar buat beli sarapan kan?"

Olin dengan cepat menggeleng, "Bukan gitu, Tante."

"Olin, kamu di man—na?" Gevan menghentikan langkahnya saat melihat Olin bersama ibunya.

"Om Gevan nggak baca chat saya?" bisik Olin pelan.

Gevan dengan lemah menggeleng. Dia masih menatap ibunya terkejut, "Mama ngapain di sini?"

"Dasar anak nakal!" Ibu Gevan melempar tasnya pada Gevan. Perlahan air mata mulai turun di pipinya.

"Loh, Tante jangan nangis." Olin mulai panik.

"Mama udah capek-capek kenalin kamu ke temen-temen anak Mama, tapi kamu malah suka main perempuan kayak gini. Sakit hati Mama, Van." Sepertinya tangis Ibu Gevan bukanlah sandiwara kali ini. Dia benar-benar kecewa dengan Gevan yang tak pernah mendengarkannya dan bertingkah seperti pria yang tidak bertanggung jawab.

"Pak, bantuin jawab!" ucap Olin mengenggol lengan Gevan.

"Ma.. aku minta maaf." Gevan menarik ibunya untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Sekarang jelasin ke Mama. Siapa dia?"

Olin mundur satu langkah saat Ibu Gevan menunjuknya. Dia meringis menyadari tatapan tajam wanita itu.

"Dia cewek panggilan kan?" Lanjutnya.

"Bukan, Ma." Gevan dengan cepat dan tegas menggeleng.

"Terus kenapa dia ada di sini? Di apartemen kamu?!”

Gevan meringis dan mulai menarik Olin mendekat. Dia menarik napas dalam dan menghembuskannya. "Olin pacar aku, Ma,” ucapnya tiba-tiba.

Kali ini bukan hanya Ibu Gevan yang terkejut, melainkan Olin juga. Matanya membulat menatap Gevan tidak percaya. Dia ingin menjauh tapi dengan cepat pria itu menahan pinggangnya.

"Kamu bilang apa tadi?" Ibu Gevan mulai menghapus air matanya.

"Kenalin, dia Olin. Pacar aku."

"Tapi Om—" Olin menelan ucapannya kembali saat Gevan meremas pinggangnya cukup erat. Seolah memberi tanda untuk tetap diam.

"Jadi dia bukan cewek panggilan?" Ibu Gevan kembali memastikan.

"Bukan, Ma. Dia pacar aku, jadi Mama nggak perlu mikir yang aneh-aneh tentang Olin. Iya kan, Sayang?" Gevan menatap Olin lekat, berharap jika wanita itu tahu akan sinyal bantuan yang ia butuhkan.

"I—iya, Tante."

Ibu Gevan menghela napas lega. Dia berjalan mendekat dan menyentuh lengan Olin.

"Maaf ya. Tante agak pusing liat kelakuan Gevan akhir-akhir ini jadinya mikir yang enggak-enggak."

Olin tersenyum tipis, "Nggak papa kok, Tante. Om Gevan emang pantes dicurigain."

"Om?"

"Mas," jawab Gevan cepat, "Olin suka bercanda, Ma. Dia panggil aku Mas kok."

"Kamu umur berapa, Sayang?" tanya Ibu Gevan mulai melunak. Bagaimana dia tidak senang jika mendengar anaknya sudah memiliki kekasih?

"Mau 26 tahun, Tante."

Ibu Gevan tersenyum senang, "Pas!"

"Apanya yang pas?" tanya Gevan waspada.

"Kapan kalian nikah? Mama udah punya kenalan wedding organizer dari temen-temen Mama."

Olin tesedak ludahnya sendiri mendengar itu. Dia masih terkejut dengan kebohongan yang Gevan ucapkan, lalu sekarang Olin kembali dibuat terkejut dengan topik pernikahan ini.

"Itu masih jauh, Ma. Aku sama Olin mau nikmatin waktu dulu."

"Kamu itu udah tua!" Ibu Gevan memukul kepala anaknya kesal.

"Tapi hubungan aku sama Olin itu masih baru, Ma."

"Baru berapa lama?"

"Baru 2 bulan," ucap Gevan asal.

"Udah cukup buat pendekatan. Nggak baik ditunda-tunda, apalagi pas Mama tau kalau kalian... tidur bareng."

"Kita nggak tidur bareng, Tante." Olin menggeleng tegas.

"Halah, nggak usah bohong. Gevan nggak pulang ke rumah semalem, udah pasti dia tidur di sini kan?"

Olin menatap Gevan penuh pertanyaan. Seingatnya pria itu berkata jika akan pulang ke rumah semalam.

"Aku tidur di apartemen Tama, Ma,” jawab Gevab jengah.

Gevan mengatakan kejujuran. Dia memilih untuk mengungsi di tempat Tama dari pada bertemu dengan ibunya dan mendapatkan pertanyaan yang sama setiap harinya.

"Kamu pikir Mama percaya kamu di tempat Tama? Udah, Mama nggak mau tau, pokoknya kalian harus cepet nikah." Ibu Gevan beralih pada Olin, "Kapan Tante bisa ketemu sama orang tua kamu, Lin?" tanyanya lembut.

"Anu.. itu, Tan. Orang tua saya sudah meninggal."

Gevan dan ibunya terkejut mendengar itu.

"Maaf, Tante nggak tau, Lin."

Olin tersenyum dan menggeleng, "Nggak papa kok, Tante."

"Ya udah, berarti persiapan bisa

lebih cepat. Kalian bisa nikah lebih dalam waktu dekat." Ibu Gevan menepuk tangannya senang.

"Ma...," Gevan ingin menyerah saja rasanya.

"Nggak usah protes!" ucap Ibu Gevan tegas, "Kamu ada jadwal jaga kan habis ini? Kalau gitu lagsung siap-siap dan berangkat. Mama mau pulang dan belanja bahan makanan. Nanti malem Mama mau kalian berdua makan malam di rumah."

"Oke, sekarang Mama pulang dulu." Gevan dengan cepat membawa ibunya untuk keluar dari apartemen.

"Inget, Van. Cepetan cari tanggal. Mama udah nggak sabar pingin gendong cucu."

"Iya, nanti aku bikinin 10," ucap Gevan asal dan mendorong Ibunya untuk masuk ke dalam lift, "Hati-hati," ucapnya sambil mencium kening ibunya.

Gevan menghela napas dan mengusap wajahnya kasar. Setelah Ibunya pergi, dia berbalik untuk kembali ke apartemen. Langkahnya terhenti saat melihat Olin yang tengah bersandar di pintu apartemen dengan tangan yang terlipat di dada. Tatapannya tampak mengerikkan berharap akan ada penjelasan yang keluar dari bibir Gevan mengenai kejadian tadi.

"Jadi dramanya bakal ada berapa episode, Om?" tanya Olin.

"Maaf."

***

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Sugar Candy   Bonus Ekstra Chapter 3: Kejutan Bidadari Prakarsa

    Di kantin sekolah, Lana mengaduk makanannya dengan tidak nafsu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, tetapi rasa bahagia itu tidak ia rasakan. Keluarganya memang telah mengucapkan selamat ulang tahun semalam di jam 12 malam, tetapi tetap saja permintaan Lana akan pesta ulang tahun tidak terkabul. Kenapa sulit sekali untuk meyakinkan orang tuanya? Bahkan Alif juga tidak bisa meyakinkan ibunya. "Diaduk mulu sotonya, ntar pusing," tegur Sheila. Lana membanting sendoknya dengan wajah yang kesal. Bibirnya sudah melengkung ke bawah ingin menangis. "Kan, nangis lagi," ucap Sheila jengah. "Lo kok nggak bantuin gue sih? Tenangin gue kek? Galau nih!" Sheila menggaruk lehernya bingung, "Ya gimana, Lan? Lo mau gue ikut yakinin orang tua lo?" "Iya! Kan lo bisa minta bantuan Om Tama buat yakinin Papa gue." "Iya, deh. Ntar gue bilangin Papa gue buat yakinin Om Gevan." "Telat!" Sheila mendengkus. Lagi-lagi dia salah. Memang sulit menghadapi bidadari keluarga Prakarsa itu. "Ciyee

  • My Sugar Candy   Bonus Ekstra Chapter 2 : Bidadari Prakarsa

    Malam minggu tidak menjadi malam yang spesial untuk anak-anak Gevan dan Olin. Mereka semua berada di rumah dengan tugas di mana Arkan, Ardan, dan Lana harus menjaga Zaine. Terlihat aneh memang di usia mereka yang sudah remaja, tiba-tiba ibunya hamil dan melahirkan Zaine. Kebobolan, itu yang sering neneknya ucapkan. Namun kehadiran Zaine memberikan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Bocah kecil itu sangat lucu dan menggemaskan. "Zaine udah tidur?" tanya Arkan saat Lana datang dengan satu toples makanan ringan dan duduk di tengah-tengah kedua kakak kembarnya. "Udah." Saat ini mereka berada di ruang tengah, menonton film horor di tengah malam. Bukan bermaksud uji nyali karena baik Arkan dan Ardan tidak menunjukkan ekspresi lain selain datar. Kadang Lana merasa heran, bagaimana bisa dia memiliki dua kakak laki-laki yang sikapnya sedingin es? Selain dingin, mereka juga menyebalkan. Apalagi jika sudah bersatu untuk mengerjainya. "Kak?" panggil Lana. "Hm?" jawab Arkan dan Arda

  • My Sugar Candy   Bonus Ekstra Chapter 1 : Pasukan Prakarsa

    Suara berisik dari dalam dapur terdengar ke seluruh area rumah. Dari jauh, terlihat seorang bocah laki-laki yang tengah bermain dengan adonan tepung di island table. Tinggi badan yang tidak seberapa membuatnya harus menggunakan kursi kecil untuk bisa mencapai meja. Jari-jari kecilnya masih fokus bermain dengan bibir yang maju. Begitu lucu karena umurnya juga baru menginjak lima tahun. Ting! Bunyi oven yang terdengar membuat kegiatan Olin terhenti. Dia melihat anaknya sebentar sebelum beralih ke oven. Senyumnya mengembang melihat kue buatannya yang berhasil ia buat. "Udah mateng, Ma?" tanya Zaine mulai tertarik. Wajahnya sangat lucu dengan pipi bulat yang dipenuhi tepung. "Udah, dong. Tinggal dihias aja." Olin membawa kuenya ke hadapan Zaine. Zaine bertepuk tangan senang. Dia tidak sabar mencicipi kue buatan ibunya. "Zaine mau coba." Dengan lancarnya tangan Zaine bergerak menyentuh kue yang masih panas itu. Beruntung dengan cepat Olin menahannya, "Masih panas. Kita hias

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 7: Bahagia Bersama

    Kehidupan Olin benar-benar berubah setelah menikah. Dia menjadi wanita yang paling bahagia. Meskipun tidak selamanya pernikahan itu indah karena ada saat di mana dia harus beradu mulut dengan Gevan, tetapi semuanya kembali membaik karena mereka sama-sama tidak egois. Seperti pesan ibu mertuanya dulu, komunikasi adalah hal yang terpenting dalam suatu hubungan. Tiga bulan menikah telah memberikan banyak pelajaran yang berharga untuk Olin, bukan hanya Olin melainkan juga Gevan. Meskipun sifat jahilnya masih ada, tetapi pria itu benar-benar bertanggung jawab sebagai suami. "Om Gevan nggak ke sini, Kak?" tanya Alif sambil memakan kentang gorengnya. "Kan Om Gevan kerja, Lif." "Nanti kalau udah besar aku mau jadi dokter juga kayak Om Gevan." Olin tersenyum dan mengelus kepala Alif sayang, "Belajar yang pinter ya." Saat ini Olin tengah berada di kafe Tama bersama Alif. Kali ini dia tidak membawa Alif secara diam-diam. Ada alasan kenapa Olin jarang bertemu Alif akhir-akhir ini,

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 6: Pasutri Gemas

    Satu bulan telah berlalu. Baik Gevan dan Olin sudah kembali ke rutinitas seperti biasanya. Bedanya, kali ini Olin sudah tidak lagi bekerja. Meskipun berat, tetapi ia melakukannya juga untuk Gevan. Olin tahu jika suaminya itu ingin dirinya berada di rumah. Namun Olin tetaplah Olin, dia tidak bisa berdiam diri terlalu lama. Sudah tiga minggu ini Olin mengikuti kursus untuk mengisi waktu yang kosong. Kursus membuat permen dan kue adalah pilihannya. Gevan juga mendukung kegiatannya selama itu positif. Itu yang Gevan inginkan dari dulu, yaitu Olin yang menikmati hidupnya. Saat ini Olin tengah sibuk di dapur. Tempat ini adalah tempat favoritnya akhir-akhir ini. Hal itu membuat Olin merasa menjadi ibu rumah tangga yang seutuhnya. "Olin, Sayang!" Suara melengking itu membuat Olin menghentikan kegiatannya. Tak lama muncul ibu mertuanya dengan banyak belanjaan yang ia bawa. "Loh, Mama dianter siapa?" tanya Olin mencuci tangannya dan bergegas menghampiri mertuanya. "Sama abang ojol

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 5: Bulan Madu

    Suara ombak pantai yang beradu dengan batu karang tidak membuat tidur Gevan terganggu. Dia semakin mengeratkan pelukannya pada Olin dengan nyaman. Cahaya matahari yang masuk dari cela-cela jendela juga tidak membuat mereka terbangun. Ini karena mereka kelelahan. Semalam, Olin dan Gevan baru sampai di villa dan langsung terlelap karena perjalanan yang menguras tenaga. Sebenarnya perjalanan tidak begitu lama, hanya saja akhir-akhir ini mereka memiliki jadwal yang padat setelah resepsi sehingga tenaga mereka sudah berkurang. Saat ini, Gevan dan Olin sudah berada di Bali. Tujuan awal bulan madu mereka sebenarnya bukan di tempat ini. Karena keterbatasan waktu, mereka memilih untuk ke tempat yang lebih dekat, akan tetapi Om Burhan tiba-tiba berkata jika ia sudah menyiapkan Gevan dan Olin Villa di Bali untuk bersenang-senang. Akhirnya mereka pun terbang ke Bali. Elusan lembut di kepala mulai membangunkan tidur Gevan. Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya. Setela

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 4: Resepsi Pernikahan

    Hari resepsi pernikahan telah tiba. Suasana di dalam gedung acara sudah sangat ramai. Tak heran karena memang banyak tamu undangan yang datang, terutama dari pihak Gevan dan ibunya. Sedangkan Olin? Dia hanya mengundang teman-teman sekolahnya dulu yang juga mengundangnya ke acara pernikahan mereka. Olin bukan tipe orang yang mudah bergaul seperti Gevan. "Akhirnya!" Suara menggelegar itu membuat Gevan dan Olin menoleh. Om Burhan, pria paruh baya itu datang bersama istrinya. Olin masih ingat saat datang ke pernikahan pria itu dulu bersama Gevan. "Om seneng banget pas dapet undangan dari kalian." Om Burhan memeluk Gevan erat. Pria itu memang sudah menganggap Gevan sebagai anaknya. "Selamat ya," ucap Istri Om Burhan. "Terima kasih, Tante." Olin tersenyum manis. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lamanya Olin mengeluarkan senyuman yang begitu lepas dan tulus. Tidak ada lagi benteng pertahanan yang ia buat. Olin bahagia karena akhirnya bisa berada di titik ini bersama

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 3: Kencan Halal

    Menjelang resepsi pernikahan, semua orang terlihat sangat sibuk. Undangan sudah mulai disebar dan tentunya itu menimbulkan banyak keterkejutan dari banyak pihak. Akhirnya seorang Gevan Prakarsa melepas masa lajangnya. Itu juga membuat banyak hati wanita —yang pernah berkencan dengan Gevan— patah hati. Terutama anak dari teman-teman Ibu Gevan yang sempat melakukan pendekatan tetapi berakhir mengecewakan. "Gue terharu," ucap Fika menatap undangan di tangannya dengan wajah ingin menangis, "Lo beneran udah nikah." Olin terkekeh melihat itu. Jangankan Fika, dirinya sendiri juga tidak percaya. Semua terjadi begitu cepat, bahkan Olin tidak tahu betapa repotnya Gevan menyiapkan acara akad nikah secara mendadak di tengah kesibukannya sebagai seorang dokter. Hingga saat ini, Olin masih mengapresiasi dan memuji apa yang Gevan lakukan. Semua itu rela ia dilakukan agar bisa mengikatnya. Itu yang Olin dengar dari mulut Gevan di malam pertama mereka. Pria itu tidak mau dirinya lari lagi.

  • My Sugar Candy   Ekstra Chapter 2: Rumah Baru

    Olin tidak akan menyangka jika kehidupannya setelah menikah akan banyak yang berubah. Beruntung perubahan itu membuatnya nyaman. Seperti saat ini, hari ini adalah tepat hari kedua ia tinggal di rumah Gevan—lebih tepatnya Ibu Gevan. Awalnya Olin kira kehidupannya akan berjalan canggung, tetapi ternyata tidak. Olin terharu saat melihat Ibu Gevan benar-benar menerimanya di rumah ini. Bahkan saat Gevan bekerja pun, Olin tidak merasa terasingkan. "Ini semua Mama yang tanem?" tanya Olin melihat kumpulan bunga di dalam pot. Saat ini mereka berada di halaman rumah. Setelah pulang dari bekerja, Olin melihat Ibu Gevan tengah menyiram tanaman. "Enggak, Mama nggak suka bunga," ucapnya terkekeh, "Tapi Papa mertua kamu suka." Olin mendekat dan mengelus bahu mertuanya, mencoba memberikan ketenangan agar suasana tidak berubah sedih. "Gimana persiapan resepsi, udah semua?" Olin mengangguk, "Udah kok, Ma. Tinggal sebar undangan aja h-7 nanti." "Bagus, Mama dapet 300 undangan kan? Temen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status