"Wanita yang layak kamu pilih: Lihatlah bagaimana dia menjaga malunya, bagaimana ia menutup auratnya tatkala lengannya tersingkap ia akan merasa khawatir ada yang melihatnya. Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia."
----------
Alfizam Dinnar Agustaf
Malam minggu kali ini aku nggak bisa out bereng teman-teman ku, kalau biasanya malam minggu aku menghabiskan waktu buat ngumpul di rumah sahabat-sahabatku atau traveling bareng bang Helga. alam minggu kali ini aku dan Alvaro harus stay at home buat dengenrin curhatan mama. Udah satu minggu mama tinggal di Indonesia dan selama satu minggu pula akuk dan Varo nggak bisa pulang ataupun keluar malem. Selama satu minggu ini aku juga nggak bisa nongkrong bareng bang Helga, biasanya sepulang dari kantor aku sama bang Helga sering main ke bengkelnya Rendy tapi semenjak adiknya bang Helga pulang, dia jadi sering nemenin adiknya. Aku belum pernah bertemu sama adiknya bang Helga walaupun aku sudah dekat dengan keluarganya sejak aku masih dalam kandungan, meskipun bang Helga nggak pernah cerita tentang adiknya tapi mama sering cerita karena dia juga tinggal di Singapura.
Saat ini aku, Varo dan mama sedang makan malam di rumah, sedangkan papa entahlah kayaknya papa lebih betah di rumahnya om Diga dari pada di rumah. Padahal baru tadi pagi papa tiba di Indonesia dan sudah sejak siang tadi papa ke rumah om Diga sampai sekarang belum pulang. Setelah makan malam, kami ngobrol-ngobrol di dapur sambil beres-beres dapur, karena bi Sarah sedang pulang ke Cirbon.
“Tadi tante Emilia ke sini lho kak”. Mama mengawali obrolan kali ini.
“Tante Emilia yang mana ya ma?” Aku bertanya sama mama, karena memang aku nggak tau siapa itu tante Emilia.
“Masak kamu nggak tau sih, tante Emilia istrinya om Efendi rektor di Universitas kita,” Jelas mama.
“Oh tante Emilia itu.” Sahutku.
“Iya, dia ke sini ingin megeratkan silaturahim keluarga kita.” Ujar mama.
“Maksud mama apa?”
“Dia mau menjodohkan anaknya dengan kamu.” Hobi banget deh si mama, kalau soal begituan.
“Maksud mama sama Bella?”. Aku kaget saat mama bilang menjodohkan, apalagi aku sangat tau siapa anaknya om Efendi.
“Dinnar setuju nggak?” Tanya mama, meminta pesetujuanku.
“Alah mama, kenapa sih kalau pulang pasti pengen jodohin Dinnar sama anaknya teman-teman mama, apa lagi anak teman-teman mama itu nggak ada yang beres.” Protesku yang hafal dengan kelakuan mama.
“Nggak beres gimana maksud kamu?”. Mama bertanya mengenai maksud perkataan ku barusan.
Aku mulai cerita ke mama tentang anak teman-teman mama yang pernah mama jodohin tapi selalu aku tolak. Mulai dari Jasmin yang suka pakai baju kurang bahan sampai Sharly yang tebal makeup-nya 3 inci, apalagi kali ini Bella yang menurut ku paket komplit udah bajunya sering kekurangan bahan ditambah tebal makeup-nya lebih dari 3 inci. Aku lihat mama hanya geleng-geleng kepala mendengar cerita ku.
“Terus perempuan seperti apa yang kamu inginkan?”. Mama duduk di hadapan ku, dengan membawa segelas air putih.
Aku berfikir sejenak dan terlintas bayangan gadis yang bertemu di rumah sakit seminggu yang lalu, gadis yang menarik hati ku buat memilikinya. Entah selama ini aku nggak tertarik sama cewek padahal sahabat-sahabat ku bisa dibilang ceweknya ada dimana-mana bahkan adikku si Varo mantanya gak bisa dihitung dengan jari.
Aku selalu belajar dari bang Helga, dia nggak pernah main-main sama perempuan bahkan dekat dengan perempuan saja nggak pernah kecuali rekan bisnis, katanya sih dia nggak pengen nyakitin perempuan karena dia juga punya adik perempuan takut kena karma. Walaupun aku nggak punya adik perempuan tapi suatu saat kalau aku punya anak perempuan, aku nggak pengen anak ku kena karma atas perbuatan ku saat muda.
“Cantik,humble, pandai jaga diri, nggak tebal makeup dan yang pasti tidak pernah pakai baju kekurangan bahan”. Aku jelasin ke mama perempuan yang aku inginkan untuk menemaniku kelak.
“Wait, kayaknya gue tau deh perempuan yang lo maksud, perempuan yang di……..”. Sebelum Varo menyelesaikan ucapanya aku jitak kepalanya.
Pletakkkk…
“Awwww… Sakit bego.” Varo berteriak ke sakitan sambil memegangi kepalanya yang sakit akibat jitakan gue.
“Dinnar, nggak boleh gitu dong sama adek kamu.” Protes mama yang ngebelain putra kesayangannya.
“Abis dia brisik sih ma.” Aku tersenyum melihat Varo kesakitan.
“Varo tadi kamu mau bilang apa soal perempuan apa tadi..?”. Mama terlihat penasaran dengan ucapan Varo yang terputus barusan.
Aku melirik ke arah Varo memberi isyarat supaya Varo tidak buka mulut dan aku yakin Varo paham akan makna lirikan ku.
“Alvaro.” Mama memanggil Varo yang diam enggan memberikan penjelasan kepada mama.
“Eh nggak kok ma, bukan siapa-siapa.” Varo melirik ku kesal.
“Ada yang kalian rahasiain dari mama.” Mama melihat ku dan Varo bergantian.
“Nggak lah ma, nggak ada main rahasia-rahasian kalo sama mama tersayang.” Varo merayu mama supaya dia nggak kepo lagi tentang perempuan itu.
Saat Varo berusaha mengalihkan pembicaraan mengenai perempuan itu, tiba-tiba papa masuk ke dapur melewati tangga.
“Lagi asyik ngomongin apa sih?” Ujar papa duduk di samping mama.
“Ini lho pa, tadi kan temen mama ke sini.”Mama menjawab pertanyaan papa.
“Temen mama yang mana lagi?” Papa mengerutkan dahinya penasaran.
“Itu lho pa si Emilia, dia pengen menjodohkan anaknya sama Dinnar.” Ujar mama to the point.
“Emilia istrinya Effendi?” Tanya papa memastikan.
“Iya.” Jawab mama singkat.
“Terus jawaban Dinnar gimana?” Papa melihat ke arah ku meminta jawaban.
“Ya jelas nggak mau lah pa.” Sebelum aku dan mama yang menjawab, Varo lebih dulu menjawab.
“Bagus deh.” Dengan tersenyum lega papa menjawab singkat.
“Lho kok bagus sih pa?” Tanya Varo heran.
“Jadi gina, tadi papa sama bang Diga udah ngobrol banyak dan kita sepakat ingin jodohin Kanaya sama Dinnar”
“WHAT….” Mama berteriak kaget mendengar ucapan papa.
“Hah..?” Aku dan Varo tidak kalah kaget, pasalnya om Diga yang satu minggu ini sibuk menolak lamaran putrinya dari anak rekan-rekan bisnisnya justru mau menjodohkan putrinya dengan ku.
“Whay..?” Ujar papa santai.
“No pa, mama don’t agree, you know pa bla…bla….” Ujar mama panjang lebar, yang intinya mama nggak setuju dengan perjodohan ini.
Aku dan Varo hanya menganga melihat mama berbicara panjang lebar tentang anak om Diga. Aku heran deh sama mama sebenarnya yang anaknya mama itu aku apa si anaknya om Diga, pasalnya mama tau semua tentang Kanaya. Aku lihat papa hanya diem aja dan memilih mendenggarkan ocehan mama.
“Papa bercanda ya mau jodohin Dinnar sama anaknya om Diga , dia itu udah lulus S2 dan usianya juga udah 25 tahun terpaut hampir 5 tahun sama Dinnar pa, masak iya seorang Alfizam Dinar Agustaf nikah sama tante -tante, entar dikira Dinnar simpanan tante-tante.” Protesku disela mama yang ngoceh nggak berhenti-berhenti.
“Dinnar Agustaf, kamu bilang Kanaya tante-tante mama gantung kamu dipohon mangga depan rumah.” Mama marah karena aku bilang anaknya om Diga tante-tante, alay banget deh mama.
“Wihh ngeri deh ma.” Varo bergedik ngeri mendengar ucapan mama, apa lagi aku.
“Papa nggak bercanda, pokoknya besok malem kita makan malam di rumah om Diga, masalah kamu mau menerima atau nggaknya perjodohan ini terserah kamu, yang penting coba dulu Ok!” Ujar papa, dan aku berfikir sejenak untuk mengambil keputusan.
“Ok, tapi kalo aku nggak sesuai, aku boleh kan pa menolak perjodohan ini.” Aku setuju ajakan papa buat makan malam di rumah om Diga, seenggaknya buat menghargai om Diga dan keluarga.
“Tapi pa….” Mama ingin berbicara tapi sudah di potong sama papa terlebih dahulu.
“Udah mama nggak usah banyak bicara, sekarang ikut papa aja.” Papa menarik mama supaya mengikutinya.
“Bang, lo yakin mau menerima perjodohan ini?” Tanya Varo ragu-ragu.
“Entahlah, gue bingung.” Jawabku
“Gue tau bang, lo masih kepikiran perempuan yang nabrak lo di rumah sakit itu kan?”
Aku hanya tersenyum, karena jujur aku masih teringat-ingat perempuan itu, tapi mau gimana lagi aku nggak tau siapa dia bahkan namanya saja aku nggak tau.
“Lo jalanin dulu aja bang, kalo lo nolak pasti papa sama om Diga pasti ngertiin lo.” Ujar Varo mencoba menenangkan.
“Ya udah yuk kita ke atas.” Aku mengajak Varo ke kamar ku, kamar ku berada di lantai empat sedang kamar varo di lantai tiga.
Bersambung……
“Ujian itu hadir dengan tujuan menuntut mereka menuju kesempurnaan diri dan kesempurnaan kenikmatan-Nya. Jangan buru-buru mencela musibah yang Allah berikan, yakinlah ketetapan Allah adalah yang terbaik.”---------- Bila ada satu hal pasti yang harus Kanaya yakini dari kehidupan, maka itu adalah bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Pada akhirnya, hanya Tuhan dan suaminya serta kedua putranya tempat berpegang. Suaminya lah yang membuat kakinya bisa kuat untuk berdiri, sedangkan kedua putranya yang menjadi alasan Kanaya untuk tetap sabar dan ikhlas menerima cobaan. Dan tentu ia harus sangat teramat sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menakdirkan dirinya memiliki mereka, suami dan kedua putra hebatnya. Perjalanan hidup manusia tidak selalu sesuia har
Note: Next part adalah part penutup yaJ.“Karena memang kehidupan itu penuh dengan cobaan, ya. Bahkan selama kita masih hidup, cobaan tidak akan pernah berhenti menghampiri. Kuncinya Cuma sabar, sabar dan sabar hingga sampai ke titik ikhlas dimana kita yakin dan percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita. Semua pasti ada solusinya, semua pasti ada jalanya.”----------Namanya kehidupan pasti tidak terlepas dengan cobaan dan ujian kehidupan. Pada hakikatnya manusia tidak diuji di luar batas kemampuannya. Bagi mereka yang mampu mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang ada dan selalu bersyukur, maka akan mampu melewati ujian-ujian kehidupan ke depannnya. Yakin bahwa setiap ujian adalah cara Tuhan untuk mendewasakan kita, terlebih semua ujian hidup ini tak ada yang abadi.Dinnar dan Kanaya mencoba melewati ujian terberat dalam rumah tangganya dengan sabar dan iklas. Kehilangan je
WARNING!!. Part ini mengandung adekan yang bikin panas dingin, bijak dalam membaca yang tidak berkenan bisa abaikan. Sebenarnya ini gabungan part sebelumnya, tapi karena kalau aku jadiin satu part, katanya kebanyakan jadi lebih baik aku jadiin dua part.“ Dalam kehidupan berumah tangga, pertengkaran menjadi salah satu badai yang akan menerpa bahkan mungkin sering. Dan bercinta mungkin bisa menjadi salah satu cara dimana pasangan akan berbagi perasaan untuk menyelesaikan masalah, dan bercinta seolah menjadi pelangi di akhir badai. Mungkin bukan diakhir badai, tapi di sela badai yang belum kunjung usai.”---------- Perlahan Dinnar meletakkan Kanaya di atas ranjang, keduanya berhimpit tanpa jarak. Mungkin karena rindu akan sentuhan membuat keduanya tidak ingin melepaskan pangutan, hingga Kanaya perlahan yang melepas
“Mawaddah dalam rumah tangga akan tercipta saat suami dan istri mampu saling menguatkan. Dan rumah tangga akan menjadi bahagia saat cinta yang di bangun tidak bercampur dengan ke egoisan.”----------Dinnar melangkah memasuki rumah mewahnya, ia sedikit bersemangat. Menginggat ada kabar baik mengenai putrinya, semoga dengan kabar ini istrinya bisa kembali semangat menjalani hidup.Dinnar segera menuju kamarya, ketika melewati kamar putra kembarnya, ia mendengar isakan kedua putra kembarnya. Dinnar segera masuk, khawatir dengan keadaan Afnan dan Aflah.Terlihat di ranjang masing-masing mereka kompak menelungkup menyembunyian wajahnya di bawah bantal dengan isak tangis menyedihkan. “Abang, adek?” Afnan yang mendengar panggilan sang ayah mengangkat bantal yang menutupi kepalanya dan segera menghapus air mata yang masih tersisa. Sementara Aflah ia masih setia dengan isakkanya.Melihat putra bungsunya masih
*Alurnya dipercepat ya, bancanya pelan-pelan saja!*“Setegas dan setegar apapun seorang Ayah, ia akan bersedih bahkan tidak akan merasa malu untuk menangis ketika ia harus kehilangan anaknya terlebih putri manisnya.”----------“Alesha diculik……..” Detik berikutnya tubuh Kanaya melemas dan pingsan dalam dekapan Dinnar.Flashback at CCTV control roomBrakk…..Dinnar membuka ruang kontrol CCTV, di sana sudah ada Toni dan Arvan. Sepertinya sahabat-nya itu gerak cepat, karena saat ini mereka sedang menatap layar monitor dan mendengarkan penjelasan petugas yang jaga. Dinnar mendekat ke monitor dan menatap layar besar di hadapannya itu, di monitor itu terekam jelas ketika Alesha berjalan menuju toilet. Ketika Alesha keluar dari toilet, ada dua orang laki-laki dan perempua menghampiri Alesha, sepertinya ora
"Memang benar, bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang di sisi Tuhan-nya dan tanda bahwa Tuhan semakin menyayangi dirinya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Dan tentunya ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita sebagai makhluk Tuhan adalah bersabar."----------5 Tahun Kemudian………Lima tahun sudah derai tawa menghiasi rumah mewah keluarga Agustaf. Dinnar dan Kanaya saling membahu dalam merawat dan mendidik ketiga buah hatinya. Dinnar dan Kanaya tidak menyetujui usulan Sam dan Marta yang ingin menggunakan jasa baby sistter untuk membantumegurus Queen dan Prince-prince dikeluarga bahagia itu.“Kakak!!! Adek!!.....” Teriakan nyaring terdengar menggema di seluruh ruangan di dalam rumah mewah itu. Menjadikan seluruh penghuni rumah yang tengah mengerjakan kegiatan masin