“Kau harus membayarku hari ini. Jasaku sangat mahal pertiga puluh menit. Aku tidak menolong sembarang orang,” bisik Atlanta sebelum mereka menghampiri lingkaran para petinggi yang hadir malam ini.
“Kau bilang uangmu banyak, tidak butuh uangku,” jawab Dylan cepat.
“Bayarlah menggunakan cara lain. Aku tunggu.” Atlanta mengedipkan matanya sebelah, membuat Dylan merengut.
“Teman-teman, kenalkan, dia Atlanta, kekasih putraku Dylan.” Veronica memperkenalkan calon menantunya dengan perasaan bangga.
“Halo semuanya. Selamat malam,” sapa Atlanta hangat dengan seulas senyuman manis.
“Empat puluh lima derajat darimu adalah Lee Tania, seorang politikus dan minggu lalu menjadi bintang tamu sebuah acara talk show. Dia memiliki hobi bermain golf. Dia menyembunyikan suaminya yang berada di penjara atas kasus penipuan investasi lahan. Cari tahu dimana uangnya disembunyikan.”
Mendengar informasi yang Lay berikan membuat Atlanta semakin bersemangat mendalami perannya malam ini sebagai kekasih Dylan. Kapan lagi ia memiliki kesempatan emas secara berturut-turut seperti ini?
Meskipun Atlanta tidak mengetahui apa pekerjaan Dylan, tapi Atlanta akui bahwa lingkungan sosial Dylan benar-benar menguntungkan Atlanta.
“Waw,” celetuk Atlanta tanpa sadar setelah mendengar penjelasan singkat Lay.
“Kau kenapa?” senggolan Dylan membuat Atlanta tersadar bahwa dirinya tidak bisa bergerak bebas.
“Ah, tidak. Aku hanya merasa betapa menakjubkannya berada di lingkaran orang hebat,” alibi Atlanta dengan senyuman canggung.
“Dylan, bukankah kekasihmu Emily? Kalian bertunangan bukan?” tanya tamu wanita lainnya.
Dylan tertawa kaku. “Aku sudah lama putus dengan Emily. Hanya saja Emily terkadang masih mencariku karena dia belum melupakanku.”
“Kalau begitu buktikanlah jika wanita di sampingmu adalah kekasihmu.”
Perkataan wanita itu di dukung oleh orang banyak orang. Refleks Atlanta menatap Dylan dengan tatapan canggung.
“Bukti bagaimana yang kau maksudkan?” tanya Atlanta hati-hati. Perasaannya mulai tak enak.
“Ciuman! Hal apa lagi yang bisa membuktikan bahwa kalian sedang berkencan?” serunya.
Ragu dan kaku, Athen mencium pipi Dylan. Sangat cepat dan singkat, sehingga membuat penonton tidak puas.
“Lakukan yang benar sayang,” protes Dylan sebelum menarik pinggang Atlanta dan menyatukan bibir mereka.
Padahal hanya menempel, tidak ada gerakan lain. Tapi hal itu berhasil membuat Atlanta membeku. Ketika Dylan melepaskan poisi mereka, barulah Atlanta bisa mengendalikan dirinya. Disambut oleh tepukan meriah yang lain.
“Berhenti bermain-main! Cepat mulai! Waktu kita tidak banyak!”
Teguran Lay menarik Athena sepenuhnya ke dalam realita. Memulai aksinya, Atlanta mengulurkan tangannya kepada wanita paruh baya berpenampilan formal nan mewah. Mendekati target pertamanya.
“Halo, apa kau Lee Tania? Aku melihatmu di TV Minggu lalu. Aku tidak menyangka kau lebih menakjubkan di lihat secara langsung,” puji Atlanta terang-terangan.
Tentu saja sang target langsung terbuai oleh pujian Atlanta. “Astaga, aku tidak menyangka ada yang menyadari hal itu disini.”
“Tubuhmu sangat bagus, apa kau berolahraga?”
“Ah, iya. Aku suka bermain golf setiap akhir pekan. Apa kau suka bermain golf juga?”
“Tidak juga, tapi aku bisa memainkannya jika kau mengundangku ke dalam permainanmu.”
Atlanta secara sengaja menyenggolkan wine yang di belum di minumnya hingga mengenai tas Lee Tania. Berakting, Atlanta menutup mulutnya terkejut dan memasang raut wajah penuh penyesalan. Dylan juga tidak bisa menutupi rasa terkejutnya.
“Astaga, aku minta maaf, aku tidak sengaja. Maafkan aku, pasti tas itu mahal sekali, aku akan bertanggung jawab.” Atlanta pura-pura bertingkah menyesali perbuatannya.
“Ah, tidak apa-apa. Aku akan ke toilet,” ajak Lee Tania yang terlihat berusaha menutupi rasa kesalnya.
Atlanta segera merebut tas jinjing milik Lee Tania. “Izinkan aku membersihkannya.”
Tatapan Dylan tak lepas dari punggung Atlanta dan Lee Tania yang semakin jauh. Veronica mendekati Dylan kemudian berbisik, “sejujurnya aku lebih menyukai kekasihmu yang ini daripada Emily, sayangnya dia ceroboh sekali.”
Dylan menganggukkan kepala walau tatapannya masih terpaku pada Atlanta yang mulai menjauh. “Eum, aku tidak menyangka dia akan seceroboh itu.”
Selama Lee Tania sibuk berusaha membersihkan gaun pinknya yang terkena cipratan wine, Atlanta mengambil ponsel Lee Tania dan meretasnya.
“Sepertinya Lee Tania akan melakukan transaksi dalam waktu dekat. Kau jangan pergi kemanapun, giliranmu yang harus mengambil uang itu. Aku harus pergi laporan pada Boss.”
Selesai meretas ponsel Lee Tania dalam waktu singkat, Atlanta kembali berakting.
“Astaga, bagaimana ini?” suara Atlanta dibuat terdengar menyedihkan.
Atlanta mengeluarkan ponsel miliknya dan membuka situs e-commerce dari brand yang sama. Dalam hati Atlanta merasa menyesal karena telah menjanjikan sebuah tanggung jawab setelah melihat harga-harga tas yang begitu fantastis.
“Apa ada tas yang kau inginkan? Aku akan membelikannya untukmu,” bujuk Atlanta.
Lee Tania yang semula merasa kesal, perlahan perasaannya berubah menjadi terenyuh akan kebaikan Atlanta.
“Oh sayang, jangan memasang raut wajah sesedih itu. Lupakanlah, aku punya lusinan tas lain di rumah,” tolak Lee Tania secara halus karena merasa tidak enak.
“Tapi aku tetap harus bertanggung jawab. Aku tidak akan tidur nyenyak jika belum membelikanmu tas baru,”
Lee Tania menghela napas. “Baiklah jika ini akan membuatmu merasa lebih baik.”
“Ah, tolong tulis alamat lengkapmu untuk pengiriman,” tambah Atlanta.
Selagi menunggu Lee Tania memilih tas baru, Atlanta melihat sebuah diska lepas yang disimpan di dalam tempat lipstik. Secara halus Atlanta mencuri diska lepas tersebut.
“Aku memilih model ini,” Lee Tania mengembalikan ponsel kepada pemiliknya.
“Tidak salah lagi, seleramu sangat bagus, benar-benar panutanku.” Tidak langsung membayar, Atlanta menaruh ponselnya terlebih dahulu kemudian mengembalikan tas kulit asli yang telah di bersihkan kepada Lee Tania.
“Aku hanya membersihkan tasmu menggunakan tisu, jadi tolong periksalah apa ada barangmu yang jatuh. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman diantara kita,” pinta Atlanta.
Menurut, Lee Tania memeriksa isi tasnya secara singkat dan tidak menyadari barang simpanannya ada yang menghilang.
***
“Atlanta, kau baik-baik saja?” tanya Veronica khawatir.
Meski sedikit kebingungan mendapatkan pertanyaan seperti itu, Atlanta tetap menjawabnya dengan anggukan.
“Maafkan aku atas kecerobohan tak terduga, aku pasti telah membuat kalian malu.”
“Menantumu telah bertanggung jawab Veronica. Dia membelikanku tas edisi terbatas,” sela Lee Tania.
Dylan menatap Atlanta terkejut seolah mengatakan ‘benarkah?´ melalui ekspresi wajahnya.
Atlanta sedikit meringis dan mengangguk pelan membalas Dylan. Padahal dalam hati, ‘argh, sial. Wanita tua ini pandai memanfaatkan situasi. Aku harap uang yang aku dapatkan darimu lebih dari harga tas mahalmu.’
Veronica menggeleng pelan. “Tidak perlu minta maaf sayang. Terkadang kecerobohan memang tidak bisa dihindarkan.”
Tidak mempunyai banyak waktu, Atlanta mengaitkan tangannya di siku Dylan dan menatap kekasih palsunya dengan manja.
“Sayang, apa kau lupa jika malam ini aku sudah mempunyai janji lain?”
Dylan menatap Atlanta bingung, tidak mengerti dengan kode yang Atlanta berikan. Berusaha menutupi rasa kesalnya, Atlanta mendekatkan bibirnya ke telinga Dylan. Sesaat, degup jantung Dylan menggila karena posisi mereka sedekat ini.
“Sudah tiga puluh menit, aku harus pergi. Waktu penggunaan jasaku sudah habis,” bisik Atlanta penuh tekanan.
“Maaf, sepertinya kami harus pamit duluan. Kami harus menepati janji lain,” pamit Dylan sopan kepada teman-teman Veronica.
Selepas berpamitan, Dylan merangkul Atlanta dan membawanya pergi menuju pintu keluar. Tak disangka Veronica berlari menggunakan hak tinggi demi mengejar Atlanta.
“Atlanta! Tunggu sebentar!”
Dylan dan Atlanta menghentikan langkah kaki mereka.
“Astaga Bu, kau bukan anggota girl group yang bisa berlari menggunakan hak tinggi,” Dylan meringis melihat kelakuan Ibunya.
Tak mengacuhkan buah hatinya, justru Veronica langsung memeluk Atlanta dengan erat. “Anakku sangat sibuk, jadi membawa kekasihnya kepadaku adalah hal yang langka. Bagaimana ini? aku sudah sangat menyukaimu, aku pasti akan merindukanmu.”
Meski ada keraguan, perlahan Atlanta membalas pelukan Veronica. Ada perasaan hangat yang menjalar di hati Atlanta ketika berpelukan. ‘apakah wanita ini tidak takut di tipu? Bagaimana bisa dia menyukai manusia sepertiku dalam waktu tiga puluh menit?’
“Mari kita bertemu lagi nanti,” ujar Atlanta, merasa tidak enak dengan perhatian Veronica yang telah diterimanya. Veronica melepaskan pelukan mereka dan menatap Atlanta dengan berbinar. “Benarkah? Kau harus janji!” Atlanta mengangguk. “Aku janji.” Senyuman Veronica semakin merekah setelah mendengar janji yang Atlanta berikan kepadanya. Dylan juga tidak menyangka jika Atlanta akan membantu sejauh ini. “Kalau begitu, aku harus pergi. Aku sudah terlambat,” pamit Atlanta. Sehabis memberikan salam perpisahan, barulah Atlanta dan Dylan keluar dari ruang acara yang mewah. Di lobi hotel, Dylan dan Atlanta berdiri berhadapan. “Terima kasih, kau berhasil menjadi kekasihku walau ada kecerobohan tak terduga. Padahal kau tidak perlu sejauh itu sampai berjanji dengan Ibuku. Sekali lagi terima kasih telah membuat Ibuku senang.” Dylan benar-benar berterima kasih atas bantuan Atlanta. Atlanta tersenyum kecil. “Lagi pula janjiku dengan Ibumu tak
“Dylan?” “Atlanta?” “Ow, ternyata kalian saling kenal? Pasti ini takdir.” Kompak Atlanta dan Dylan memberikan Orion tatapan sinis. Tidak terima dengan kata ‘takdir’ yang Orion sebutkan. Rasanya kata tersebut terlalu berlebihan bagi mereka yang baru bertemu tiga kali. “Pergilah,” usir Dylan pada Orion. “Kau mengusirku ketika tidak lagi membutuhkanku?” Orion mendramatisir keadaan. “Aku mengenal wanita ini. Terima kasih sudah membawanya kepadaku. Kau tidak lagi diperlukan jadi silahkan pergi.” Orion berdecih sinis kemudian pergi meninggalkan Atlanta dan Dylan. Orion rasa perannya hanya sebagai penghubung peran utama saja. Selepas Orion pergi, barulah Dylan menyadari penampilan Atlanta hari ini. Penampilannya sama seperti mereka pertama kali bertemu. Hanya saja yang berbeda adalah Atlanta menggunakan celana pendek. Atlanta memberikan kesan yang sangat berbeda ketika tampil mewah dan tampil sederhana. “Jika aku tahu
“Nyx Atlanta, mari kita menikah,” ajak Dylan dengan penuh keyakinan. Sontak Atlanta langsung tersedak saking terkejutnya. Tidak menyangka Dylan akan melamar dirinya dalam kondisi Atlanta sedang makan bak orang kelaparan. Apalagi pertemuan mereka masih bisa di hitung oleh jari. Alih-alih menanyakan ‘maukah menikah denganku?’, lamaran Dylan lebih terdengar seperti orang yang sedang mengajak bermain. Bahkan orang yang mengajak kencan pun tak akan sesantai ini. “Apa kau gila? Kau mengajakku menikah atau mengajakku bermain?” cerca Athen. Dylan merubah mimik wajahnya menjadi serius. “Aku serius Atlanta. Aku tidak bercanda. Mari kita menikah,” ulangnya. Atlanta lebih memilih untuk mengabaikan lamaran gila Dylan. Orang gila macam apa yang baru bertemu tiga kali sudah langsung melamar? “Atlanta,” panggil Dylan karena Atlanta tak menghiraukannya. “Biarkan aku menghabiskan makanan terlebih dahulu, kau benar-benar membutku kehila
Siulan Dylan memecah keheningan sepanjang Dylan berjalan menuju Apartemen. Hari ini pekerjaannya tidak membuat Dylan sibuk sehingga Dylan bisa pulang lebih cepat. Hari yang jarang terjadi. “Ah, tidak biasanya aku pulang ke rumah bersemangat seperti ini. Apa karena pekerjaan hari ini tidak banyak? atau karena kini ada seseorang yang menungguku di rumah?” Dylan dibuat terkejut bukan main mendapati sosok Atlanta yang hilang kesadaran di depan pintu Apartemennya. Dylan langsung memangku Atlanta dan menepuk-nepuk pipinya berulang kali. “Atlanta! Atlanta! Bangun! Atlanta sadarlah!” “Ada apa dengan wajahnya? Kenapa pipinya sangat merah?” Dylan segera menggendong Atlanta ala bridal style ke dalam ruangan. Dylan langsung membaringkan Atlanta di ranjang. Berniat mengganti hoodie Atlanta yang sudah di basahi oleh keringat, Dylan melepaskan hoodie tersebut dan mendapati banyak luka lebam di tubuh Atlanta. “Luka seperti ini sudah san
Zunaira dan Orion tersenyum kaku ketika Dylan membukakan pintu untuk mereka. Mereka berdua kompak tersenyum seperti orang bodoh. Satu detik kemudian Zunaira dan Orion kompak berdecih sinis karena Dylan yang muncul, bukan Atlanta. “Aku kira Kakak cantik yang membukakan pintu,” rungut Orion. Setelah Dylan memastikan jika Atlanta belum menyadari tamu mereka telah datang, Dylan menarik Zunaira dan Orion keluar dan menutup pintu dari luar. “Ada apa?” tanya Orion. “Apa sesuatu terjadi?” tambah Zunaira. “Apakah dalam tiga hari ini ada kasus penyerangan di sekitar sini? Radius lima kilo meter.” “Dalam tiga hari ini hanya ada kasus perampokan mini market dan tabrak lari. Tidak ada kasus penyerangan secara fisik,” jawab Zunaira. “Ada apa memangnya?” tanya Orion penasaran. “Atlanta mendapatkan banyak luka lebam tiga hari yang lalu. Jelas-jelas itu luka semacam penyerangan atau penganiayaan. Dia bilang orang asing yang meluLaynya t
“Aku memperingatimu untuk segera membatalkan pernikahan kalian jika tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi diantara kalian.” Dylan terkekeh. Tidak menganggap peringatan yang Zunaira berikan dengan serius. “Kau cemburu karena aku menikah lebih dahulu dari pada kau?” “Aku serius Dylan!” suara Zunaira naik satu oktaf, merasa kesal karena Dylan tidak mempercayainya. Ting! Begitu pintu lift terbuka, Dylan memegang kedua bahu Zunaira kemudian mendorongnya pelan supaya segera masuk lift. “Aku akan masuk kerja besok. Jangan lupa siapkan apa yang telah aku pinta,” pesan Dylan. “Tapi Dylan, kau harus mempercayaiku. Atlanta bukanlah—” “Sampai jumpa!” Dylan melambaikan tangan setelah menekan tombol pintu lift. Hal yang terakhir Dylan lihat adalah raut wajah kesal Zunaira sebelum pintu lift tertutup dengan sempurna. Dylan menghela napas. Tidak ingin menganggap serius apa yang dikatakan oleh rekan k
Ketika hendak keluar dari Bandara, Atlanta tidak sengaja melihat Dylan dan Zunaira yang sedang berjalan bersama penuh wibawa menggunakan seragam. “Ternyata Dylan adalah pilot sungguhan. Aku juga tidak menyangka jika Zunaira telah menjadi pramugari.” Atlanta tersenyum. “Itu bagus. Setidaknya mereka bukan pembohong sepertiku.” *** Kim Hani adalah seorang ilmuwan sekaligus mata-mata Hilton. Annie meminta bantuan agen Interpol untuk menyelamatkannya dan membantu Kim Hani untuk mendapatan kesempatan hidup baru. Tentu saja agen Interpol menyetujuinya karena Kim Hani akan menjadi jalan mereka untuk menangkap petinggi Hilton. Selagi menunggu tim investigasi menyelidiki kasus kematian Kim Hani, Orion masih duduk lemas karena gagal untuk melindungi informan mereka. Sementara Dylan menarik Zunaira ke tempat sepi untuk berbincang dua mata. “Dari mana kau tahu jika Kim Hani di bunuh?” Dylan mengulangi pertanyaan yang sama. ‘Dimanapun tunanganmu
“Leona, jangan menikah.” “Tenanglah, aku tidak akan berhenti bekerja hanya karena sudah menikah,” balas Atlanta dengan tenang. Tidak terpengaruh sedikitpun dengan larangan yang diberikan. “Kau boleh menikah dengan seseorang yang berlatar sama denganmu, memiliki pekerjaan yang bisa mengertimu. Tapi jangan menikah dengan orang asing.” Atlanta tersenyum miring. “Sejak kapan petinggi Hilton ikut mengatur urusan pribadiku? Ini nomor Boss, kenapa kau bisa menggunakannya Valeria?” “Boss marah besar ketika dia tahu jika kau akan menikah, Leona. Aku di utus olehnya untuk melarangmu. Omong-omong jangan menyalahkan tentang petinggi, kau juga bagian dari petinggi Hilton.” “Leona sudah mati lima tahun yang lalu. Aku menikah sebagai Atlanta, jadi katakan pada Boss untuk tenang saja. Kau akan tahu ada beberapa keuntungan yang bisa kau dapatkan jika memiliki seseorang di sampingmu.” “Berhentilah bicara omong kosong. Uru