Lylia POV
Aku melihat sesosok monster, bertubuh besar dengan rambut pendek tertata rapi. Rahang yang tegas dengan tatapan mata yang tajam seolah mengintaiku sedang duduk dengan gagah di kursi singgasananya sambil menghisap sebatang rokok. Kemeja putih ketatnya yang tidak terkancing itu semakin menampilkan lekukan bahu dan dada bidangnya. Dia memperhatikanku tapi aku sangat ketakutan untuk melihat sosoknya yang mengerikan itu. Aku menunduk.
"Aaa!" Teriakku sembari membuka mataku.
Aku kembali memimpikan monster itu. Dan itu bukan mimpi. Kehidupan baruku kini dimulai sebagai salah satu asisten masak sang monster. Aku kembali mengingat tatapan tajam kedua pria itu. Suara bariton dan aroma maskulin mereka yang menusuk hidungku, membuatku bergidik ngeri. Tak lama aku melompat dari kasur dan kepalaku terasa berat serta pengelihatanku berputar.
'Ini akibatnya kalau nangis berlebihan Lylia!' Batinku.
Kegiatanku terhenti sejenak. Selang beberapa menit kulihat jam kecil di dinding kamar menunjukkan pukul 4 pagi. Tanpa berganti pakaian, karena aku memang tidak membawa sehelai pakaianpun, aku segera berlari keluar kamar menuju arah dapur. Sesampainya di dapur beberapa orang lengkap dengan pakaian juru masaknya, tampak sibuk dengan kegiatan masing masing. Aku mencoba membaur meskipun mereka menatap heran ke arahku.
"Ayo, ayo bergerak! Kalau kalian punya waktu luang, kerjakan yang lain saja dan jangan berhenti!" Ucap seorang pria dengan setelan kemeja hitamnya.
Ah- pria yang membukakan pintu semalam!
"Halo Lylia, perkenalkan saya Harley. Senang bertemu denganmu." Sapanya menghampiriku.
"Saya ragu kamu bisa langsung bekerja hari ini, apa kamu butuh waktu istirahat sehari?" Tanyanya sambil sedikit membungkukkan badan ke arahku agar aku bisa lebih jelas mendengarkannya.
"Halo Tuan Harley, terima kasih sudah menerimaku. Aku dalam kondisi baik baik saja Tuan, hanya saja aku merasa tidak nyaman dengan pakaian yang belum terganti." Ucapku tersipu malu.
Harley tersenyum.
"Baiklah Lylia, saya akan memberitahukan Tuan Dante terlebih dahulu. Untuk sekarang, karena kamu tidak banyak membantu, alangkah baiknya kalau kamu kembali saja beristirahat di kamar. Saya akan memastikan sebelum siang nanti, kamu akan mendapatkan pakaian baru."
"Baik Tuan Harley, terima kasih." Aku menunduk lalu segera berbalik mengarah ke kamar sederhana yang kini menjadi kamar tidurku.
"Baik sekali Tuan Harley. Berbeda dengan serigala berkacamata dan monster itu." Dumelku sendiri.
.
.
.
Saat aku membuka mata kulirik jam yang menunjukkan pukul 5 sore. Aku terperanjak dan melihat koper asing di kamarku. Ada secarik kertas yang menempel di depannya.
'Silahkan gunakan.' Tulisnya.
Oh? Baiklah. Ku buka koper yang ternyata penuh dengan berbagai macam kaos dan beberapa dress, handuk serta pakaian dalam dan setelan baju dapur. Sepertinya ini janji Harley. Aku mengambil beberapa lembar pakaian dan handuk lalu berlari untuk bersiap siap.
Waktu berlalu. Aku berlari menuju dapur, kulihat dapur masih dengan kondisi yang sama. Beberapa orang tampak sibuk mempersiapkan makan malam. Aku melihat sosok Harley yang juga ikut sibuk mengamati mereka satu persatu. Aku menghampirinya.
"Selamat sore Tuan Harley, apa ada yang bisa aku bantu?" Ucapku malu karena ini sudah menjelang malam dan aku baru menampakkan batang hidungku lagi.
"Oh, Lylia. Saya pikir kamu akan tertidur seharian seperti putri tidur."
*jleb*
Sindirannya sama seperti sindiran ibuku.
"Saya dan yang lainnya sedang sibuk sekarang. Apa kamu bisa membuat kopi?" Tanyanya sambil tetap berjalan mengecek pekerjaan yang lain.
"Bisa tuan" Jawabku yakin. Ayah dan kakak dulu sering ku buatkan kopi, karena cita citaku adalah membuat cafe ku sendiri.
"Baiklah." Senyumnya.
"Sekarang pergilah ke gedung utama. Masuk dari pintu sebelah kanan, itu akan membantumu lebih cepat sampai ke minibar. Begitu sampai tolong buatkan Tuan Dante segelas kopi dan frappucino untuk Tuan Nicolas. Itu akan sangat membantuku." Terangnya sambil sedikit memberikanku senyuman.
"Baik tuan, kau bisa mengandalkanku!" Aku semakin semangat begitu melihat senyumnya.
"Aku berangkat kalau begitu, Tuan Harley!" Pamitku segera berbalik mencari gedung utama.
Aku terpaku setelah berhasil keluar dari gedung ke-dua dari tiga gedung. Gedung utama sangat besar berada di depan gedung dua dan tiga yang ukurannya hampir setengah dari gedung utama. Semalam pencahayaan kurang begitu jelas saat Kai dan Harley mengantarku ke kamar. Jadi aku tidak begitu memperhatikan kondisi sekitar.
'Luas sekali sarang monster ini!' Kagumku.
Aku tersadar dari lamunanku dan segera berlari menuju gedung utama. Beberapa orang berjas hitam berada di beberapa sudut gedung ini mulai memperhatikanku sekilas lalu berbisik kemudian. Semakin kupercepat lariku untuk menghindari tatapan aneh mereka.
'Kanan, kanan, kanan. Pintu kanannya dari arah mana ini?! Aku lupa menanyakannya!' Kuhentikan lariku.
'Kanan dari arah gedung utama atau kanan dari gedung kedua?' Aku menunjuk kedua pintu yang arahnya cukup berjauhan.
'Ah sudahlah!' Aku berlari mantap membuka pintu yang ku anggap pintu kanan gedung utama.
Perlahan ku tutup pintu sebelum berjalan seperti biasa. Tanpa kusadari ada sosok di sudut sana yang tengah memperhatikanhku. Aku berjalan menyusuri ruang demi ruang, sampai menemukan ruangan bar dengan koleksi minuman keras yang terpajang rapi dan mesin kopi yang lumayan lengkap.
'Dari segi mana bar ini disebut minibar?' Tanyaku dalam hati lalu berjalan mendekat.
Untung saja mesin kopinya hampir sama dengan milik kampusku, jadi aku masih bisa mengoperasikannya.
"Lu siapa?"
Aku tertegun mendengar suara laki laki dari balik mesin kopi. Saat aku mengintip, tampak seorang laki laki yang masih muda berpakaian santai namun rapi masih dengan tubuh besar berototnya.
'Apa semua laki laki disini mempunyai badan sebesar gorilla?' Batinku.
Dia tampak semakin memperhatikanku. Karena sadar di perhatikan, aku menghentikan kegiatanku lalu berjalan keluar bar lalu menghadapnya. Menunduk sesaat untuk memberikan salam.
"Halo, namaku Lylia. Mulai sekarang aku akan bekerja di sini. Mohon bimbingannya tuan—" Kata kataku terputus saat aku melihatnya.
"Nicholas. Panggil gue Nico." Jawabnya sembari menyimpan kedua tangannya ke kantong celana pendek yang sedang ia gunakan.
"Sejak kapan lu kerja di sini? Setau gue, Bokap nggak akan mempekerjakan anak di bawah umur begini."
"Hah? Tidak Tuan Nico. Saya sudah cukup umur untuk bisa bekerja. Meskipun sekarang sebenarnya saya masih kuliah dan sekarang saya bekerja untuk melunas—" Bayangan keluargaku melintas di otakku.
Aku terdiam. Mataku yang menatap Nico mulai terasa berat dengan air yang menggenang di pelupuk mataku dan siap ku jatuhkan. Kutahan dengan mencengkram sisi celanaku dengan kuat.
"Hey, Sans. Apapun alasannya gue nggak peduli. Setidaknya kita seumuran. Gue juga masih kuliah kok. Jadi panggil gue Kakak aja dari pada Tuan. Gimana Ly?" Ucapnya dengan senyuman santainya.
"Di sini nggak ada yang seumuran gue, pada Om-Om dan Tante-Tante semua. Setidaknya dengan adanya lu, minimal gue ngerasa ada teman seumuranlah. Biar lu juga nggak cepet jadi tua karena kelamaan bergaul sama mereka." Tawanya renyah.
Tersimpan niat baik di setiap kata katanya menurutku.
"Baik, Kak Nico." Ucapku sambil tersenyum.
Kakak...
"Ya udah, lu lanjutin gih bikin kopinya. Gue temenin sambil ngobrol ya." Nico menarik kursi minibar kemudian duduk di atasnya. Aku yang melihatnya kemudian berjalan masuk kembali melanjutkan kegiatanku tentunya di temani 'Kak' Nico. Setidaknya aku menemukan sosok yang bercahaya di sarang monster yang suram ini.
Lylia POV END
***Lylia POVTok.Tok. "Masuk!""Dad, aku membawakan kopi untukmu." Nico melangkah masuk dengan santai ke dalam ruang kerja Ayahnya."Pe-permisi Tuan." Bisikku.Sontak sang monster melirikku yang berjalan di belakang anaknya sembari membawa secangkir kopi hitam. Begitu pula dengan Kai dan dua orang asing yang sedang duduk di ruangan itu."Silahkan, Tuan." Aku menyimpan secangkir kopi di meja kerjanya lalu berjalan mundur menunggu perintah selanjutnya."Cobalah Dad, kau akan menyukainya." Nico mencoba menenangkanku dengan ucapannya.Dante hanya mendengus mendengar ucapan anaknya, lalu mengambil dan menyeruput kopi itu perlahan."Not bad. Good job, Ly. From now on, make a cup of coffee for me." Ucapnya saat menyimpan kembali cangkir kopi itu di tempatnya."See? Nilainya tertinggi di kelas Dad, jadi wajar. Akhirnya kita punya barista sekarang, j
Author POV"Ly, tunggu!" Teriak Nico menyampiri Lylia."Maafin Mommy gue ya. Dia memang agak sedikit kasar. Tapi sebenarnya maksud ucapannya tidak beg—"Tes.Lylia kembali meneteskan air mata yang ia tampung dengan sekuat tenaga. Nico yang melihat itu kemudian mencengkram bahu dan menarik dagu Lylia untuk mengadah keatas menatapnya. Ekspresinya tampak kasihan melihat gadis yang masih menahan tangis itu. Di sikapinya kedua pelupuk mata Lylia dengan jarinya agar air mata yang tertampung itu menetes dan tidak menganggu pengelihatan gadis itu."I'm so sorry, Ly. Maafin nyokap gue. Pertemuan pertama kita yang awalnya baik baik saja jadi jelek begini. Mommy memang suka ngerusak suasana." Khawatirnya sembari mengusap pucuk rambut Lylia."Udah dong. Senyum-senyum! Lu lucu tau kalau lagi senyum gitu." Canda Nico melepas cengkramannya."Maaf Kak Nico, sepertinya aku s
Author POVMatahari pagi menyapa Lylia ketika ia telah menyelesaikan seluruh kegitannya di dapur. Ia mendapatkan waktu beristirahat sejenak atas izin Harley. Lylia kemudian keluar dari dapur dan berjalan menuju ke taman yang posisinya berada di tengah isana ini untuk menikmati indahnya bunga yang tumbuh dengan indah dan rapi saat seorang pria tua yang sedang kesusahan mengangkat tumpukan bunga mawar menyela perhatiannya."Aku bantu ya, Pak." Ucapnya."Eh, Neng. Nggak usah, Neng. Nanti mengganggu waktu kerjanya." Ucap lelaki tua yang Lylia yakini sebagai tukang kebun."Nggak kok, Pak. Ini lagi istirahat juga." Lylia mulai berjongkok membantu mengangkat ikat demi ikat bunga mawar."Oh gitu. Makasih ya, Neng. Hati-hati masih banyak durinya." Ucapnya.Sadar akan hal itu Lylia mulai mengangkat tumpukan mawar ke dalam ember yang berisi air segar dengan sangat hati hati."Banyak banget manen bunganya? Mau bikin acar
Author POV"Baiklah, saya mengerti." Angguk Harley mendengarkan dengan seksama penjelasan dari Lylia."Kamu bisa menggunakan dapur sekarang. Aku akan mencari Kepala Chef untuk mengawasimu." Ucap Harley berjalan meninggalkan Lylia."Terima kasih, Tuan Harley." Balas Lylia dengan matanya yang berbinar lalu segera berlari ke arah gudang penyimpanan untuk mencari bahan dasar pembuatan dessert-nya.Ia benar-benar bersemangat membuktikan bahwa dia tidak seperti dengan apa yang Alicia bayangkan. Ia bukan anak yang selalu dimanja oleh keluarganya meski ia lahir di keluarga yang sangat berkecukupan. Ia merasa mampu dan berhak untuk tinggal di istana ini, demi kelangsungan hidupnya dan membayar hutang kedua orang tuanya. Tak berselang lama Kepala Chef datang dan mulai memperhatikan gerak gerik Lylia dari dekat saat membuat dessert.'Serasa ujian praktek! Jangan gugup. Jangan gugup.'
Author POV"Sugar Baby?" Tanya Dante mengangkat alisnya tidak mengerti."Iya! Sugar Baby? Seorang wanita muda di luar sana yang siap melayanimu setiap kau butuh, tanpa harus berbagi dengan pria lain. Kau hanya perlu membiayai kehidupannya dan dia akan memberikanmu perasaan manis itu! Tanpa adanya rasa cinta dan hanya kontrak saja. Dia akan jadi milikmu seorang! Itu kan yang kau mau?" Jelas Bobby sembari meneguk minuman kerasnya.Dante terdiam kembali. Kepalanya makin pusing mendengar penjelasan sahabatnya. Dia hanya mengangkat bahunya tanda tidak yakin karena dirinya sendiripun masih bimbang dengan keputusannya untuk mengkhianati pernikahannya yang sudah dia pertahankan selama 23 Tahun ini. Tapi jauh di lubuk hatinya, monster ini merasakan kesepian yang sangat mencekik. Tidak pernah sekalipun dia membagi penderitaannya kepada orang lain. Hanya Bobby yang paham dengan apa yang di butuhkan sahabatnya ini."Ya sudah, aku pu
Author POV"Kau gila Dante!" Pekik Bobby setelah mendengar penjelasan dari Dante."Mana aku tau kalau kau berteman akrab dengan Dexter, Bob." Balas santai Dante."Aku mengenal anak itu sejak dia masih SMP, dan sekarang sebentar lagi dia lulus kuliah. Memang benar sesekali aku memanjakan anak manis itu. Tapi aku bahkan tidak tau kalau Dexter membawa lari uangmu." Ucap Bobby.Dante hanya menghisap rokoknya, mereka berdiri tepat di depan pintu utama."Aku saja yang merawatnya bagaimana? Aku sudah memperhatikan pertumbuhannya sejak dulu jadi aku merasa dia seperti keponakanku sendiri. Kalau Dexter bisa membesarkannya seperti anak kandung sendiri, seharusnya aku juga bisa." Racau Bobby."Apa?!" Lirik Dante."Lylia, gadis itu bukan anak kandung Dexter. Dia bahkan tidak memiliki darah keluarga Prozky sama sekali. Tetapi Dexter dan Christine membesarkannya seperti anak kandung mereka sendiri." Jelas Bobby."La
⚠️be wise⚠️ ⚠️the scenes going to be 18+⚠️ Dante POV "Aku mau melihat salah satu kakinya ada di meja kerjaku besok!" Perintahku sembari mematikan telepon. Rasanya geram sekali mendengar salah satu rekan kerjaku berusaha untuk berkhianat. Sama seperti Dexter, Ayah dari gadis yang kupekerjakan di rumah ini. Ingin sekali aku memotong salah satu jari tangannya untuk memperingatkannya agar tidak bermain main dengan kepercayaanku. "Carikan aku info mengenai pengkhianat itu,Victor. Siapa saja keluarganya dan partner bisnisnya yang lain. Pergi!" Titahku. "Baik, Tuan." Victor pergi meninggalkanku sendirian di ruang kerja. Aku kehilangan fokus kerja. Ku bakar sebatang rokok dan mulai memejamkan mata. Rasanya lelah sekali. Tok. Tok. "Hai Dad, aku mau pergi clubbing
Lylia POV'Apa yang barusan itu?' Aku terduduk setelah nafasku kembali normal."Aku baru saja di serang oleh monster!" Jeritku pelan.Aku menyentuh bibirku yang basah.'Seumur umur aku hanya menonton adegan itu di film dan barusan aku merasakannya bersama si monster!' Batinku.Aku menjambak rambutku.'Apa aku akan di bunuh kalau menentangnya? Monster itu kan tidak suka di tentang!' Panikku.'Apa yang harus aku lakukan? Aku harap dia tidak melakukannya lagi! Aku tidak mau di bunuh.' Aku lemas seketika.Aku yang bergidik ngeri tidak ingin terlalu larut dalam ketakutanku, segera kubersihkan kekacauan yang berserakan di lantai marmer akibat ulahku sendiri. Dan berlari kembali ke dapur."Disitu kamu rupanya, Lylia!" Teriak Harley saat melihatku."Ada apa Tuan Harley? Aku baru saja membuat kopi untuk Tuan Dante." Jawabku."Maaf aku terlalu sibuk