Share

MSDiaM - 03

Lylia POV

Aku melihat sesosok monster, bertubuh besar dengan rambut pendek tertata rapi. Rahang yang tegas dengan tatapan mata yang tajam seolah mengintaiku sedang duduk dengan gagah di kursi singgasananya sambil menghisap sebatang rokok. Kemeja putih ketatnya yang tidak terkancing itu semakin menampilkan lekukan bahu dan dada bidangnya. Dia memperhatikanku tapi aku sangat ketakutan untuk melihat sosoknya yang mengerikan itu. Aku menunduk.

"Aaa!" Teriakku sembari membuka mataku.

Aku kembali memimpikan monster itu. Dan itu bukan mimpi. Kehidupan baruku kini dimulai sebagai salah satu asisten masak sang monster. Aku kembali mengingat tatapan tajam kedua pria itu. Suara bariton dan aroma maskulin mereka yang menusuk hidungku, membuatku bergidik ngeri. Tak lama aku melompat dari kasur dan kepalaku terasa berat serta pengelihatanku berputar.

'Ini akibatnya kalau nangis berlebihan Lylia!' Batinku.

Kegiatanku terhenti sejenak. Selang beberapa menit kulihat jam kecil di dinding kamar menunjukkan pukul 4 pagi. Tanpa berganti pakaian, karena aku memang tidak membawa sehelai pakaianpun, aku segera berlari keluar kamar menuju arah dapur. Sesampainya di dapur beberapa orang lengkap dengan pakaian juru masaknya, tampak sibuk dengan kegiatan masing masing. Aku mencoba membaur meskipun mereka menatap heran ke arahku.

"Ayo, ayo bergerak! Kalau kalian punya waktu luang, kerjakan yang lain saja dan jangan berhenti!" Ucap seorang pria dengan setelan kemeja hitamnya.

Ah- pria yang membukakan pintu semalam!

"Halo Lylia, perkenalkan saya Harley. Senang bertemu denganmu." Sapanya menghampiriku.

"Saya ragu kamu bisa langsung bekerja hari ini, apa kamu butuh waktu istirahat sehari?" Tanyanya sambil sedikit membungkukkan badan ke arahku agar aku bisa lebih jelas mendengarkannya.

"Halo Tuan Harley, terima kasih sudah menerimaku. Aku dalam kondisi baik baik saja Tuan, hanya saja aku merasa tidak nyaman dengan pakaian yang belum terganti." Ucapku tersipu malu.

Harley tersenyum.

"Baiklah Lylia, saya akan memberitahukan Tuan Dante terlebih dahulu. Untuk sekarang, karena kamu tidak banyak membantu, alangkah baiknya kalau kamu kembali saja beristirahat di kamar. Saya akan memastikan sebelum siang nanti, kamu akan mendapatkan pakaian baru."

"Baik Tuan Harley, terima kasih." Aku menunduk lalu segera berbalik mengarah ke kamar sederhana yang kini menjadi kamar tidurku.

"Baik sekali Tuan Harley. Berbeda dengan serigala berkacamata dan monster itu." Dumelku sendiri.

  .  

  .

  .

  

  Saat aku membuka mata kulirik jam yang menunjukkan pukul 5 sore. Aku terperanjak dan melihat koper asing di kamarku. Ada secarik kertas yang menempel di depannya.

'Silahkan gunakan.' Tulisnya.

Oh? Baiklah. Ku buka koper yang ternyata penuh dengan berbagai macam kaos dan beberapa dress, handuk serta pakaian dalam dan setelan baju dapur. Sepertinya ini janji Harley. Aku mengambil beberapa lembar pakaian dan handuk lalu berlari untuk bersiap siap.

Waktu berlalu. Aku berlari menuju dapur, kulihat dapur masih dengan kondisi yang sama. Beberapa orang tampak sibuk mempersiapkan makan malam. Aku melihat sosok Harley yang juga ikut sibuk mengamati mereka satu persatu. Aku menghampirinya.

"Selamat sore Tuan Harley, apa ada yang bisa aku bantu?" Ucapku malu karena ini sudah menjelang malam dan aku baru menampakkan batang hidungku lagi.

"Oh, Lylia. Saya pikir kamu akan tertidur seharian seperti putri tidur."

*jleb* 

Sindirannya sama seperti sindiran ibuku.

"Saya dan yang lainnya sedang sibuk sekarang. Apa kamu bisa membuat kopi?" Tanyanya sambil tetap berjalan mengecek pekerjaan yang lain.

"Bisa tuan" Jawabku yakin. Ayah dan kakak dulu sering ku buatkan kopi, karena cita citaku adalah membuat cafe ku sendiri.

"Baiklah." Senyumnya.

"Sekarang pergilah ke gedung utama. Masuk dari pintu sebelah kanan, itu akan membantumu lebih cepat sampai ke minibar. Begitu sampai tolong buatkan Tuan Dante segelas kopi dan frappucino untuk Tuan Nicolas. Itu akan sangat membantuku." Terangnya sambil sedikit memberikanku senyuman.

"Baik tuan, kau bisa mengandalkanku!" Aku semakin semangat begitu melihat senyumnya.

"Aku berangkat kalau begitu, Tuan Harley!" Pamitku segera berbalik mencari gedung utama.

Aku terpaku setelah berhasil keluar dari gedung ke-dua dari tiga gedung. Gedung utama sangat besar berada di depan gedung dua dan tiga yang ukurannya hampir setengah dari gedung utama. Semalam pencahayaan kurang begitu jelas saat Kai dan Harley mengantarku ke kamar. Jadi aku tidak begitu memperhatikan kondisi sekitar.

'Luas sekali sarang monster ini!' Kagumku.

Aku tersadar dari lamunanku dan segera berlari menuju gedung utama. Beberapa orang berjas hitam berada di beberapa sudut gedung ini mulai memperhatikanku sekilas lalu berbisik kemudian. Semakin kupercepat lariku untuk menghindari tatapan aneh mereka.

'Kanan, kanan, kanan. Pintu kanannya dari arah mana ini?! Aku lupa menanyakannya!' Kuhentikan lariku.

'Kanan dari arah gedung utama atau kanan dari gedung kedua?' Aku menunjuk kedua pintu yang arahnya cukup berjauhan.

'Ah sudahlah!' Aku berlari mantap membuka pintu yang ku anggap pintu kanan gedung utama.

Perlahan ku tutup pintu sebelum berjalan seperti biasa. Tanpa kusadari ada sosok di sudut sana yang tengah memperhatikanhku. Aku berjalan menyusuri ruang demi ruang, sampai menemukan ruangan bar dengan koleksi minuman keras yang terpajang rapi dan mesin kopi yang lumayan lengkap.

'Dari segi mana bar ini disebut minibar?' Tanyaku dalam hati lalu berjalan mendekat.

Untung saja mesin kopinya hampir sama dengan milik kampusku, jadi aku masih bisa mengoperasikannya.

"Lu siapa?"

Aku tertegun mendengar suara laki laki dari balik mesin kopi. Saat aku mengintip, tampak seorang laki laki yang masih muda berpakaian santai namun rapi masih dengan tubuh besar berototnya.

'Apa semua laki laki disini mempunyai badan sebesar gorilla?' Batinku.

Dia tampak semakin memperhatikanku. Karena sadar di perhatikan, aku menghentikan kegiatanku lalu berjalan keluar bar lalu menghadapnya. Menunduk sesaat untuk memberikan salam.

"Halo, namaku Lylia. Mulai sekarang aku akan bekerja di sini. Mohon bimbingannya tuan—" Kata kataku terputus saat aku melihatnya.

"Nicholas. Panggil gue Nico." Jawabnya sembari menyimpan kedua tangannya ke kantong celana pendek yang sedang ia gunakan.

"Sejak kapan lu kerja di sini? Setau gue, Bokap nggak akan mempekerjakan anak di bawah umur begini."

"Hah? Tidak Tuan Nico. Saya sudah cukup umur untuk bisa bekerja. Meskipun sekarang sebenarnya saya masih kuliah dan sekarang saya bekerja untuk melunas—" Bayangan keluargaku melintas di otakku.

Aku terdiam. Mataku yang menatap Nico mulai terasa berat dengan air yang menggenang di pelupuk mataku dan siap ku jatuhkan. Kutahan dengan mencengkram sisi celanaku dengan kuat.

"Hey, Sans. Apapun alasannya gue nggak peduli. Setidaknya kita seumuran. Gue juga masih kuliah kok. Jadi panggil gue Kakak aja dari pada Tuan. Gimana Ly?" Ucapnya dengan senyuman santainya.

"Di sini nggak ada yang seumuran gue, pada Om-Om dan Tante-Tante semua. Setidaknya dengan adanya lu, minimal gue ngerasa ada teman seumuranlah. Biar lu juga nggak cepet jadi tua karena kelamaan bergaul sama mereka." Tawanya renyah.

Tersimpan niat baik di setiap kata katanya menurutku.

"Baik, Kak Nico." Ucapku sambil tersenyum.

Kakak...

"Ya udah, lu lanjutin gih bikin kopinya. Gue temenin sambil ngobrol ya." Nico menarik kursi minibar kemudian duduk di atasnya. Aku yang melihatnya kemudian berjalan masuk kembali melanjutkan kegiatanku tentunya di temani 'Kak' Nico. Setidaknya aku menemukan sosok yang bercahaya di sarang monster yang suram ini.

  

  Lylia POV END

  ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status