Share

Bab 5 Jeritan Hati Amilie

Theo kembali menghentikan langkah kakinya begitu teringat Amilie yang baru saja bangun dari pingsan dalam keadaan tubuh basah kuyup itu.

Ia mengambil handuk tebal berwarna putih dengan ukuran jumbo dan kembali pada Amilie yang masih terdiam di samping kolam karena pergelangan kakinya yang terasa sakit akibat mengenakan sepatu hak tinggi yang membuatnya tergelincir ke dalam kolam.

"Ahh, sakit sekali ...!" Amilie meringis kesakitan sembari memijat kaki.

Dari belakang, Theo menutup tubuh Amilie dengan handuk tadi dan memangkunya pergi masuk ke dalam rumah.

Tubuh Amilie terhenyak begitu handuk itu ada di punggungnya. Terlebih lagi saat Theo memangkunya secara tiba-tiba. Meski Theo sudah menjadi suaminya, tetapi ia masih merasa gugup.

"K-kak Theo, kenapa balik lagi?" tanya Amilie terbata-bata.

Namun, saat itu Theo tidak menyahutnya. Ia terus berjalan lurus menuju pintu. Sampai akhirnya mereka berada di depan pintu. Perlahan, Theo membuka pintu kaca itu dan membawanya masuk.

"Mandilah dengan air hangat, agar tidak sakit!" Theo menurunkan Amilie dari pangkuannya.

Amilie terdiam, ia masih tidak menyangka bahwa Theo bisa seperhatian itu kepada dirinya. Padahal, sebelumnya ia hanya mengenal Theo sebagai sosok yang cuek dan dingin. Tak pernah bertegur sapa dan jika berbicara pun hanya seperlunya saja.

Theo menjentikkan jari di depan wajah Amilie. "Jangan melamun. Mandilah, air hangatnya sudah siap!"

Sontak Amilie mengedipkan mata ketika jentikkan jari itu membuatnya bangkit dari lamunan tersebut.

"Ah, iya," sahut Amilie refleks.

Amilie mencoba bangkit dari sofa. Tetapi, saat itu kakinya masih terasa sakit. 'Apa kakiku sakit karena tadi?'

"Kamu mau ke mana lagi?"

Saat itu Theo tidak tega melihat kondisi Amilie yang agak kesulitan berjalan. Tetapi, Amilie tetap memaksakan diri untuk berjalan.

"Ponselku jatuh ke kolam, aku harus mengambilnya," sahut Amilie sembari berusaha berjalan meski tertatih-tatih.

Namun, tiba-tiba saja Amilie merasa mual. Ini membuatnya semakin tidak nyaman. Ia mencoba menutup mulutnya saat mual itu semakin menjadi-jadi. Tetapi, itu sia-sia.

"Aku harus ke toilet."

Amilie terus berjalan meski kakinya terasa sakit. Tetapi, beberapa saat kemudian Amilie kembali untuk menanyakan sesuatu kepada Theo.

"Kenapa kembali lagi?"

"Di mana toiletnya?" balas Amilie dengan sebuah pertanyaan.

'Apa dia mual-mual karena masuk angin?'

"Kamu pasti masuk angin. Ayo, aku akan membantumu!"

Theo pun memangku Amilie untuk kemudian ia bawa ke dalam sebuah kamar di rumah itu.

"Kamu mau membawaku ke mana?" Amilie berontak, mencoba melepaskan diri dari Theo.

Akan tetapi, Theo tidak mau melepaskan Amilie sebelum sampai di kamar.

Selepas sampai di kamar, Amilie melihat ke sebuah pintu lain yang mana ia pikir itu adalah kamar mandi. Ia pun berjalan ke sana dan langsung masuk ke dalamnya.

"Aku sudah tidak tahan," ucap Amilie dan kemudian muntah di closet.

"Mandilah dan setelah itu ganti bajumu dengan yang lebih hangat!"

Amilie menatap wajahnya, melihat pantulan diri yang ada di cermin tersebut. Air mata tiba-tiba mengucur deras, ia menutup mulut mencoba membungkam suara tangisannya. Tetapi, hal itu begitu sulit ia lakukan. Sehingga, membuatnya dengan sengaja menyalakan keran untuk menyamarkan tangisannya tersebut.

Jeritan hati itu mengantarkan air mata yang sulit sekali ia bendung. Amilie masih tidak menyangka bahwa Stephen menghancurkan mimpinya yang ia bangun. Kejadian hari ini masih sulit sekali ia percaya. Namun jika melihat ke belakang, mungkin inilah yang telah ditakdirkan semesta untuknya.

"Aarghhh ...!" jerit Amilie yang mulai lepas kendali karena terlewat kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status