"Krisna!"
"Na! bangun! sudah jam berapa ini!"
Suara itu berbaur dengan ketukkan di pintu, samar-samar menyapa telinga Krisna yang masih berdiri di ambang kesadarannya. Krisna membuka matanya dengan paksa, dan menatap malas ke arah jam yang tergeletak di atas meja.
Jam 05:35. Sial! Krisna kesiangan!
Semalam gadis itu membaca ulang selembaran yang Bam berikan berkali-kali, agar tak ada lagi satu hal pun yang terlewat. Alhasil, dia tidur larut sekali dan lupa menyalakan jam alaram padahal jelas-jelas dijadwal tertulis jika Bam akan keluar untuk lari pada pukul 05:30 tepat. Sekarang Krisna bahkan baru membuka matanya.
Krisna bergegas lari ke kamar mandi. Membasuh mukanya, mengikat rambut tinggi-tinggi, dan mengganti pakaiannya dengan setelan berwarna toska senada yang Bam belikan kemarin. Bam sudah berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di dinding sebelah pintu kamar Krisna dengan tangan yang ia lipat di dada. Krisna hanya menggigit bibir bawahnya kala tatapan iris kelam itu seperti siap menembakkan laser dan membunuh Krisna kapan saja.
"Kamu ini bisa tidak, sih, tepat waktu?" geramnya.
"Bisa, kok," cicit gadis itu. "Semalam itu aku--"
"Sudah tidak usah banyak alasan," pungkas Bam. "Rugi, nih, saya ngeluarin uang buat kamu, tapi malah saya yang ngurusin kamu." Bam berjalan mendahului Krisna sambil menggerutu.
Mendengarnya, Krisna mengentakkan kaki seperti anak kecil. "Siapa yang suruh, huh!" Dia bersiap melayangkan tinjunya ke arah pria itu, namun Krisna urungkan. "Sabar, Na ... Sabar ...."
Sebelum memulai kegiatan rutinnya, Bam melakukan beberapa pemanasan kecil, sedang Krisna hanya berdiri mematung memperhatikan Bam. Pria itu sudah menyuruh Krisna untuk mengikuti, tapi Krisna menolaknya dengan tegas. Dia pikir, pemanasan bukan hal yang penting-penting sekali. Mereka hanya akan lari beberapa menit, lalu sudah.
Bam hanya menggelengkan kepalanya sekilas kemudian mulai berlari, diikuti Krisna di belakangnya. Mereka melewati daerah Komplek rumah Bam menuju sebuah taman yang terlihat cantik dan menarik perhatian Krisna, hingga tanpa sadar dia tertinggal. Bam sudah berada lumayan jauh di depannya. Dengan sekuat tenaga, Krisna berusaha berlari ke arah Bam, tapi tiba-tiba dia terjatuh.
"Aw!" Krisna memegangi pergelangan kalinya yang terasa nyeri.
Bam yang mendengar teriakan Krisna itu segera menoleh dan mendapati gadis bertubuh mungil itu tengah terduduk di aspal, sambil meringis kesakitan. Bam segera menghampirinya.
"Coba sini saya lihat." Bam berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan Krisna. Tangannya meraih, dan melepas sepatu gadis itu, kemudian mendapati sebuah bekas kemerahan di sana.
"Aduh, sakit, sakit!" Krisna kembali berteriak ketika jemari Bam menyentuh memar di kakinya.
"Sepertinya kamu keseleo. Mangkanya kalau saya suruh pemanasan itu jangan ngeyel!" Bam yang masih dalam keadaan berjongkok, membalik badannya membelakangi Krisna. "Cepat naik!"
"Na-naik?"
Bam memutar bola matanya, lantas kembali berujar, "mau saya gendong atau saya tinggal di sini sendirian!"
Krisna tampak berpikir sebentar, lalu akhirnya memeluk leher Bam dari belakang dengan ragu. Sebelah tangan Bam memegang satu sepatu Krisna, yang sebelahnya lagi ia gunakan untuk menopang paha gadis itu, dan berjalan pelan, membawa langkahnya pulang ke rumah.
Krisna dapat merasanya tubuhnya menempel dengan sempurna pada punggung lebar itu. Entah kenapa, jantungnya terasa berdetak dua kali lebih cepat dari normal. Belum lagi aroma citrun yang menyeruak dari kulit Bam, seperti membuat seisi perut Krisna serasa teraduk.
***
Bam sudah siap dengan setelan jas berwarna hitam, setelah sempat mengompres kaki Krisna dengan es batu. Ia keluar dari kamar sambil memasang dasi bercorak loreng yang terselempang di lehernya.
"Kaki kamu sudah tidak sakit?" tanya Bam pada Krisna. Gadis itu tampak baru selesai menyiapkan roti bakar dan jus yang sudah rapi di meja makan.
"Enggak begitu. Sudah agak mendingan, kok," jawabnya sambil tercengir lebar.
"Baguslah kalau begitu. Berarti, hari ini kamu sudah mulai bisa bersih-bersih rumah. Kebetulan kolam ikan di taman belakang airnya juga harus diganti." Perkataan Bam dengan cepat mengusir senyum di wajah gadis itu.
"Aduh, masih sakit!" pekik Krisna kemudian, sambil memegangi kakinya. Sedang Bam yang tahu jika dia sedang pura-pura, hanya menatap Krisna dengan tatapan datarnya yang khas, dan mampu membuat siapa saja berpikir kalau tatapan bisa membunuh, maka saat itu juga Krisna pasti sudah mati.
Krisna berdeham, lantas membenarkan posisi berdirinya.
Setelah selesai sarapan, Bam meninggalkan Krisna dengan list panjang perihal apa saya yang harus dia lakukan hari ini. Dari membersihkan setiap sudut ruangan, merawat tanaman di taman kecil Bam, mengganti air di kolam ikan, sampai membersihkan kolam berenang.
Rumah itu cukup luas untuk hunian yang hanya di tempati satu manusia saja. Lantai duanya terdapat ruang olahraga dengan alat-alat yang cukup lengkap. Ruang kerja Bam, dan setengah bagian bangunannya digunakan sebagai taman outdoor dengan bunga-bunga, serta sebuah gazebo untuk bersantai. Sedang teman dengan kolam ikan, dan kolam berenang yang berada di bawah, bisa di lihat dari atas sini.
Bam dan segala macam tentang dirinya sungguh membuat Krisna sibuk. Jangankan untuk merindukan rumahnya dan Bayu, Bam bahkan tak memberi Krisna cela sedikit pun untuk merenungi kehidupannya yang menyedihkan. Beberapa kali gadis itu sempat melihat ponsel, berharap ada sebuah pesan tak beralasan masuk ke sana. Namun ternyata caranya menghibur diri sungguh sia-sia.
Tak seorang pun mencarinya, termasuk Bayu. Seolah Krisna hanya halaman pelengkap yang tak terlalu penting, yang jika robek, maka tidak seorang pun menyadarinya ... ya, sebab ... memang tidak penting.
Krisna berusaha mengalihkan pikirannya yang emosional dengan cara menonton televisi sambil merebahkan tubuhnya yang terasa remuk di sofa. Hari ini Krisna sangat dibuat kelelahan, hingga tanpa sadar, dia tertidur.
***
Bam pulang agak sedikit telat hari ini karena pekerjaan di luar kantor. Di jalan, dia mampir ke sebuah kafe, dan melihat sepotong cake yang terlihat cantik dari etalasenya, kemudian Bam teringat pada Krisna. Seorang gadis aneh yang pagi ini melukai kakinya sendiri dan merepotkan Bam lagi, dan lagi. Bam hanya berharap bahwa gadis itu tak memecahkan guci mahalnya, atau meninggalkan kolam ikan dalam keadaan kering hingga membunuh koi-koi mahal milik Bam.
Setelah keluar dari mobil, Bam berjalan memutar, memeriksa taman yang terletak di sebelah rumahnya. Rumput-rumput yang kemarin sempat memanjang, sudah terlihat rapi. Air di kolam ikan pun sudah jernih, dan ikan-ikannya berenang bebas kesana-kemari, membuat Bam bernapas lega.
Ia kemudian masuk lewat pintu kaca bagian samping yang tertutup gorden, dan langsung mendapati Krisna tengah tertidur pulas di sofa. Bam meletakkan box cake di tangannya ke atas meja, lalu menggoyangkan kecil tubuh Krisna.
"Krisna ... Bangun. Jangan tidur di sofa."
"Ngh? iya udah," rancau gadis itu tanpa membuka mata. Krisna hanya sedikit mengubah posisi tidurnya.
Bam menghela napasnya, dan mengambil sebuah selimut tebal dari dalam kamar. Dia menutupi tubuh Krisna dengan selimut, lalu duduk di sebelah Krisna lama. Matanya menatap dalam. Menatap setiap inci wajah yang tengah memejam itu. Perlahan jemari Bam bergerak menyapu anak rambut yang menutupi wajah Krisna. Jemarinya turun, mengusap lembut pipi Krisna.
Krisna sedikit menggeliat, membuat Bam sontak menjauhkan dirinya dari Krisna. Ia kembali menghela napas lega ketika mengetahui bahwa gadis itu masih dalam keadaan tertidur pulas.
"Maafkan saya, ya, Na ..." ucapnya pelan, nyaris berbisik. Dengan tatapan yang sulit sekali diartikan.
Hari ini weekand, tapi Bam masih saja berjibaku dengan laptop yang ada di hadapannya. Terlihat sangat fokus. Di sini lain, Krisna tengah dengan lahap menikmati sepotong cake yang Bam bawakan semalam, sambil sesekali memfotonya, sebab paduan warna dan hiasan cake tersebut terlihat sangat lucu.Krisna berniat mengunggahnya di sosial media dengan caption penuh kebahagiaan, agar Bayu melihatnya dan tahu jika kehilangan orang yang sama sekali tidak mempercayainya, tak membuat Krisna sedih. Krisna ingin Bayu melihat jika dengan atau tanpanya, dia tetap bisa melanjutkan hidup-- tentu saja meski kenyataannya sangat berlawanan. Dia bahkan tak tahu apakah Bayu masih ingin peduli tentangnya atau tidak.Krisna meraup banyak oksigen hingga memenuhi rongga dadanya. Sesak. Tapi dia segera tersenyum saat melihat lagi foto sepotong cake yang terpampang di layar ponselnya."Terimakasih Taraaa!"
Bam yang sedang fokus dengan pekerjaannya, teralih pada sosok yang baru saja muncul di balik pintu.“Halo Bam!” sapa Kevin dengan heboh. Tentu saja bukan Kevin namanya kalau tidak seperti itu.“Hei, Vin. Ada apa kemari?”Kevin mengacak pinggang sambil memutar bola matanya. “C’mon Bam! Kamu tahu kenapa aku di sini.” Kevin kemudian menghempaskan bokongnya pada sebuah sofa panjang yang ada di sana, lalu berbaring dengan tangan yang dia lipat di belakang kepala.“Penting sekali untuk tahu?”Kevin berdecak kemudian berkata dengan nada kesal, “Astaga Bam. Gini-gini aku bos-mu, ya... bisa nggak sopan sedikit?”Bam kemudian menghentikan kegiatannya, dan melirik Kevin sebentar. “Maaf tidak dulu,” ucapnya.Sebenarnya, Bam sudah tahu alasan Kevin kemari malam ini. Pemuda berperawakan berisi itu memang rutin mendatangi rumahnya
Krisna masih terbahak-bahak melihat Bam yang kembali dengan wajah ditekuk sambil menatapnya sinis. Pemuda itu duduk lalu menyelesaikan makanannya dengan mata yang menatap Krisna tajam."Sudah berani, ya, kamu sekarang." ucapnya, membuat Krisna menggerakkan tangan mengunci mulut, dan berusaha menahan tawanya.Sewaktu Bam mengurung diri di ruang kerjanya, Kevin menawari Krisna untyk mengantarnya pergi berbelanja. Walau bagaimanapun, Krisna tetap berusaha membuktikan pada Bam jika masakannya tidak sehina apa yang keluar dari mulut Bam. Krisna mungkin hanya tak terbiasa dengan masakkan-masakkan luar negeri. Makanya gadis itu memiliha masakkan nusantara sebagai menu yang akan terus dia buat untuk Bam, meski pada awalnya Krisna tidak yakin jika Bam akan menyukai.Krisna masih tercengir, sambil memandangi Bam dengan sebelah tangan yang menopang dagunya. Membayangkan bagaimana beberapa menit lalu Bam berlari, sungguh menggelitik perut Krisna. Tentu saja, makhluk-m
Setelah Bu Anna meninggalkan rumah, Krisna jadi begitu bosan. Sudah lama sekali dia tak bertemu dan mengobro dengan orang lain selain Bam. Membicarakan banyak hal dengan Bu Anna membuat Krinsa sangat senang. Seperti mendapatkan kembali hidupnya.Krisna baru saja ingin memejamkan matanya, namun suara bel kembali terdengar. Krisna membuka pintu dan mendapati seorang gadis cantik yang mulai terlihat familier, dengan rambut panjang yang sekarang sudah berwarna blonde itu."Halo Krinsa! masih ingat aku?" sapa Grace dengan senyuman ramah, sambil melepas kaca mata hitam yang membingkai wajahnya."Halo Grace. Tentu aku masih ingat," balasnya dengan senyum yang masih agak canggung."Boleh aku masuk?""Oh, tentu saja." Krisna bergeser dari tempatnya berdiri, kemudian mempersilahkan Grace masuk.Grace berjalan mendahui ke arah ruang keluarga, sedang Krisna mengekor den
"Jangan lebay, deh. Na. Kolam renangnya tidak sedalam itu," ucap Bam dengan tangan yang di lipat di dada. Bam masih menatap Krisna yang sama sekali tak bergerak. Entah sudah beberapa menit, namun Krisna tidak juga naik ke permukaan. Kalau Krisna sedang bercanda, ini sama sekali tidak lucu! Bam segera melepas arloji, jas, dan sepatu kulitnya. Setelah sedikit melonggarkan dasi, Bam menceburkan tubuhnya ke dalam kolam renang, dan meraih tubuh Krisna yang sudah tampak lemas dengan susah payah. Bam mengendongnya, dan merebahkannya di sisi kolam renang. "Na! bangun, Na!" Tangan kekar Bam menepuk pelan pipi gadis yang sudah tak sadarkan diri itu. Seketika perasaan Bam jadi tak karuan. Ia menempelkan telinganya pada dada gadis itu, untuk memastikan jika jantung Krisna masih berdetak. Bam kemudian menekan-nekan dada Krisna beberapa saat. Tapi pertolongan pertamanya sama sekali tak membuahkan hasil. Krisna belum
Krisna tak bisa melanjutkan tidurnya dengan tenang. Tentu saja. Seranjang dengan pria seperti Bam bukan sesuatu yang bisa Krisna anggap biasa. Berbeda sekali dengan Bam yang justru masih terlelap seakan tak pernah di hampiri oleh mimi buruk jenis apapun.Krisna mulai turun dari kasur dengan perlahan, agar tak membangunkan Bam. Setelah kejadian dramatis kemarin, tubuh Krisna berhasil pulih dengan cepat. Pagi ini Krisna berencana membuatkan Bam sarapan dengan layak, sembari mencari resep masakan yang mungkin akan Bam sukai.Dia memilah bahan makanan yang tersedia di kulkas, dan bersiap mengolahnya jadi sebuah hidangan lezat yang Krisna belum tahu akan jadi seperti apa. Krisna mengambil daging, saos tomat, paprika, serta saos tiram dan beberapa buah bawang bombay. Tangannya mulai mengolah semua bahan yang rencananya akan Krisna jadikan pendamping hidangan untuk roti bakar, sebab Bam tak suka mengisi perutnya dengan nasi sepagi ini.
Krisna yang baru sadar kalau sekarang Bam sedang menatapinya dengan tatapan yang seakan bisa membunuh itu justru tersenyum, sambil melambai-lambaikan tangan antusias ke arah Bam.Mau tak mau, Bam menghampirinya dengan malas, "ada apa lagi, sih, Na?""Lihat ini!" Krisna menunjuk poster bertuliskan 'lomba design mode' di hadapannya. "Kalau aku menang, apa artinya bisa kerja di sini?" tanyanya."Kalau bisa, memangnya saya akan mengizinkannya?" tutur Bam singkat lantas kembali membalik tubuhnya.Krisna menyusul sambil sedikit berlari, "boleh, ya, Tara..." kini gadis itu memasang pupil eyes, sambil begelayut manja di lengan Bam, persis seperti kucing yang minta di beri makan.Langkah Bam terhenti. Pandanganya terarah pada lengan Krisna yang melingkar di tangannya, "siapa bilang kamu boleh pegang-pegang, saya."Krisna yang mengikuti arah pandangan Bam, sontak menjauhkan dirinya. Dia menggigit bibir bawahnya sekilas, lalu tersenyum canggung.
Toko ini merupakan tempat yang Krisna dan Bayu sering kunjungi. Tapi dia sama sekali tidak menyangka jika dia akan bertemu dengan Bayu di sini hari ini. Pria itu berdiri mematung di hadapannya, dengan tatapan yang sulit Krisna artikan.Untuk beberapa saat, pandangan mereka terkunci pada satu titik. Krisna mengepalkan genggamannya kuat, tak yakin reaksi apa yang tepat untuk dia tampakkan sekarang ini; menyapa Bayu dengan senyuman seperti orang bodoh yang tak pernah dilukai perasaannya, atau ia harus memalingkan wajah seperti orang tak pernah saling memilili rasa. Rasanya Krisna hanya ingin lenyap dari pandangan Bayu, meski dia tidak bisa membohongi bahwa dia merindukan pria itu.Tiba-tiba seorang wanita menghampiri sambil mengamit lengan Bayu mesra, menyadarkan pemuda itu dari lamunannya yang entah sedang berada di mana. Bayu tersenyum padanya, lantas mereka pergi dengan Krisna yang masih menatap dua mausia itu berlalu, menyisakan satu lubang besar di dadanya.Bu